http://infobmi.blogspot.com/. Powered by Blogger.

Monday, January 27, 2014

Hasil Pemeriksaan, Jiwa TKI Terancam Hukuman Mati Walfrida Labil

Walfrida terancam hukuman mati di Malaysia lantaran dituduh membunuh.

Sidang terhadap kasus Wilfrida kembali berlangsung di Mahkamah Tinggi Kota Bharu Malaysia, hari Minggu, 17 November 2013.

VIVAnews - Walfrida Soik, TKI asal Nusa Tenggara Timur yang terancam hukuman mati di Malaysia, ternyata labil kejiwaannya. Hasil pemeriksaan selama dua bulan, menunjukan bahwa intelijensia yang berfungsi memroses informasi berada di bawah rata-rata.
Hal itu disampaikan pejabat Konsuler dan Ketua Satuan Tugas Perlindungan WNI KBRI Kuala Lumpur, Dino Wahyudin, ketika dihubungiVIVAnews melalui telepon pada Senin, 27 Januari 2014.
Dino menjelaskan, lantaran masalah itu, kondisi psikis Walfrida cenderung temperamental dan emosional.
Sehingga ketika mengambil keputusan, Walfrida lebih mengedepankan emosi ketimbang akalnya.
"Hal itu diperburuk dengan cara majikan memperlakukan dia. Alhasil hal itu turut memicu emosi Walfrida," papar Dino.
Belum lagi majikan yang diurus Walfrida mengidap penyakit parkinson, sementara dia tidak dilatih untuk menghadapi orang yang menderita sakit semacam itu.
Dino mengatakan hasil pemeriksaan kejiwaan ini dibacakan di bagian kesimpulan di ruang sidang Mahkamah Tinggi Kota Bharu yang digelar pada Minggu, 26 Januari 2014.
Maka bila bercermin dari hasil pemeriksaa kejiwaan tersebut, Dino berpendapat seharusnya Walfrida memang sebaiknya dirawat di RS ketimbang dibui.
"Hasil pemeriksaan kesehatan kejiwaan itu kan dilakukan secara komprehensif. Utusan dari Malaysia turut terbang ke NTT untuk memeriksa keluarganya," ujarnya.
Mereka menyambangi kediaman Walfrida pada tanggal 2-6 Januari 2014. Selain itu, Walfrida juga pernah dirawat di RS Permai, Johor Baru, selama dua bulan.
Namun, persidangan masih terus berjalan dan belum mencapai tahap pembacaan vonis. Sidang selanjutnya akan digelar kembali tanggal 29 Januari 2014 dengan menghadirkan saksi ahli yang nantinya akan meringankan Walfrida.
Kasus Walfrida terjadi tahun 2010 lalu. Dia mengaku merasa jengkel terhadap majikannya, Yeap Seok Pen, yang kerap memarahi dan memperlakukan dirinya secara kasar.
Tak sanggup menahan amarah, pada tanggal 7 Desember 2010, Walfrida kemudian mendorong majikannya hingga jatuh dan menusuknya sebanyak 43 kali hingga tewas. Walfrida akhirnya ditahan di Penjara Pangkalan Chepa dan terancam vonis mati dari pengadilan. (adi)
© VIVA.co.id

Indonesia-Brunei Kembali Bahas MoU TKI

antarajatim - Senin, 27 Jan 2014 17:49:01 | Penulis : Supervisor
Oleh Arie Novarina
Jakarta (Antara) - Pemerintah Indonesia dan pemerintah Brunei Darussalam melanjutkan kembali pembahasan pembaruan nota kesepahaman atau "memorandum of understanding" (MoU) mengenai penempatan tenaga kerja Indonesia yang bekerja disektor formal maupun informal (domestik).
"MoU dalam bidang penempatan dan perlindungan TKI perlu untuk segera terwujud, sehingga memberikan kepastian hukum, baik bagi pengguna maupun TKI itu sendiri," kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) RI Muhaimin Iskandar.
Menakertran mengemukakan itu dalam pertemuan dengan Menteri Hal Ehwal Dalam Negeri Brunei Darussalam Excelency Pehin Udana Khotib Dato Paduka Seri Setia Ustaz Haji Awang Badaruddin Bin Pengarah Dato Paduka Haji Awang Othman di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, Senin.
Dalam keterangan pers Humas Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang diterima di Jakarta, Senin, Menakertrans Muhaimin Iskandar mengatakan pemerintah akan terus mendorong percepatan pembaruan MoU antara Indonesia dengan Brunei Darussalam dalam bidang penempatan dan perlindungan TKI itu.
"Secara umun kerangka acuan untuk perubahan memorandum of understanding (MoU) yang ditetapkan kedua negara pada 2008 telah disepakati. Oleh karena itu kita berharap pembaruan Mou ini bisa diselesaikan dalam waktu dekat ini," kata Muhaimin.
Nota kesepahaman tersebut akan mirip dengan nota kesepahaman dengan negara-negara lain yang memuat tentang pengaturan waktu istirahat penata laksana rumah tangga (PLRT), pengaturan libur sehari dalam seminggu serta hak pegang paspor.
Beberapa hal yang ditekankan Pemerintah Indonesia dalam draf MoU itu adalah besaran gaji minimum TKI, adanya hari libur tiap minggu, adanya jam istirahat atau pembatasan jam kerja, paspor yang boleh dipegang atau dibawa oleh TKI, adanya akses komunikasi dengan perwakilan RI maupun keluarga TKI, adanya uraian tugas TKI yang jelas dan cara penyelesaian perselisihan.
Perubahan peraturan di Brunei Darussalam juga menuntut penyesuaian oleh PPTKIS yaitu kewajiban penggunaan agen dalam perekrutan PLRT, di mana sebelumnya perekrutan itu dilakukan secara perorangan.
"Saat ini Brunei sudah ada aturan untuk penggunaan agen dalam merekrut PLRT, sebelumnya belum ada sehingga dulu dilakukan secara perorangan. Ini yang harus disikronkan dengan aturan PPTKIS di Indonesia," ujar Muhaimin.
Secara umum, Muhaimin mengatakan pemerintah Indonesia sedang melakukan pembenahan terhadap penempatan TKI sektor domestik dan mempersiapkan suatu mekanisme penempatan dan perlindungan TKI sektor domestik yang lebih baik di negara penempatan, termasuk Brunei Darussalam.
Namun untuk Brunei Darussalam, Muhaimin menilai pada umumnya TKI tidak mengalami banyak masalah karena budaya yang relatif sama serta didukung dengan pemerintah setempat yang sangat peduli dan mau bekerja sama dengan KBRI dalam hal penganan kasus TKI.
"Namun, yang perlu dievaluasi saat ini adalah besaran tarif agen penempatan dan penyusunan biaya pemberangkatan," ujar Muhaimin.
Pembaruan nota kesepakatan bersama (MoU) mengenai penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) sektor formal dan informal itu telah sampai pada tahapan penyelenggaraan "joint meeting" antara perwakilan pemerintah RI dengan pemerintah Brunei.
Sumber
Indonesia-Brunei Kembali Bahas MoU TKI

Penyiksaan TKI, bagaimana tindakan yang efektif?

Erwiana Sulistyaningsih diperiksa oleh penyelidik Hong Kong di Rumah Sakit Sragen, Jawa Tengah.Dalam satu bulan saja, dua tenaga kerja Indonesia diduga mengalami penyiksaan berat, Erwiana Sulistyaningsih di Hong Kong dan Sihatul Alfiah di Taiwan.Erwiana Sulistyaningsih dirawat di Rumah Sakit Sragen, Jawa Tengah, setelah pulang dari Hong Kong dalam keadaan tubuh mengalami luka berat.Ia telah dimintai keterangan oleh pihak berwenang Hong Kong di Rumah Sakit Sragen dan majikannya pun telah ditetapkan sebagai tersangka.Tidak lama berselang, dugaan kekerasan menimpa seorang tenaga kerja Indonesia, Sihatul Alfiah, yang merantau di Taiwan.Perempuan asal Banyuwangi itu diberitakan terbaring koma di satu rumah sakit di Taiwan. Ia diduga disiksa oleh majikannya.Itulah dua contoh kekerasan yang selama ini menimpa tenaga kerja Indonesia di luar negeri.Bagaimana mengatasi masalah seperti itu?Apakah pelatihan dan pembekalan yang diberikan kepada calon tenaga kerja tidak cukup sehingga mereka rentan penyiksaan dan eksploitasi?Apakah perlu seleksi lebih ketat terhadap tenaga kerja yang akan dikirim ke luar negeri sehingga hanya mereka yang benar-benar mempunyai bekal ketrampilan dan pengetahuan cukup yang boleh diberangkatkan?Apakah perlu juga seleksi lebih ketat terhadap calon majikan?Bagaimana pihak berwenang harus bertindak dalam menangani kasus-kasus kekerasan yang menimpa tenaga kerja Indonesia di luar negeri?Anda mempunyai saran lain?Sumbangan pemikiran Anda kami nantikan untukForum BBC Indonesiadi radio Kamis, 30 Januari 2014, dan juga di online BB CIndonesia.com.Mohon isi nama dan nomor telepon Anda di kolom bawah untuk kami hubungi guna merekam pendapat Anda.Komentar juga dapat disampaikan lewat Facebook BBC Indonesia. Sumber Penyiksaan TKI, bagaimana tindakan yang efektif?
 

Tag

IP

My-Yahoo

Blogger Widget Get This Widget

Histast

Total Pengunjung