![]() |
| Kantor Ombudsman Republik Indonesia yang berada di kawasan Jalan Rasuna Said. Keberadaan lembaga ini adalah untuk menampung kritik dan saran atas pelayanan publik. |
sumber buruhmigran
Share Berita Terkini Tentang Buruh Migran
![]() |
| Kantor Ombudsman Republik Indonesia yang berada di kawasan Jalan Rasuna Said. Keberadaan lembaga ini adalah untuk menampung kritik dan saran atas pelayanan publik. |
Jakarta (ANTARA) - Arab Saudi menutup negosiasi dengan Indonesia terkait dengan pemotongan kuota haji 2013, kerugian akibat uang muka kontrak kepada sejumlah pemilik pemondokan, perusahaan katering dan penerbangan.
Pemerintah Arab Saudi pun telah berkirim surat melalui Duta Besarnya di Jakarta, yang menegaskan bahwa pemotongan kuota haji sebesar 20 persen dari kuota dasar 211 ribu sudah menjadi keputusan final, kata Menteri Agama Suryadharma Ali kepada pers di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, Sabtu.
Saat memberikan penjelasan tersebut, Menag Suryadharma Ali didampingi Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Anggito Abimanyu, Kepala Biro Umum Burhanuddin dan Kepala Pusat Informasi dan Humas, Zubaidi dan sejumlah pejabat lainnya.
Menag mengatakan keputusan pemerintah Saudi menutup negosiasi sangat disesalkan.
Sejatinya Menteri Agama Suryadharma Ali akan bertolak ke Saudi pada pukul 11.00 WIB, Sabtu siang. Tapi keberangkatan tersebut dibatalkan karena Dubes Saudi di Jakarta telah menyampaikan surat dari Menteri Haji Arab Saudi Bandar Bin Muhammad Haiiar, yang isinya bahwa pemotongan kuota haji 20 persen bagi seluruh negara sudah final.
Menteri Agama menjelaskan awalnya Indonesia meminta tambahan kuota 30 ribu yang diharapkan pada 2013 jemaah yang bisa bertolak sebanyak 241 ribu. Ternyata, permintaan tambahan itu tak dipenuhi, bahkan kuota dikurangi 20 persen dari kuota dasar 211 ribu.
Sebetulnya keinginan Menteri Agama untuk bertemu dengan menteri haji Saudi bukan saja terkait ingin menegosiasikan persoalan kuota, tetapi potensi kerugian yang ditimbulkan dari dampak kebijakan pemerintah setempat.
Indonesia bakal mengalami kerugian sebesar Rp800 miliar, termasuk dari penyelenggara ibadah haji khusus.
Kerugian itu bersumber dari kontrak perumahan yang sudah dibayar 50 persen dari harga pondokan, termasuk catering dan penerbangan. "Kita ingin membicarakan ini," kata Suryadharma Ali.
Menteri mengaku sangat sulit melakukan negosiasi dengan pemilik pondokan, selain jumlahnya banyak juga warga di sana memiliki watak egois.
Karena itu pihaknya berharap pemerintah Saudi bisa turut membantu untuk mengurangi kerugian yang ditumbulkan sebagai dampak dari kebijakan mereka sendiri.
Dalam penyelenggaraan ibadah haji, Indonesia selalu melakukan persiapan lebih awal. Selain karena jemaahnya banyak, tentu membutuhkan persiapan matang. Karena itu, kontrak dengan pemilik pondokan, pemilik katering, dan perusahaan lainnya dilakukan lebih awal.
Ia menjelaskan jika dirinci kerugian dari penyelenggaraan haji regular saja bisa mencapai Rp492 lebih. Untuk kalangan swasta sekitar Rp325 miliar, termasuk penyelenggara haji khusus sebesar Rp150 miliar.
Lantas bagaimana dengan Jemaah haji dari tanah air, menurut dia, Indonesia diminta konsisten dengan kuota yang sudah dipotong 20 persen, atau sebanyak 168.800 jemaah untuk musim haji 2013.
Untuk itu pihaknya akan mengatur pemotongan itu secara proporsional, setiap propinsi dipotong 20 persen. Termasuk untuk Jemaah haji khusus, dari kuota 17 ribu dipotong 20 persen.
Dengan kriteria, Jemaah usia 75 tahun ke atas atau usia lanjut (lansia), yang sudah mengenakan tongkat dan kursi roda tidak diberangkatkan.
Bagi Jemaah haji yang tahun ini tak berangkat, akan diprioritaskan pada tahun berikutnya.
Kriteria bagi lansia dan usia 75 tahun itu atas pertimbangan keselamatan.
Pasalnya, proyek perluasan halaman tawaf, masjidil haram hingga kini belum rampung. "Dijamin berangkat bagi yang sudah terdaftar masuk pada tahun ini. Tanpa pemotongan jika ongkos naik haji naik," ia menegaskan.(rr)
![]() |
| Jumhur Hidayat saat menerima catatan kritik dan rekam dokumentasi advokasi kebijakan KTKLN dari Abdul Rahim Sitorus |
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Jeddah menyatakan, kasus Penolakan SPLP TKI hanyalah kesalahpahaman.
Penolakan tersebut terjadi karena salah satu petugas di Pusat Deportasi Dallah, Arab Saudi, tak mengetahui bahwa Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) sama dengan paspor umum.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansyur menyatakan, kejadian itu sebenarnya hanya sebuah kasus. Karena menurut dia di beberapa kota lain, proses Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di pusat deportasi untuk melakukan sidik jari berjalan lancar.
Proses itu dilakukan agar Tenaga Kerja Indonesia bisa bekerja kembali. Selain itu, majikan atau perusahaan tempat TKI itu bekerja juga harus membayar 350 riyal (RP 926 ribu) untuk izin tinggal selama satu tahun.
Kasus penolakan SPLP, lanjut dia, kemungkinan terjadi karena petugas di Pusat Deportasi tak mengerti bahwa SPLP itu sama dengan paspor. Ia menganggap SPLP yang memiliki jangka waktu satu tahun sama dengan dokumen perjalanan.
Tak hanya warga Indonesia menurut dia, beberapa tenaga kerja asing seperti India, Bangladesh dan Pakistan juga sempat mendapat penolakan serupa.
''Malah SPLP tenaga kerja Pakistan disobek-sobek,'' ucap dia kepada Republika, Kamis (20/6).Oleh karena itu, KBRI mengirimkan nota diplomatik kepada Kementerian Luar Negeri Arab Saudi.
Nota itu berisi penjelasan bahwa SPLP sama dengan paspor pada umumnya. KBRI juga meminta Kemenlu Arab Saudi mengatur pertemuan dengan Departemen Paspor yang berada di bawah Kemendagri Arab Saudi.
Hingga kini menurut dia sudah sekitar 74 ribu surat TKI yang terdaftar di KJRI Jeddah. Dari angka tersebut sebanyak 30 ribu SPLP sudah diterbitkan dan 27.568 sudah diberikan kepada TKI.

SEKILAS INFO | Abu Ameera![]() |
| Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat |

TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 78 TKI yang ditahan setelah kerusuhan di kantor Konsulat Jenderal RI, Ahad pekan lalu, 9 Juni 2013, akan segera dipulangkan oleh pemerintah Arab Saudi. "Enam di antaranya akan diproses secara hukum terlebih dahulu," kata Marty ketika ditemui sebelum rapat kerja dengan Komisi Tenaga Kerja Dewan Perwakilan Rakyat RI, Selasa, 18 Juni 2013.
Dia menuturkan, pemerintah Indonesia akan mematuhi peraturan hukum di Arab Saudi. Menurut Marty, sebanyak 78 orang jelas terlihat melakukan tindakan yang melanggar hukum setempat. Mereka melakukan pembakaran, melempar benda benda keras ke arah gedung KJRI, bahkan berusaha merusak pintu KJRI. Jadi, ini memang tindakan yang melanggar hukum.
"Oleh karena itu, mereka ditahan di Deportation Centre, yaitu tempat orang orang yang akan dideportasi ditahan untuk proses deportasi ke Indonesia," tutur Marty.
Ahad pekan lalu, 9 Juni 2013, ribuan TKI mendatangi KJRI Jeddah untuk mengurus pemutihan dokumen seputar masa tinggal yang telah habis atau karena tidak memiliki dokumen resmi. Kerusuhan pecah setelah beredar kabar batas waktu pemutihan masa tinggal telah habis. Kabar ini membuat massa mengamuk. Mereka membakar berbagai peralatan di depan gedung Konsulat Jenderal RI.
Seorang TKI bernama Marwah binti Hasan asal Bangkalan, Madura, meninggal akibat membeludaknya antrean pada pengajuan pemutihan izin tinggal di gedung KJRI.
