http://infobmi.blogspot.com/. Powered by Blogger.

Saturday, May 17, 2014

TKI di Deportasi Dari Malaysia


Sebanyak 185 Tenaga Kerja
Indonesia yang terdiri dari 98
laki-laki, 85 perempuan dan 2
anak dideportasi dari Malaysia
melalui pelabuhan internasional
Sri Bintan Pura Tanjungpinang,
Kepulauan Riau, Jumat (16/5).
Para TKI tersebut dipulangkan
akibat habisnya izin kerja dan
pemutusan hubungan kerja dari
perusahan tempat mereka
bekerja dan sejumlah TKI
mengaku sempat dipenjara
akibat tidak memiliki dokumen
seperti paspor dan izin kerja.
(ANTARA FOTO/Mika
Muhammad)




Sumber TKI di Deportasi

ILO: Indonesia Perlu Caleg Perempuan Peduli TKI


Bandarlampung
(Antara Lampung)
- Indonesia
membutuhkan
calon anggota legislatif (Caleg)
perempuan yang memiliki
kredibilitas, kapabilitas,
kompetensi, dan rekam jejak
teruji untuk menduduki kursi di
Komisi Ketenagakerjaan dan
Badan Legislasi DPR RI periode
2014-2019 serta peduli terhadap
nasib Tenaga Kerja Indonesia
(TKI).
Capacity Building Specialist
Promote Project International
Labour Organization (ILO)
Jakarta, Irham Ali Saifuddin, di
Bandarlampung, Sabtu
mengatakan, berbagai persoalan
masih saja dihadapi oleh TKI di
luar negeri.
Persoalan ini, demikian Irham
menambahkan, disebabkan oleh
banyak hal yang kompleks. Salah
satu yang paling signifikan adalah
lemahnya produk peraturan atau
perundangan yang benar-benar
menjamin perlindungan dan
berpihak kepada TKI.
"Persoalan Satinah, TKI asal Jawa
Tengah yang terancam hukuman
pancung di Arab Saudi lebih
pada buruknya produk
perundang-undangan. Kalau
jaminan perlindungan normatif
saja tidak ada, dengan cara
apalagi basis kita untuk
memberikan perlindungan pada
TKI atau pekerja rumah tangga
(PRT)?," ujarnya.
Sikap anggota DPR RI dari kaum
perempuan selama ini untuk
persoalan TKI menurut Irham
belum optimal. Hal itu terjadi
karena beberapa hal, seperti
kapasitas penguasaan terhadap
isu ketenagakerjaan baik TKI atau
Pekerja Rumah Tangga (PRT)
yang lemah.
"Lalu kredibilitas keberpihakan
terhadap isu-isu ekonomi
marjinal tidak tampak, dan di
saat yang sama partai absen
dalam memobilisasi kadernya di
parlemen untuk membuat
instrumen produk perundangan
pro rakyat," paparnya.
Irham menilai peran kontrol
partai politik (Parpol) terhadap
anggotanya yang duduk di
legislatif (DPR) selama periode
2009-2014 terkait dengan isu TKI
masih lemah.
Hal ini diindikasikan oleh
mandegnya pembahasan dua
Draf RUU yang strategis, yakni
RUU Perlindungan Pekerja
Indonesia Luar Negeri (RUU
PPILN) yang akan menggantikan
UU 39/2004 yang lebih
berperspektif penempatan TKI,
dan RUU Perlindungan Pekerja
Rumah Tangga (RUU PPRT). RUU
PPRT bahkan sudah dimasukkan
ke DPR RI sejak 2004.
"Artinya, RUU ini mandeg selama
10 tahun. Memang anggota
Komisi IX periode ini membuat
sedikit kemajuan dengan
memfinalisasi bahasan Draf RUU
PPRT dan telah menyerahkannya
kepada Baleg. Namun, hingga
kini di tangan Baleg tidak
terdengar lagi kemajuannya,"
kata dia lagi.
Masalah TKI tidak bisa dipisahkan
dari masalah PRT, karena hampir
80 persen TKI Indonesia adalah
PRT, salah satu pekerjaan tertua
dan didominasi kaum
perempuan.
"Bagaimana mungkin kita akan
meminta perlindungan bagi PRT
kita yang bekerja di luar negeri,
kalau di dalam negeri sendiri
perlindungannya juga tidak
dijamin oleh undang-undang,"
katanya.
Irham menilai, negara selama ini
berkilah bahwa penanganan PRT
sudah cukup dengan UU PKDRT,
UU Trafikcing, dan UU
Perlindungan Anak.
"Di sini terlihat jelas bahwa
negara lupa bahwa PRT adalah
masalah ketenagakerjaan, yang
tidak bisa diselesaikan dengan
ketiga UU tersebut saja. Jaminan
PRT sebagai tenaga kerja perlu
diberikan," kata dia menegaskan.
Ia menambahkan, jaminan itulah
yang nantinya akan negara
tuntut untuk juga diberikan oleh
negara-negara penerima TKI
Indonesia.
"Bila kita sudah memiliki UU
PPRT, kita akan dengan gagah
bisa menuntut negara-negara
tujuan TKI tersebut untuk
melindungi PRT sebagai pekerja,
bukan perlindungan dari tindak
kekerasan, pelecehan atau
perlakuan kurang manusiawi
lainnya, melainkan perlindungan
menyeluruh menyangkut hak-
hak ketenagakerjaan mereka,"
kata dia pula.
Irham mengingatkan, peran
anggota DPR, yang salah satu
tugas utamanya adalah
melakukan fungsi legislasi, yakni
menghasilkan produk-produk
perundang-undangan, sangat
strategis.
"Parpol dalam hajatan nasional
yang akan digelar 9 April 2014
nantinya harus berani membuat
komitmen dengan caleg yang
mereka rekrut dalam kontestasi
pemilu," ujarnya.
Ia menambahkan, pakta
integritas mestinya tidak melulu
mengikat ketertundukan caleg
pada parpol mereka, melainkan
lebih penting lagi bagaimana
caleg yang diusung parpol
memiliki tanggung jawab sosial
kerakyatan yang kuat.
Menurut dia pula, parpol harus
berani melakukan lelang sejak
dini terhadap jabatan-jabatan
politik di DPR yang menyangkut
harkat, martabat bahkan nyawa
orang banyak, seperti Komisi IX/
Ketenagakerjaan, dan Badan
Legislasi (Baleg).
"Parpol jangan melulu
memikirkan orang-orang yang
akan mereka dudukkan di Badan
Anggaran (Banggar) saja, yang
justru kemudian terbukti menjadi
sarang korupsi," demikian Irham
Ali Saifuddin.
Sumber ILO: Indonesia Perlu Caleg Perempuan Peduli TKI
 

Tag

IP

My-Yahoo

Blogger Widget Get This Widget

Histast

Total Pengunjung