http://infobmi.blogspot.com/. Powered by Blogger.

Tuesday, June 25, 2013

39.224 TKI Mengais Rejeki di Korea Selatan Selama 5 Tahun

39.224 TKI Mengais Rejeki di Korea Selatan Selama 5 Tahun Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menyebutkan jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dikirim bekerja ke Korea Selatan sejak 2007 sampai Juni 2013 sebanyak 39.224 orang. Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat mengatakan para TKI yang dikirim ke Korea telah dibekali terlebih dulu sehingga akan lebih matang dalam bekerja. "Jumlahnya sampai Juni 2013 sudah mencapai 4.130 orang," ujar Jumhur dalam acara pelepasan TKI ke luar negeri di Gedung Korea-Indonesia Technical dan Cultural Cooperation Center (KITCC), Jakarta, Senin (24/6/2013). Secara rinci, jumlah TKI yang bekerja di Korea pada 2007 sebanyak 4.303 orang, naik di 2008 sebanyak 11.885 orang. Kemudian di 2009 sebanyak 2.204 orang, pada 2010 sebanyak 3.968 orang, 2011 sebanyak 6.324 orang, tahun 2012 sebanyak 6.410 orang. Dia menuturkan, para TKI yang dikirimkan ke Korea akan bekerja di lima sektor yaitu manufaktur, konstruksi, pertanian, perikanan dan jasa. Dari sektor tersebut, yang paling terbanyak adalah sektor manufaktur. Selain Korea, lanjut Jumhur, BNP2TKI semenjak tahun 2008 sampai Mei 2013 juga sudah mengirim TKI ke Jepang untuk bekerja sebagai perawat. Dengan rincian pada 2008, TKI yang dikirimkan sudah 208 orang, pada 2009 sebanyakj 362 orang. Kemudian di 2010 sudah mengirim 116 orang, pada 2011 sebanyak 105 orang. Sementara pada 2012 sebanyak 101 orang, dan 2013 mengirim 156 orang. "Jadi total TKI yang dikirim ke Jepang dari tahun 2008 sampai Mei 2013 untuk bekerja sebagai Nurse dan Careworker sudah mencapai 1.048 orang," tegasnya. (Dis/Nur)Liputan6.com

Ketua Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) Taiwan, Atin Safitri mengatakan, ada beberapa kebijakan pemerintah yang membuat TKI di luar negeri kecewa.

1. Terkait Asuransi TKI. ATKI menilai, banyak pelanggaran dalam kebijakan asuransi, dimana TKI dipaksa membeli asuransi, meskipun sudah diasuransikan pengguna di luar negeri. TKI juga tidak diberi polis asuransi, sehingga tak bisa mengklaim asuransi apabila mengalami musibah. Kalaupun pengurusan klaim asuransi meminta bantuan ke BNP2TKI, entah itu dalam pelaporan langsung ataupun melalui media call center, tetap saja klaim asuransi berbelit-belit dan susah mencairkannya. “Apabila klaim asuransi bisa cair, seringkali tidak sesuai dengan pertanggungan dari jenis risiko yang dijamin oleh konsorsiun asuransi TKI,” kata Atin dalam rilis yang diterima SP di Jakarta, Senin (24/6). 2. Terkait Perpanjangan Paspor Tanpa Biaya Dalam berbagai pemberitaan dikatakan pembuatan paspor itu gratis. Atin mempertanyakan hal itu. “Silakan kawan-kawan media periksa di lapangan, berapa biaya yang di tanggung TKI Taiwan dalam memperpanjang paspor. Resmi saja ada tarif yang dibebankan kepada TKI,” katanya. Misalnya, TKI yang memperpanjang paspor, maka sesuai ketentuan KDEI Bagian Imigrasi disebutkan untuk foto biometric biaya Nt.200 (Rp.66.000,-) dan ditambah biaya ganti buku Nt.250 (Rp.83.000,-). Biaya ini jika TKI datang sendiri ke Kantor Dagang Ekonomi Indonesia (KDEI) tanpa agensi. Di sisi lain, jika TKI membuat paspornya melalui agensi, biayanya mencekik leher para TKI. Di daerah Taipei, biayanya Nt.3000 sampai Nt.5000 (Rp1 juta – Rp 1,7 juta). “Belum lagi daerah pinggiran Taiwan, bisa Nt.5000 sampai Nt.10.000 per orang. Apakah itu yang dinamakan gratis, seperti yang diberitakan?” tanya dia. 3. Biaya Penempatan TKI Tujuan Taiwan Atin mengatakan, biaya penempatan TKI sampai saat ini masih mencekik leher. Calon TKI harus menanggung beban biaya penempatan sangat langit, dengan potongan gaji per bulan hingga 9 bulan lamanya untuk pekerja sektor informal (PRT). ”Kami TKI di Taiwan sudah berupaya untuk melakukan beragam cara untuk menyampaikan suara kepada pemerintah Indonesia, agar biaya penempatan TKI tujuan Taiwan diturunkan, dan disosialisasikan bahwa maksimal potongan gaji adalah 1 bulan gaji. Namun kami TKI di Taiwan hanya menemui jawaban yang sama yakni akan kita tindaklanjuti dan akan direvisi biaya penempatan TKI tujuan Taiwan,” katanya. 4. Re-Entry Hiring Tentang hal ini, Atin mengatakan, isu kenaikan gaji yang dinyatakan pemerintah berasal dari hasil pembicaraan KDEI dengan TETO pada bulan Agustus 2012 di Bali. Ketika itu, disepakati antara lain, gaji PRT Re-Entry dari NTD.15.840 (sekitar Rp5.250.000,-) naik menjadi NTD 18,780 (sekitar Rp.6.200.000,-). Ironisnya, kata dia, yang akan dibicarakan hanya gaji bagi pekerja yang memperpanjang kontrak secara mandiri (direct hiring). Sementara yang menggunakan agensi/PJTKI tidak bisa menikmati kenaikan gaji ini. “Ide sepihak dari pemerintah Indonesia melalui KDEI dan BNP2TKI ini sangat meresahkan. Bagaimana tidak, untuk meyakinkan kenaikan gaji BMI harus diskusi dengan majikan, majikan kemudian harus mengadakan wawancara dengan KDEI untuk pengurusan kontrak mandiri,” katanya. Atin mengatakan, yang dibutuhkan saat ini bukti, bukan janji. Intinya adalah semua yang ada dalam pemberitaan tersebut adalah bentuk kebohongan publik atas nama TKI Taiwan untuk kepentingan politik. “Jadi ATKI Taiwan memohon dengan tegas terhadap media yang memberitakan tersebut untuk mengklarifikasi kebenaran dari rilis berita tersebut,” katanya. This post was submitted by SP / IM.
sumber>> indonesiamedia.com

'TKI harus punya kontrak kerja jika ingin tetap di Arab'


'TKI harus punya kontrak kerja jika ingin tetap di Arab'
Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Wardana mengatakan, para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang telah memegang Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) diwajibkan untuk segera mencari tempat bekerja baru dan membuat kontrak kerja. Ini karena SPLP sendiri memiliki batas waktu berlaku selama satu tahun. "Bagi mereka yang ingin bekerja di Arab harus ada kontrak kerja dahulu, unsur perlindungan harus ada, juga izin tinggal. Baru akan diganti dengan paspor," ujar Wardana di Gedung Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (24/6). Wardana mengatakan, pihaknya telah memberikan informasi kepada Pemerintah Arab Saudi terkait status SPLP ini yang berlaku lazimnya parpor. Tetapi, belum tentu TKI yang memegang SPLP berarti telah mendapat amnesti dari Pemerintah Arab Saudi, mengingat dokumen ini hanya merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan kemurahan hati Raja Arab Saudi. "Saya sampaikan kepada pihak Arab Saudi, bahwa SPLP sama dokumennya dengan paspor, hanya saja SPLP ini berlaku sampai satu tahun," terang Wardana. Selanjutnya, Wardana menjelaskan, jika dalam waktu satu tahun pemegang SPLP tidak juga memiliki kontrak kerja dan tidak mengganti dengan paspor, maka secara otomatis TKI yang bersangkutan harus kembali ke Indonesia. Terkait dengan biaya kepulangan, dia menjelaskan, pemerintah tidak menanggung hal itu. "Kalau dalam satu tahun tidak mengganti passpor, berarti dia harus pulang. Karena sifatnya mandiri, maka dia harus membiayai sendiri. Kami hanya memfasilitasi sarananya, tetapi atas biaya sendiri," pungkas Wardana. Sumber: Merdeka.com

Pulang dari Arab, Ani tak Bisa Melihat

Pulang dari Arab, Ani tak Bisa Melihat
SEPULANGNYA dari tanah rantau, ibu tiga anak ini harus menerima keadaan matanya yang tidak bisa melihat. Warga Banjaran itu telah lima tahun menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Arab Saudi. Namun selama empat tahun terakhir ia mengalami penyiksaan oleh majikannya. Ani Rohaeni (32) bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Dengan tekad memperbaiki keadaan ekonomi, ia berangkat menjadi TKW pada tahun 2008. Setibanya di Arab Saudi, ia ditempatkan untuk bekerja di Riyadh. Selama satu tahun ia bekerja di sana dan tidak pernah menerima perlakuan yang buruk. Sang majikan di Riyadh melarang Ani untuk memiliki telepon genggam. Alasannya, Ani ditakutkan tidak kerasan bekerja di sana. Namun, secara diam-diam ia membeli sebuah telepon agar bisa menghubungi keluarganya di kampung. Karena tidak menerima Ani memiliki telepon, majikannya pun kemudian tidak mempekerjakannya kembali. Sang majikan mengembalikan Ani ke tempat penampungan para pekerja. "Di tempat penampungan itu, banyak tenaga kerja dari berbagai negara, seperti India, Nepal, dan Filipina. Tempat itu merupakan tempat bagi para pekerja yang dibilang nakal. Di sana kami dikumpulkan dan kemudian akan kembali disalurkan. Namun penyalurannya seperti memperjualbelikan orang. Saya saja dijual ke majikan yang baru seharga 14.000 real atau sekitar Rp 50.000.000," ujar Ani di kediamannya Kampung Babakan, RT 02/05, Desa Sindangpanon, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Senin (24/6/2013). Ia kemudian bekerja di Al Gesim, kota yang berjarak empat jam dari Riyadh. Majikan barunya bernama Muhammad Nasir Soakhli. Di tempat kerja yang baru, ia mulai mengalami penyiksaan setiap hari. Jika melakukan kesalahan seperti memecahkan gelas atau menjatuhkan cucian, ia akan dipukul dengan benda tumpul. "Selama empat tahun setiap hari saya disiksa. Kalau enggak ada kesalahan juga, pasti nyari kesalahan biar bisa mukul saya. Kalau ada jemuran yang jatuh saja, saya dipukul," katanya. Setiap harinya ia harus bekerja dari pukul 07.00 hingga 17.00. Setelah bekerja, ia baru bisa mendapat jatah makan. Makanan yang diberikan pun merupakan nasi sisa majikan. Ia pun harus tidur di kamar mandi berukuran 2x2 meter selama bekerja di sana. "Setelah pukul 17.00 saya bisa makan dan istirahat, tapi di kamar mandi. Nanti jam 00.00 sampai subuh saya juga harus kerja lagi. Nanti subuh baru dikasih makan satu roti tawar. Enggak pernah makan yang lain. Saya juga pernah kabur empat kali, tapi ditemukan terus sama majikan," ujar Ani, yang ditemani kedua anaknya. Akibat penyiksaan itu, matanya tidak bisa melihat. Karena itu pula, majikannya bersedia memulangkan Ani dengan syarat ia tidak mengadu ke kedutaan Indonesia. Gajinya selama empat tahun pun dibayarkan. Setiap bulan ia mendapat 800 real. Namun majikannya mengambil uang gajinya itu sebesar 4.000 real atau Rp 10 juta untuk dibelikan oleh-oleh untuk keluarganya di rumah. "Memang dibeliin hadiah buat orang rumah. Tapi pas dibuka isinya cuma sajadah, boneka, tasbih, baju anak, ikat rambu, bondu, dan sepatu. Masa barang segitu harganya sampai Rp 10 juta. Sebenarnya kontrak saya cuma dua tahun. Tapi majikan melarang saya pulang," katanya. Ia pun dipulangkan oleh majikan dengan menitipkan kepada Nur, TKW yang berasal dari Cianjur. Nur menjadi orang yang mengantarkan Ani dari bandara di Arab hingga menuju rumahnya di Banjaran. Ia berharap pemerintah bisa memberinya perhatian. Ia menginginkan keadilan atas tindakan majikannya yang sewenang-wenang. "Saya boleh pulang asal jangan bilang ke kedutaan. Saya waktu di sana nerima saja karena sudah pengen cepet pulang. Kalau enggak seperti itu saya pasti susah pulang," ujarnya. Sejak tanggal 29 Mei, ia sudah berada di tempat tinggalnya. Bersama ketiga anak dan orang tuanya, ia kini menjalani hidup. Suaminya telah menikah lagi sejak delapan bulan ia bekerja di Arab Saudi. Untuk menyambung hidup ia mengandalkan sisa gaji yang didapatnya. "Mata sudah saya periksakan ke rumah sakit Cicendo. Kata dokter mata, saya sudah tidak bisa melihat. Kalau dioperasi juga cuma buat nyambungin sarafnya. Itu juga harus tiga kali dioperasinya. Saya tidak menerima penyiksaan itu karena membuat keadaan saya menjadi seperti ini," katanya. Ani berencana mengadukan perbuatan majikan dan penyalur tenaga kerja ke kepolisian karena tidak bertanggung jawab. Ia hanya menginginkan keadilan atas kasus yang menimpanya. Anak pertama Ani, Ika Kaswati (13), berharap pemerintah memperhatikan kondisi ibunya. Siswi kelas dua SMP itu mengaku sedih dengan kondisi yang dialami ibunya. "Sedih banget, soalnya Mama berangkat dalam keadaan baik. Tapi pas pulang kondisinya seperti ini. Saya mau minta keadilannya saja sekarang," ujar Ika sambil berurai air mata. (*)Sumber>> TRIBUNNEWS.COM

Gaji TKI di Papua New Gini Rp 18 Juta

hurjum246
JAKARTA (Pos Kota) – Sebanyak 383 tenaga kerja Indonesia (TKI) formal ditempatkan ke sembilan negara oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
“Secara bertahap, mereka mulai berangkat Selasa ini,” kata Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat saat melepas keberangkatan 75 TKI program kerjasama antarpemerintah (Government to Government/G to G) ke Korea Selatan, Senin (24/6)
Selain Korea Selatan, mereka ditempatkan di Jepang, DTaiwan, Myanmar, Papua New Guinea (PNG), Amerika Serikat, Afrika (Zambia dan Geunia Equatorial), serta Eropa.
Ia mengungkapkan, dari 383 TKI itu, 93 orang untuk penempatan G to G ke Korea, yang akan bekerja di bidang manufaktur serta perikanan. Kemudian, 155 TKI perawat G to G ke Jepang terdiri 48 TKI perawat rumahsakit (nurse) dan 107 untuk perawat lanjut usia (careworker).
Di luar Korea dan Jepang, 25 orang akan bekerja di Taiwan pada sektor rumah tangga, yang secara khusus juga menangani perawatan orangtua jompo. Sedangkan ke Amerika Serikat dan Eropa sebanyak 30 yang adalah TKI pelaut di perusahaan kapal pesiar, ditambah 80 TKI pekerja konstruksi dengan tujuan Zambia, Geunia Equatorial, Myanmar, serta PNG.
“Dari 383 TKI, 248 orang ditempatkan melalui program G to G oleh BNP2TKI dan sisanya ditempatkan oleh Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS),” jelas Jumhur.
Menurutnya, untuk TKI G to G Korea akan memperoleh gaji antara Rp 10-22 Juta per bulan, TKI G to G Jepang mendapatkan Rp 20 juta per bulan untuk kategori nurse dan Rp 15 Juta untuk careworker.

Sementara TKI Taiwan digaji Rp 6 Juta per bulan, TKI di Zambia bergaji bulanan Rp 6,5 Juta serta bagi TKI di Geunia Equatorial besaran gajinya Rp 4,5-10,8 juta, yang disesuaikan jenis jabatan TKI pada sektor kontruksi.
Sedangkan TKI sektor konstruksi di PNG gajinya berkisar Rp 3,6-18 juta setiap bulannya dengan mempertimbangkan jabatan pekerjaan TKI dan di Myanmar, TKI konstruksi akan bergaji antara Rp 4-10 juta per bulan. Untuk di kapal pesiar Amerika Serikat, para TKI diberi standar gaji Rp 4,5-17 juta per bulan, dan Rp 7,6-13,5 juta kepada TKI kapal pesiar di Eropa. (Tri)
Teks :Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat bersama TKI yang akan berangkat ke sembilan negara
sumber

Indonesia Terus Upayakan Perpanjangan Waktu Amnesti TKI

http://l.yimg.com/bt/api/res/1.2/CmMRDkPoA8q6sR4np9PrhA--/YXBwaWQ9eW5ld3M7Y2g9MjY3O2NyPTE7Y3c9NDAwO2R4PTA7ZHk9MDtmaT11bGNyb3A7aD0xMjc7cT04NTt3PTE5MA--/http://media.zenfs.com/id-ID/News/antara/20130624221128-calon-tki-tiba-nunukan--mrus-.jpg Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk meminta perpanjangan waktu kepada pemerintah Arab Saudi terkait pemberian masa amnesti (pengampunan) terhadap warga negara Indonesia yang bekerja di negara itu. "Batasan yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi untuk pengurusan amnesti berakhir pada 3 Juli 2013 masih kurang," kata Wakil Menkumham Denny Indrayana kepada wartawan usai rapat pimpinan tingkat menteri (RPTM) di Kementerian Koordintor Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) di Jakarta, Senin. Ia mengatakan bahwa langkah-langkah diplomasi terus mengambil jalur komunikasi tingkat tinggi untuk memastikan bahwa tanggal 3 Juli 2013 sulit untuk dijadikan patokan Menurut Denny, batasan waktu yang diberikan kerjaan Arab Saudi terlalu sempit, terlebih pengurusannya dalam seminggu pihak pemerintah Arab Saudi hanya memberikan waktu satu hari dengan maksimal 200 orang. Sedangkan dalam pelayanan amnesti ini, dengan adanya fasilitas dan tenaga tambahan pihak pemerintah Indonesia melalui Konsulat Jenderal RI permohonan surat perjalanan laksana paspor (SPLP) sekitar 80 ribu, sedangkan dalam sehari bisa mengeluarkan 5 ribu SPLP. Ketika ditanya batas waktu ideal yang diminta Pemerintah Indonesia kepada pihak Kerajaan Arab Saudi, Denny mengatakan bahwa Kementerian Luar Negeri yang tahu hitungannya. "Tapi yang jelas dalam masa fleksibel yang memungkinkan kebijakan pemutihan atau amnesti ini efektif di lapangan," tandasnya. Denny mengatakan, hingga tanggal 23 Juni 2013, terdapat 78.921 WNI yang mendaftar untuk mendapat SPLP. Dari jumlah pendaftar tersebut, sebanyak 35.759 SPLP yang telah diterbitkan dan 30.797 SPLP yang sudah diserahkan. Selanjutnya, proses yang harus dijalankan setelah SPLP dikeluarkan adalah pelimpahan berkas ke Imigrasi Arab Saudi agar pemohon mendapat pemutihan yang dimaksud. "Kelanjutan setelah menerima dokumen imigrasi, kami membantu proses di Imigrasi Jeddah. Sayangnya, pihak Arab Saudi hanya memberikan waktu sehari dalam seminggu, sehingga tidak mungkin semua WNI yang mendaftar dapat memperoleh pemutihan itu," katanya. Di tempat yang sama, Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan waktu yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi terlalu sempit untuk proses pengurusan SPLP. "Pengurusan paspor bagi TKI yang ingin pulang atau ingin bertahan untuk tetap bekerja hanya 1 hari saja dalam seminggu, yaitu hari Rabu. Dalam sehari itu hanya bisa menampung 200 orang TKI yang ingin mendapatkan pelayanan paspor. Itu sangat sempit," katanya. Upaya pemerintah Indonesia, kata Djoko, terhadap TKI di Arab untuk mendapat pemutihan sudah dilakukan secara maksimal. "Kita sudah dokumentasikan mereka semua. Dari sana ada yang sudah punya izin resmi, serta ada yang memamg ilegal. Itulah yang akan kita bantu urus dalam mendapatkan legalnya mereka bekerja di sana atau ingin kembali ke Indonesia. Namun permasalahannya adalah kantor Imigrasi Arab Saudinya itu hanya satu hari dalam melayanani TKI kita," jelasnya. Wakil Menteri Luar Negeri Wardhana menambahkan bagi TKI yang sudah memiliki SPLP bisa mengurus paspor di Kantor Imigrasi Arab Saudi dengan dibantu oleh pihak KJRI setempat. Namun, bagi warga negara Indonesia yang masih ingin berada di Arab Saudi untuk bekerja, maka harus ada kontrak kerja, unsur perlindungan dan izin tinggal. Kalau semua persyaratan tersebut sudah tercapai, maka mereka bisa mengajukan paspor. Bagi mereka yang ingin pulang, bisa segera diajukan," katanya. Ia menilai pemberian amnesti bagi TKI dari pemerintah Arab Saudi memberikan kemudahan bagi TKI yang tidak punya dokumen untuk memperoleh kejelasan status. Wardhana mengatakan pemerintah Indonesia meminta Arab Saudi untuk memperpanjang program pengampunan atau amnesti yang diberlakukan pemerintah negara itu sejak 11 Mei-3 Juli 2013 karena waktu yang diberikan tidak cukup untu mengurusi semua TKI yang berada di Arab Saudi. Menurut dia, pemerintah Arab Saudi nampaknya bakal memenuhi permintaan Indonesia, tetapi hingga kini belum ada tanggapan secara tertulis mengenai perpanjangan program amnesti. "Batas waktu hingga 3 Juli 2013 secara teknis sulit dilakukan dan tak akan tercapai. Paling tidak, kita membutuhkan waktu hingga Lebaran Haji (Idul Adha) nanti," kata Wardhana.(fr) sumber
 

Tag

IP

My-Yahoo

Blogger Widget Get This Widget

Histast

Total Pengunjung