Jumat, 15 Maret 2013
BP3TKI Tutup Perusahaan Pengiriman TKI Bermasalah
BNP2TKI Terima Pengaduan TKI Purwakarta Stress di Bangkok

KOMNAS Perempuan Tuntut Negara Bela TKI Terancam Mati
JAKARTA - Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah memaparkan sejumlah alasan yang membuat seorang warga Indonesia berani mempertaruhkan nyawanya untuk bekerja di luar negeri. Yuniyanti juga memberikan saran-saran mengenai penanganan kasus TKI itu.
"Kenapa mereka berangkat, karena mereka adalah korban KDRT, mereka juga dipaksa nikah dini, beberapa di antara mereka juga merupakan single parent," ujar Yuniyanti, dalam Rapat Koordinasi Penanganan Kasus WNI/TKI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi, di Gedung Caraka Loka, Kemlu, Jakarta (15/3/2013).
Terkait TKI yang melakukan pernikahann dini, Yuniyanti memaparkan bahwa seorang gadis bisa saja menanggung empat hingga 10 anggota keluarganya. Bila TKI itu dihukum mati, bisa dibayangkan berapa jumlah anggota keluarganya yang akan terlantar.
Selain alasan-alasan itu, Yuniyanti juga mengutarakan sejumlah alasan lain. Beberapa di antaranya adalah karena, dengan menjadi TKI, mereka bisa menikmati sarana ibadah umroh. Namun semua ini berujung pada satu masalah yaitu kemiskinan.
Namun apa yang mereka dapatkan sesampainya di Arab Saudi justru berbanding terbalik. Sebagian besar dari mereka bekerja dengan porsi yang cukup besar. Rumah-rumah di Saudi umumnya tertutup, jam kerja para TKI juga sangat padat.
Yuniyanti berpendapat pula, PJTKI wajib untuk bertanggung jawab atas hal ini. Hal itu disebabkan karena setiap perlindungan HAM memang harus meliputi peranan berbagai elemen.
"PJTKI harus bertanggung jawab, tapi ini tidak menghilangkan kewajiban negara untuk melindungi (TKI). Perlindungan HAM memang harus dilakukan dengan berbagai elemen. Nyawa siapapun berharga (termasuk pembantu rumah tangga)," tegas Yuniyanti.
Yuniyanti juga menilai, peranan organisasi keagamaan dan juga MUI cukup penting dalam hal ini. Selain itu, para jurnalis dari negeri penghasil minyak juga patut diundang ke Indonesia untuk meliput kampung-kampung para TKI yang bekerja di Arab Saudi.
Dalam kesempatan itu, Yuniyanti pun menyinggung perkataan salah satu akademi Malaysia mengenai hukuman mati. Menurutnya, hukuman mati yang diberlakukan di Malaysia justru tidak menyelesaikan masalah karena kejahatan itu justru semakin meningkat.
TKI Dituntut Pahami Hukum Qisos di Arab Saudi
JAKARTA - Pakar Hukum Universitas Diponegoro Nyoman Serikat Putra Jaya menyoroti permasalahan hukum yang menimpa TKI di Arab Saudi. Menurut Nyoman, penjatuhan hukuman mati terhadap terdakwa di Arab Saudi dan Indonesia jelas berbeda, dan setiap TKI tentu harus mendapat pembekalan berupa pemahaman hukum qisos di Arab Saudi.
"Dalam komparasi hukum Indonesia dan Islam, sistem hukum Indonesia itu menganut sistem Eropa Kontinental, dan mereka itu (Saudi) berbasiskan Timur Tengah yang umumnya berbasiskan syariah. Dalam pidana mereka juga punya tiga macam hukum pidana Islam (Jarimah)," ujar Nyoman dalam Rapat Koordinasi Penanganan TKI yang Terancam Hukuman Mati di Arab Saudi, di Gedung Caraka Loka, Jakarta, Jumat (15/3/2013).
Nyoman memaparkan ketiga jarimah itu, yang pertama adalah Jarimah Hudud yang hukumannya sudah ditentukan, tidak boleh diganggu gugat karena itu sudah menjadi hak Allah. Yang kedua adalah Jarimah qisos-diyat, jarimah itu akan membuat terpidana terancam hukuman qisos atau diyat, korban atau walinya bisa meminta dilaksanakannya hukuman qisos, diyat, maupun memaafkannya tanpa diyat.
Dalam jarimah qisos ada lima kategori kejahatan yaitu pembunuhan yang disengaja, pembnunuhan serupa sengaja, pembunuhan silap, penganiayaan sengaja dan penganiayaan tak sengaja. Dan yang terakhir merupakan Jarimah Ta'zir. Dalam jarimah ini, hukuman akan diserahkan kepada manusia atas kemaslahatan umum.
Nyoman memaparkan, selama ini prosedur hukuman mati di Indonesia jelas masih panjang, namun salah satu hal yang cukup dikhawatirkan adalah bila TKI-TKI di Arab Saudi menganggap pidana dalam kasus pembunuhan di negeri penghasil minyak itu sama yang ada di Indonesia. Nyoman sendiri kurang memahami, apakah para TKI itu benar-benar sudah diberikan bekal berupa pemahaman hukum Arab Saudi atau mereka sendiri sudah paham hukum Islam karena mereka umumnya adalah seorang Muslim.
Oleh karena itulah, Nyoman berpendapat, lembaga-lembaga yang menempatkan TKI di luar negeri seharusnya memberikan pengarahan tentang penerapan hukum mati di Arab Saudi. Hal ini semata ditujukan agar para TKI paham konsekuensi-konsekuensi yang timbul akibat kejahatan yang mereka lakukan.
Nyoman menyebut program pengarahan-pengarahan yang diberikan pemerintah terhadap para TKI itu sebagai langkah preventif demi menghindari peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan. Bersamaan dengan itu, Nyoman turut memberikan apresiasi terhadap Pemerintah Indonesia yang membebaskan TKI-TKI dari hukuman mati lewat pembayaran diyat.
Duta Besar RI untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansur yang hadir dalam acara tersebut juga menambahkan, dalam menangani kasus hukum TKI di Arab Saudi, akan ada dua penerjemah yang disediakan. Satu adalah penerjemah dari pengadilan dan satu lagi dari KBRI/KJRI. Pada 2007 juga ada lawyer in house, dan pada 2012 ada retainer lawyer yang disewa pertahun.
Kedua pengacara itu merupakan pengacara yang bertugas untuk mengurus kasus hukuman mati WNI. Sementara itu untuk kasus lain seperti halnya masalah pembayaran gaji TKI, pembayaran diyat dan lainnya, akan ada pengacara khusus.
Peluang TKI Jadi Bahasan di Forum HIPMI

WIRAUSAHA TKI: Mantan TKI Korsel Potensial Jadi Entrepreuner
Polisi Malaysia Tangkap Puluhan TKI Ilegal Asal Indonesia
Jenazah TKI Asal Bulukumba Masih Tertahan di Kelantan
Langganan:
Komentar (Atom)



.jpg)


