http://infobmi.blogspot.com/. Powered by Blogger.

Thursday, January 23, 2014

Lagi, TKI disiksa majikannya di Taiwan BMI Banyuwangi


Anggota Komisi IX Rieke Diah Pitaloka. (Okezone)
Sindonews.com- Kekerasan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) kembali terjadi. Sihatul Alfiah (27), TKI asal Desa Plampangrejo, Banyuwangi, ini mengalami penyiksaan oleh majikan di Taiwan.
"Sihatul berangkat ke Taiwan pada tahun 2012. Ia TKI yang menempuh jalur legal melalui PT Sinergi Binakarya. Kontrak kerja yang disepakati dan ditandatangani adalah merawat orangtua," kata Anggota Komisi IX Rieke Diah Pitaloka melalui siaran persnya, Kamis (23/1/2014).
Rieke menceritakan, setelah sampai di Taiwan Sihatul justru dipekerjakan sebagai pemerah dan pembersih kandang sapi di Liouying, distrik Tainan City.
"Ia harus memerah dan membersihkan kandang 300 sapi setiap hari. Jam kerjanya pun tak manusiawi, mulai jam 03.30-10.00 pagi. Mulai bekerja lagi dari pukul 15.00 hingga 22.00 malam. Ia tidur di dekat kandang sapi," terangnya.
Lanjut Rieke, Sihatul kerap menerima siksaan dari majikannya yang bernama Huang Deng Jin. Lantaran tak tahan disiksa Ia pun sempat mengadu kepada PT dan meminta pindah kerja. "Pihak agen akhirnya mendatangi rumah majikan, namun Sihatul tak bisa pindah kerja malah semakin disiksa oleh majikan," lanjutnya.
Masih berdasarkan keterangan Rieke, tanggal 21 September 2013 korban dipukul dengan benda tumpul oleh majikannya hingga tak sadarkan diri. Sihatul pun lantas dilarikan ke UGD RS Chi Mei Medical Centre di Liouying.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan diagnosa korban mengalami luka di bagian belakang kepala akibat pukulan benda tumpul. Ia pun koma selama satu bulan di rumah sakit.
"Sekarang Sihatul sudah sadarkan diri, namun hidupnya ditopang peralatan medis, tak bisa bicara dan bergerak. Menurut kawan-kawan TKI Taiwan yang ikut memantau kondisi Sihatul, saat ini ia berada di No.1 Min An Rd Baihe District, Tainan City, yang kabarnya bukan rumah sakit, tapi merupakan panti jompo," terangnya.
Nahasnya lagi, setelah bekerja selama 13 bulan Sihatul baru menerima gaji tiga kali yang dikirim oleh pihak agen ke keluarga, sejumlah Rp6,9 juta.
Dengan demikian, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk segera mengambil langkah-langkah terhadap penyiksaan tersebut. "Tak cukup hanya lembaga terkait lakukan mediasi dengan majikan yang berujung sekedar penggantian biaya rumah sakit. Pak SBY, Sihatul tak mungkin Bapak telepon, ia tak bisa bicara, hidupnya ditopang alat."
"Hasil diagnosa rumah sakit membuktikan Rakyat kita dipukul dengan benda tumpul hingga koma satu bulan. Teleponlah Pemerintah Taiwan, majikannya harus segera ditangkap dan diperiksa. Jatuhi hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku di Taiwan."
"Tolong Bapak tanyakan ke Pemerintah Taiwan, betulkah Sihatul dirawat di rumah jompo. Jika benar, Bapak berhak menuntut agar Sihatul dirawat di RS degan perawatan yang semestinya. Penuhi hak-hak normatif Sihaful sebagai pekerja. Pak SBY, bantu cek juga kabarnya pihak PT menyarankan damai dengan bayaran 600 juta," tuntasnya.
Sumber
http://m.sindonews.com/read/2014/01/23/15/829498/lagi-tki-disiksa-majikannya-di-taiwan

TKI Hongkong Alami Pendarahan Otak


KBRN, Solo: Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Erwiana Sulistiyaningsih (20) korban penyiksaan di Hongkong mengalami pendarahan otak.
Hal ini diketahui setelah tim medis Rumah Sakit Islam (RSI) Amal Sehat Sragen yang merawat TKI asal Desa Pucangan, Kecamatan Ngrambe, Ngawi, Jawa Timur (Jatim) melakukan Scanning magnetic resonance imaging (MRI), Kamis (23/1/2014).
Ketua tim dokter yang menangani Erwiana, dr Iman Fadhli mengatakan pendarahan pada otak Erwiana diperkirakan sudah terjadi lama karena sudah membeku.
Radang bekas pendarahan otaktersebut sudah membeku sejak beberapa waktu lalu.
"Pendarahan itu diketahui dari hasil scan MRI dan hasilnya ditemukan bekas pendarahan otak. Mungkin itu sudah lama dan tidak segera mendapatkan penanganan medis," ujarnya.
Menurut dokter Iman, pendarahan otak yang diduga terjadi karena hantaman benda keras saat bekerja di Hongkong tersebut tidak sampai harus dilakukan operasi.
Tindakan medis yang akan dilakukan adalah sebatas terapi fisioterapi.
"Saya rasa belum memerlukan tindakan ekstrim sampai operasi.Cukup terapi saja sampai bekas pendarahan otak tersebut hilang," jelasnya.
Sementara, setelah tim Kepolisian Hongkong, giliran tim dokter forensik dari Hongkong juga mendatangi RSI Alam Sehat Sragen, tempat Erwiana dirawat.
Kedatangan tim dokter dari Hongkong tersebut terkait proses penyelidikan yang saat ini tengah dilakukan.
"Tim dokter Hongkong yang datang adalah dokter forensik untuk kepentingan penyidikan, bukan untuk membantu menangani Erwiana," turur dr Iman Fadhlil.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga sempat mendatangi untuk melihat dari dekat kondisi terkni. Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, kedatangannya ke RSI Amal Sehat ini untuk memastikan adanya perlindungan bagi Erwiana.
Pihaknya sudah berkoordinasi dengan kuasa hukum korban serta aparat kepolisian.
"Kami siap memberikan perlindungan, termasuk koordinasi dengan aparat kepolisian untuk memastikan keamanan korban," ujarnya. (Eddy Susanto/DS)
Sumber http://rri.co.id/index.php/berita/87400/TKI-Hongkong-Alami-Pendarahan-Otak#.UuEkOl18qo9

Hukum Berat Majikan Erwiana!


Suasana aksi solidaritas untuk keadilan bagi Erwiana yang diikuti ribuan massa baik dari kalangan buruh migran, organisasi terkait, hingga warga lokal Hong Kong yang peduli pada perlindungan pekerja migran (sumber: Facebook Sring Atin)
Pemerintah Hong Kong dan Indonesia harus segera mengubah peraturan yang memperbudak PRT Migran di Hong Kong “Persidangan terhadap Law Wan Tung, majikan Erwiana, adalah kemenangan perjuangan buruh migran di Hong Kong yang menuntut keadilan bagi Erwiana dan korban-korban lainya.”, demikian pernyataan Sring Atin setelah menghadiri persidangan pertama hari ini di Kwun Tong Magistracy Court yang berlangsung mulai pukul 02:30 siang di Ruang Sidang Nomor 3.
Hakim memutuskan persidangan kedua pada 25 Maret 2014 dan Law Wan Tung diijinkan menjadi tahanan luar dengan membayar jaminan sebesar 1 juta Hong Kong Dollar yang dibayar oleh suaminya yang juga hadir di persidangan. Hakim juga melarang Law Wan Tung untuk meninggalkan Hong Kong.
Sring Atin juga menambahkan bahwa Pemerintah dan Kepolisian Hong Kong harus meyakinkan keselamatan seluruh korban baik yang saat ini di Hong Kong maupun di luar Hong Kong dari ancaman maupun intimidasi yang mungkin dilakukan majikan dan pihak-pihak lainnya.
“Keadilan bagi Erwiana dan korban lainnya harus ditegakan. Namun pemerintah Hong Kong dan Indonesia harus segera mengubah semua peraturan yang melahirkan kondisi perbudakan terhadap Pekerja Rumah Tangga migran di Hong Kong sehingga tidak ada korban berikutnya,” tegas Sringatin.
Sringatin menegaskan bahwa Kepolisian Hong Kong harus lebih responsif menanggapi pengaduan PRT migran dan menyediakan penerjemah mengingat keterbatasan bahasa. Pemerintah juga harus mencabut aturan yang membatasi tinggal PRT migran hanya 14 hari jika terjadi pemutusan kontrak dan mengharuskan keluar Hong Kong setiap ganti majikan dan pemaksaan tinggal serumah dengan majikan (live-in) meskipun majikan menghendaki pekerjanya tinggal di luar (live-out).
Sedangkan di pihak pemerintah Indonesia harus segera mencabut aturan yang memaksa seluruh buruh migran sektor PRT untuk masuk ke PJTKI/Agensi dan melarang pindah Agensi serta melarang pengurusan kontrak secara mandiri yang dilegalisasikan melalui Sistem Online.
“Penyelesaian kasus per kasus itu kewajiban negara. Tapi tidak akan menghentikan korban-korban berikutnya jika kedua pemerintah tetap menolak mengubah peraturan yang selama ini semakin melanggengkan sistem perbudakan di Hong Kong” tutup Sring Atin

FPDI Perjuangan Sesalkan Pembebasan Majikan Erwiana

Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Dra. Eva Kusuma Sundari, M.A., M.D.E. (Ilustrasi: ANTARA Jateng/Kliwon) Semarang, Antara Jateng - Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Eva Kusuma Sundari menyesalkan putusan pengadilan Hong Kong, Rabu (22/1), yang mengabulkan permohonan pembebasan terdakwa Law Wan Tung dalam perkara penganiaya terhadap tenaga kerja asal Indonesia Erwiana Sulistyaningsih. "Saya menyesalkan pengadilan yang memberikan putusan bebas terhadap Law Wan Tung (44) karena membuka peluang yang bersangkutan mengulang perbuatannya kepada orang lain selain membuka peluang yang bersangkutan kabur," kata Dra. Eva Kusuma Sundari, M.A., M.D.E. ketika dihubungi dari Semarang, Kamis. Menurut Eva K. Sundari yang juga anggota Komisi III (Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia) DPR RI, tiadanya empati hakim terhadap korban amat bertolak belakang dengan proaktifnya polisi yang malakukan penyidikan bahkan hingga ke kampung Erwiana Sulistyaningsih (22). Calon anggota tetap DPR RI periode 2014--2019 dari Daerah Pemilihan Jawa Timur VI itu berharap komitmen polisi Hong Kong tersebut menular ke polisi RI sehingga paradigma 3P (pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat) bisa terwujud. Oleh karena itu, cara kerja polisi Hong Kong harus jadi model dan inspirasi Polri. "Saya harap polisi melakukan pemantauan terhadap tersangka sehingga kekhawatiran terdakwa mengulangi perbuatannya lagi atau melarikan diri tidak terjadi," kata Eva K. Sundari yang juga anggota Tim Pengawas TKI dari FPDI Perjuangan DPR RI itu. Di lain pihak, dia amat menghargai solidaritas para TKI yang justru gigih melakukan kampanye pembelaan. Hal ini seharusnya juga dilakukan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hong Kong. "Kasus Erwiana ini menegaskan betapa mekanisme yang ada saat ini miskin perlindungan. Catatan penting untuk Pansus Revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, baik dari Pemerintah maupun DPR RI," kata Eva. Sebelumnya, Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat kepada Antara mengatakan bahwa sejumlah personel Kepolisian Hong Kong, Senin (20/1) malam, menuju Rumah Sakit Ama Sehat, Sragen, Jawa Tengah, guna memeriksa Erwiana. Jumhur menjelaskan bahwa Erwiana adalah warga Desa Pucangan, Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Yang bersangkutan bekerja sebagai penata laksana rumah tangga (PLRT) di Apartemen J 38F Blok 5 Beverly Garden 1, Tong Ming Street, Tesung, O Kowloon, Hong Kong. Erwiana diberangkatkan PT Graha Ayu Karsa, Tangerang, Banten, pada tanggal 15 Mei 2013. Erwiana kembali ke Tanah Air pada hari Kamis (9/1) dan setelah tiba di rumahnya dibawa ke rumah sakit untuk mendapat perawatan intensif. Editor : D.Dj. Kliwantoro

Disiksa, Tiga TKW Sukabumi di Arab Saudi Menunggu Dipulangkan


Ilustrasi

Skalanews -Serikat Buruh Migran Indonesia wilayah Jawa Barat (SBMI Jabar) mengatakan, tiga Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, menjadi korban penyiksaan di Arab Saudi dengan luka di sekujur tubuh. Ketiganya, saat ini sudah ditampung di Konsulat Jenderal RI di Arab Saudi. Dan masih menunggu untuk dipulangkan. Menurut Ketua SBMI Jabar, Jejen Nurjanah, Kamis, TKW tersebut bernama Kokom, Tutus, dan Papat. SBMI menyebutkan, bahwa Kokom binti Bamay, warga Kecamatan Cimanggu, sudah 16 bulan bekerja di Arab Saudi. Dia disiksa, lalu dibuang majikannya di daerah pegunungan di Mekah. Tutus Djuariah, warga Kecamatan Cisaat, mengalami luka di sekujur tubuhnya. Bahkan kedua kaki lumpuh, serta mata rusak dan rambut digunduli majikan. "Korban sudah bekerja sekitar tujuh tahun di majikannya," kata Jejen. Papat Fatimah, warga Kecamatan Cisaat, sudah bekerja selama lima tahun. Dan selama bekerja korban mengalami penyiksaan, seperti dipukul benda keras sampai ditendang. "Ketiga TKW yang menjadi korban penyiksaan ini, sudah ditampung di Konsulat Jenderal RI di Arab Saudi. Namun belum bisa dipulangkan. Padahal kami dan keluarga para korban, sudah tiga bulan meminta kepada KJRI agar ketiganya dipulangkan," katanya. Menurut Jejen, para korban tidak mendapatkan gaji sepeser pun. Bahkan saat diselamatkan ke KJRI, hanya membawa pakaian yang melekat di badan. (Ant/DS
Sumber
www.skalanews.com/berita/detail/165348

33 WNI dan tiga anak dipulangkan dari Malaysia


ilustrasi TKI Overstay Ratusan Tenaga Kerja Indonesia yang overstay tiba di bandara Soekarno - Hatta, Tangerang, Banten, Sabtu (16/11). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Kuala Lumpur (ANTARA News) - Sebanyak 33 warga negara Indonesia yang merupakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan TKI bermasalah, serta tiga orang anak-anak telah difasilitasi kepulangannya ke Tanah Air oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur, Malaysia. "Para korban tersebut akan dipulangkan ke Indonesia hari Kamis (23/1)," demikian keterangan pers KBRI Kuala Lumpur yang diterima ANTARA, Rabu. Para korban itu terdiri dari 23 orang korban TPPO dan 10 orang TKI bermasalah beserta tiga orang anak-anak. Ke-23 WNI korban TPPO itu merupakan sebagian dari 40 orang WNI yang terjaring razia oleh Unit Anti Pemerdagangan Orang (ATIP) Poli Diraja Malaysia (PDRM) Bukit Aman pada tanggal 30 Oktober 2013 di tiga hotel berlokasi di Bandar Klang, Selangor. Dalam hal ini, Satgas Citizen Services KBRI KL telah mengunjungi para korban TPPO tersebut pada 1 November 2013 di Rumah Perlindungan Khas Wanita (RPKW) Kuala Lumpur. Dari keterangan petugas penyidik, ke-23 WNI tersebut telah selesai diambil keterangannya, baik oleh polisi maupun pengadilan sehingga sudah dapat dipulangkan ke Indonesia. Sedangkan 17 WNI lainnya masih diperlukan dalam persidangan sehingga belum dapat dipulangkan ke Indonesia. Selanjutnya, 10 TKI bermasalah ditampung di Penampungan sementara KBRI KL. Permasalahan mereka antara lain gaji tidak dibayar, tidak betah kerja, dan ditelantarkan suami. Setibanya di Tanah Air, melalui Kementerian Luar Negeri, 23 korban TPPO akan diserahkan ke Bareskrim untuk tindak lanjut penanganan terhadap para pelaku di Indonesia. Pemulangan mereka ke daerah masing-masing akan dilakukan oleh kementerian sosial, namun untuk 9 orang WNI bermasalah akan diserahkan kepada BNP2TKI untuk penangan kasus ketenagakerjaan dan juga pemulangan mereka ke kampung halamannya. Khusus untuk seorang WNI dan tiga orang anaknya yang ditelantarkan suami akan diserahkan ke Rumah Perlindungan Sosial Anak Kementerian Sosial untuk memperoleh penanganan rehabilitasi mereka dan pemulangannya. Dengan dipulangkannya para WNI/TKI tersebut, sejak 1 Januari 2014 KBRI Kuala Lumpur telah memfasilitasi dan memulangkan sebanyak 47 WNI/TKI dan tiga orang anak ke Indonesia.(*) Editor: Ruslan Burhani

Ratusan TKI Ilegal terjaring Razia di Malaysia

Target Malaysia mendeportasi hampir 300 ribu pekerja asing ilegal.

Pekerja TKI ilegal Indonesia ditangkap pihak berwenang polisi Malaysia.
VIVAnews - Kepolisian Diraja Malaysia pada Selasa dini hari, 21 Januari 2014, mulai menggelar operasi penertiban pendatang asing tanpa izin (PATI). Dari operasi tersebut, sebanyak 695 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal yang ikut terjaring. Hal itu diungkap Pejabat Konsuler dan Ketua Satuan Tugas Perlindungan WNI KBRI Kuala Lumpur, Dino Wahyudin, yang dihubungi VIVAnews melalui sambungan telepon, Rabu 22 Januari 2014. Menurut Dino, Polisi Diraja Malaysia memiliki target untuk mendeportasi 292.941 pekerja asing ilegal yang masih bermukim di Negeri Jiran. Dari jumlah itu, 127 ribu di antaranya merupakan TKI ilegal. Data itu diperolehnya dari Direktur Jenderal Imigrasi Malaysia tanggal 16 Januari 2014 kemarin. Dino mengatakan pekerja asing termasuk TKI disebut ilegal lantaran mereka telah menyalahi aturan imigrasi seperti tinggal melebihi batas waktu (overstayer) , tinggal di Malaysia tanpa dokumen dan overstayer, serta terlibat tindak kriminal. Selain itu, para TKI ini juga tidak memiliki izin kerja, lantaran tidak memiliki majikan tetap. "Mereka yang tidak memiliki majikan tetap ini biasanya bekerja di kilang, konstruksi dan perkebunan. Sesuai aturan yang berlaku di sini, setiap orang asing harus memiliki majikan tetap. Nah, selama operasi ini apabila para TKI terbukti masih memiliki majikan, maka mereka masih diizinkan untuk bekerja di Malaysia," ujar Dino. Dia menyebut setelah ratusan TKI itu terjaring, mereka tidak lantas dipulangkan ke Indonesia. "Mereka akan menjalani proses pemeriksaan terlebih dahulu. Mahkamah lah nanti yang memutuskan apakah TKI ini bisa langsung dideportasi atau menjalani hukuman lebih dulu. Jenis hukumannya pun bervariasi, tergantung jenis aturan yang dilanggar," katanya. Artinya, lanjut Dino, semakin kecil jenis kesalahan yang diperbuat, maka dia bisa langsung dipulangkan ke Indonesia. Setelah dideportasi, ujar Dino, ada juga Warga Negara Indonesia (WNI) yang dilarang masuk sementara ke Malaysia, lantaran masih tercatat melanggar aturan hukum di sana. "Bahkan, ada yang dimasukkan ke dalam daftar hitam. Otomatis mereka tidak diizinkan kembali ke sana maksimal selama lima tahun," kata dia. Dino mengatakan operasi ini merupakan bagian dari program 6P yaitu pendaftaran, pemutihan, pengampunan, pemantauan, penguatkuasaan/operasi dan pengusiran. Kini, Kementerian Dalam Negeri Malaysia melancarkan 2P terakhir yaitu operasi dan pengusiran. Operasi ini akan terus digelar hingga semua pekerja asing ilegal terjaring. Dino menyebut, setiap majikan telah diberikan kesempatan untuk mengurus dokumen izin kerja bagi pekerja asing sejak tanggal 19 Oktober 2013 hingga 20 Januari 2014. Dino turut menyampaikan, tujuan dari digelarnya operasi tersebut oleh Kemendagri, lantaran di Negeri Jiran angka kejahatan kian meningkat dan tingkat pengangguran di sana pun kian bertambah. "Angka kejahatan bertambah di Malaysia, karena disinyalir bersumber dari pekerja asing," kata dia. Namun, dia mengatakan, akan ada efek ekonomi yang dirasakan setelah pekerja asing itu menghilang dari Malaysia. Dua bidang yang diprediksi paling terasa, ujar Dino, yaitu konstruksi dan ladang. (umi) © VIVA.co.id
 

Tag

IP

My-Yahoo

Blogger Widget Get This Widget

Histast

Total Pengunjung