http://infobmi.blogspot.com/. Powered by Blogger.

Monday, October 13, 2014

Pemerintah dan OJK Susun Polis Tunggal Asuransi TKI


Ilustrasi TKW



Jakarta - Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Kemnakertrans) bersama
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah
menyusun polis tunggal untuk asuransi
tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.
Hal ini memudahkan pemerintah menindak
konsorsium asuransi TKI yang berbelit-belit
membayar klaim asuransi TKI.
Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga
Kerja, Kemnakertrans, Reyna Usman,
selama ini polis asuransi TKI bermacam-
macam sesuai jumlah perusahaannya. Hal
ini menyebabkan sejumlah TKI kesulitan
ketika meminta klaim asuransinya. "Ini kita
kerjakan agar untuk melindungi TKI," kata
dia dalam diskusi dengan tema,"Satu Tahun
Perjalanan Asuransi TKI antara Harapan
dan Kenyataan" di Jakarta, Senin (13/10).
Reyna juga mengungkapkan, sehubungan
dengan perlindungan TKI, pemerintah
membuka kantor cabang konsorsium
asuransi TKI di sejumlah daerah. "Jadi kalau
ada masalah, seperti TKI mau dibayarkan
klaimnya bisa diurus di daerah, tidak mesti
di Jakarta lagi," kata dia.
Pemerintah dan OJK juga terus mengawasi
konsorsium asuransi TKI agar tidak
berbelit-belit dalam membayar asuransi
TKI. Menurutnya, sampai saat ini belum
ada pengaduan terkait dengan
pembayaran klaim asuransi calon TKI atau
TKI, yang tidak terbayarkan. "Tak boleh
berbelit-belit," kata Reyna.
Sementara itu, Ketua Konsorsium Mitra
TKI, Mashudi, yang juga sebagai pembicara
dalam acara itu mengatakan, ke depan
sebaiknya polis asuransi harus dipegang
dan atas nama TKI yang bersangkutan. Ia
juga meminta agar perusahaan asuransi TKI
tidak memberilkan diskon kepada TKI
untuk membayar premi asuransi TKI. "Ini
harus disepakati ke depan," kata dia.
Deputi Penempatan Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia (BNP2TKI), Agusdin
Kurbiantoro, meminta asuransi TKI harus
terus berperan menjelaskan program
asuransi kepada calon TKI atau TKI. Ia juga
meminta agar semua asuransi TKI
mempermudah pengajuan klaim asuransi
bagi TKI.
Sebagaimana diketahui, sejak 1 Agustus
2013, pemerintah telah menetapkan tiga
konsorsium asuransi TKI yakni perusahaan
asuransi Mitra TKI, PT Asuransi Jasa
Indonesia (Persero) dan PT Asuransi Tenaga
Kerja Indonesia (Astindo)
Permasalahan TKI yang dilayani perusahaan
asuransi terbagi menjadi tiga. Pertama, pra
penempatan yakni kalau TKI meninggal
dunia, sakit, kecelakaan, tindak kekerasan
fisik dan pemekorsaan. Kedua, masa
penempatan yakni gagal ditempatkan,
meninggal dunia, sakit, kecelakaan di
dalam dan di luar jam kerja, pemutusan
hubungan kerja (PHK) sebelum berakhirnya
perjanjian kerja, menghadapi masalah
hukum, gaji tak dibayar, tindak kekerasan
fisik dan pemerkosaan.
Ketiga, purna penempatan yakni meninggal
dunia, sakit, kecelakaan, kerufian atas
pihak lain selama perjalanan pulang ke
daerah asal dan tindak kekerasan fisik,
psikis dan/atau seksual.


Penulis: E-8/WBP


Sumber: beritasatu.com

Thursday, October 9, 2014

TKI korban penipuan diamankan pihak imigrasi Taiwan

Taipei (ANTARA News) -
Tenaga kerja Indonesia yang
menjadi korban penipuan
diamankan pihak Imigrasi
Taiwan karena dianggap
melakukan pelanggaran izin
tinggal.
Eko Budi Priyanto (26) warga
Dusun Gulunan RT 002/RW
002, Desa Kaliboto,
Kecamatan Mojogedang,
Kabupaten Karanganyar, Jawa
Tengah, itu sejak Rabu (1/10)
hingga kini ditahan di Pusat
Detensi Imigrasi Taiwan di
Distrik Nantou yang berjarak
sekitar 230 kilometer sebelah
selatan Ibu Kota Taiwan di
Taipei.
"Ya, kita mesti menaati aturan
yang berlaku di Taiwan," kata
Asisten Senior Bidang Tenaga
Kerja Kantor Dagang dan
Ekonomi Indonesia (KDEI)
Taiwan, Noerman Adhiguna,
saat dikonfirmasi di Taipei,
Kamis.
Sejak tanggal 21 September
2014, korban yang seharusnya
bekerja di Korea Selatan itu
ditampung di shelter TKI di
Taichung, Taiwan, setelah
terkatung-katung akibat tidak
mendapatkan pekerjaan
sebagaimana dijanjikan agen
penyalur TKI.
Dalam laporan tertulisnya,
Eko berangkat ke Taiwan
pada 19 Agustus 2014. Tujuan
semula, dia bekerja di Korsel.
Namun oleh calo, dia disuruh
melalui Taipei. "Saya seperti
kena magis gitu. Saya hendak
bekerja ke Korea (Selatan),
tapi disuruh ke Taipei dulu,"
ujarnya di Taichung, Selasa
(23/9).
Setibanya di Taipei, dia
bingung dan tidak mengerti
maksud dan tujuannya. Untuk
bisa bertahan hidup, dia
bekerja sebagai kuli bangunan
di Taipei.
Namun dia tidak sanggup
bekerja di bangunan karena
penyakit ambeiennya kambuh
sehingga dia berusaha
mencari pertolongan. "Syukur,
saya ketemu orang Indonesia
saat berada di warung
Indonesia di Taichung
sehingga saya bisa ke shelter,"
katanya.
Noerman meminta kepada
korban untuk bersabar sambil
menunggu proses hukum.
"Kami akan membantu
penanganannya sampai sidang
di imigrasi selesai," ujarnya
menambahkan.


Editor: Desy Saputra


Sumber www.antaranews.com/berita/457687/tki-korban-penipuan-diamankan-pihak-imigrasi-taiwan

Wednesday, October 1, 2014

Titik Rawan Permasalahan Buruh Migran


Migran
Sep
24
Posted by admin Posted in
Opini 0
Ilustrasi Titik Rawan
Permasalahan Buruh Migran
(Sumber ilustrasi:
buruhmigran.or.id)



Hasrat masyarakat Indonesia
untuk menjadi buruh migran
(TKI/TKW) termasuk dari
Banyumas, ternyata tidak surut
walaupun kejadian menyedihkan
bak silih berganti seolah tiada
henti. Semangat mereka untuk
bekerja di luar negeri karena
termotivasi oleh banyak hal:
kemiskinan, minim peluang kerja,
ikut jejak sukses teman, gaya
hidup dililit hutang dan lain-lain.
Karena itulah, mereka sudah
merasa bisa atau siap
menghadapi resiko apapun yang
terjadi, yang penting bisa cepat
diberangkatkan ke negara
tujuan.
Banyak dari calon TKI yang
kurang menyadari, bahwa
sebenarnya menjadi buruh
migran (TKI/TKW) itu perlu
persiapan-persiapan yang
matang, kalau ingin menjadi
buruh migran yang aman dan
nyaman. Calon buruh migran
seharusnya tidak berangkat
keluar negeri terlebih dahulu
sebelum siap Dokumen, siap
Fisik, siap Kemampuan dan siap
Iman.
Siap dokumen berarti calon
buruh migran harus mengalami
proses administrasi yang benar.
Alur pengurusan dokumen harus
dimulai ditingkat bawah.
Pemerintah desa setempat
mutlak harus tahu
keberangkatan calon TKI
bersangkutan. Pastikan tidak ada
manipulasi data, baik KTP, KK
dan lainnya. Semua ini untuk
mengantisipasi hal yang tidak
diinginkan. Sebaiknya
menghindari pengurusan
dokumen oleh calo/perekrut
yang tidak dikenal baik.
Siap fisik artinya kondisi calon
TKI harus benar-benar sehat.
Pilih tempat Medical Check yang
bisa dipertanggungjawabkan.
Banyak tempat medical check
yang tidak bertanggungjawab.
Hati-hati dengan rayuan manis
dari calo yang tak dikenal
dengan baik. Jangan sampai
sudah di luar negeri ternyata
kondisi badan unfit. Tidak sedikit
calon buruh migran
dipermasalahkan hasil tes
kesehatannya sesampai di luar
negeri.
Siap kemampuan sama artinya
calon TKI harus sudah mendapat
pendidikan di BLK (Balai Latihan
Kerja), baik yang dikelola
pemerintah ataupun balai latihan
kerja milik PPTKIS (Perusahaan
Pengerah Tenaga Kerja Indonesia
Swasta) yang yang sudah
mendapat rekomendasi dari
pemerintah. BLK adalah tempat
dimana calon buruh migran
mendapat ketrampilan pekerjaan
yang akan menjadi bekal bekerja
di Negara tujuan. Tanpa digodok
di BLK, calon buruh migran akan
minim kemampuan. Akan sangat
berbeda antara calon TKI yang
mendapat pendidikan terlebih
dahulu dengan yang hanya
menunggu visa dari rumah.
Dan yang tak kalah pentingnya
selain kesiapan dokumen, fisik
dan kemampuan adalah
kesiapan iman. Banyak kejadian
di luar negeri, TKW tak tahan
dengan godaan majikan atau
godaan sesama pekerja, yaitu
pekerja laki-laki. Di beberapa
Negara tujuan TKI, seperti
Malaysia, Brunei, Singapura,
Hongkong, Taiwan, tak sedikit
para TKW menjalin asmara
dengan majikan atau pekerja
laki-laki dari Bangladesh, India
dan Pakistan, padahal mereka di
rumah sudah mempunyai suami.
Kondisi tersebut akan
berdampak kepada keutuhan
rumah tangga. Kita sering
melihat anak-anak di daerah
kantong-kantong buruh migran
yang berwajah Indo; Indo-Arab,
Indo-India, Indo-Pakistan, Indo-
China dan lainnya. Anak-anak
tersebut merupakan hasil jalinan
“asmara” dengan para lelaki di
luar negeri.
Kesiapan-kesiapan dokumen,
fisik, kemampuan dan iman
tersebut sangat penting dan
sangat fundamental untuk
dilakukan oleh para calon buruh
migran. Namun sayang, tak
semua calon buruh migran mau
melakukan persiapan yang
matang. Informasi dan ajakan
dari calo kadang lebih ampuh
ketimbang berpikir yang realistis.
Faktor sumber daya manusia
bisa menjadi penyebab, mengapa
mereka begitu pasrah dengan
apa yang dikatakan calo/
perekrut. Maklum, latar
belakang para buruh migran,
90% adalah bekerja di sektor
informal, tepatnya sebagai
peñata laksana rumah tangga
atau pembantu rumah tangga.
Dan kebanyakan dari mereka
bukan produk dari pendidikan
tinggi. Persoalan hukum,
asuransi, kultur negara tujuan
dan masalah teknis lainnya,
sering tak terpikirkan oleh para
calon buruh migran. Banyak
diantara mereka yang hanya
modal nekad, tanpan kesiapan
yang baik.
Kondisi seperti inilah yang
menjadikan para buruh migran
rentan sekali terhadap berbagai
masalah, baik saat pra
pemberangkatan, saat di tempat
kerja ataupun pasca kepulangan.
Inilah titik-titik rawan
permasalahan buruh migran
yang sering terjadi di hadapan
kita.
Pra Pemberangkatan

Selum berangkat ke luar negeri,
kita sering mendapati calon TKI
yang mempunyai keinginan
sangat kuat untuk segera
diberangkatkan ke negara
tujuan. Mereka juga
menginginkan proses
administratif mudah, tak
berbelit-belit, sehingga banyak
fakta, calon TKI tidak mengurus
dokumen sendiri, tetapi
diuruskan oleh calo. Calon TKI
tinggal terima bersih. Kalimat
“yang penting beres dan segera
berangkat ke negara tujuan”
menjadi kalimat penghibur bagi
calon buruh migran.
Tak semua proses seperti itu
berjalan mulus dan sukses. Janji
calo banyak juga yang tidak
sesuai dengan apa yang
dikatakan. Kalau sudah begini,
calon TKI hanya bisa menyesali,
kenapa tidak mengurus sendiri
dengan memakai prosedur yang
berlaku. Padahal jika mau
mengurus sendiri, atau paling
tidak bertemu langsung kepala
desa setempat, pasti akan
banyak didapat informasi yang
benar.
Peristiwa terbaru terjadi saat
Badan Nasional Perlindungan
dan Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia (BNP2TKI)
mengamankan 303 tenaga kerja
wanita (TKW) dari sebuah rumah
di kawasan Poncol Raya Ciputat
Timur, Tangerang Selatan.
Rumah itu diketahui digunakan
sebagai Balai Latihan Kerja (BLK)
Luar negeri.
Seperti dilansir detik.com, saat
digerebek oleh BNP2TKI, Rabu
(3/9/2014), keadaan dalam
rumah tersebut penuh sesak
karena over kapasitas. Para TKW
tersebut umumnya berasal dari
NTT, tetapi ada juga yang dari
Cilacap, Jawa Tengah. Banyak di
antara mereka tak dapat
menunjukkan kartu identitas.
Petugas dari BNP2TKI juga
mendapati TKW yang masih di
bawah umur. Rencananya
mereka akan dikirim ke Malaysia.
Tak hanya itu, kejadian gagal
berangkat ke luar negeri setelah
lama di penampungan, dokumen
ditahan PPTKIS sebagai jaminan
bila tidak sukses di luar negeri,
dituntut ganti rugi atau tebusan
karena dianggap merugikan
PPTKIS/PJTKI, terlalu lama di
penampungan karena tak ada
kejelasan kapan visanya turun,
pemalsuan dokumen disebabkan
masih dibawah umur, perekrutan
illegal demi keuntungan sepihak
dan terjerat hutang karena tidak
mempunyai uang sendiri untuk
biaya pemberangkatan ke luar
negeri. Hal-hal seperti itulah
yang sering dialamai buruh
migran sebelum mereka
berangkat ke luar negeri.
Di Tempat Kerja /Negara
Tujuan


Sesampai di negara tujuanpun,
buruh migran tak lantas aman
dari permasalahan. Tidak ada
orang Indonesia, yang
menginginkan kejadian yang
menimpa Ruyati dari Sukabumi
Jabar (2011) dan Satinah dari
Ungaran Jateng (2013) terulang
lagi. Mereka mendapat ancaman
hukuman mati di Arab Saudi.
Sebuah peristiwa yang sangat
menyedihkan, dan
penyelesaiannya harus
melibatkan banyak pihak. Dan
jika ingin menggagalkan
hukuman itu tebusannya tidak
main-main, tapi harus
menyediakan uang milyaran
rupiah.
Tak hanya Ruyati dan Satinah,
Migrant Care Jakarta (2013)
mencatat masih ada 265 Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) yang
menunggu nasib hukuman mati
seperti Satinah. Dari jumlah
tersebut mereka tersebar di Arab
Saudi, Malaysia, Tiongkok,
Singapura, Uni Emirat Arab,
Qatar dan Iran.
Beberapa permasalahan lain
yang sering terjadi di tempat
kerja diantaranya: Pemutusan
hubungan kerja (PHK) sepihak
dari majikan dengan alasan yang
tidak jelas, dokumen ditahan
oleh agen atau majikan karena si
TKI tak tahan dengan perlakuan
majikan, mengalami sakit
mendadak, tidak digaji lantaran
majikan tak mampu membayar,
dianiaya oleh majikan/agen
karena dianggap melakukan
sebuah kesalahan, tidak
mendapat libur/cuti baik
mingguan maupun bulanan,
dilarang beribadah terutama di
nagara-negara tujuan TKI yang
penduduknya non muslim ,
dilarang berkomunikasi dengan
keluarga di tanah air karena
majikan curiga pekerjaannya
menjadi tidak fokus, dan pulang
dengan biaya sendiri disebabkan
majikan tak mampu membelikan
tiket kepulangan. .
Pasca Kepulangan

Saat yang paling indah dan
bahagia, yang dirasakan buruh
migran, adalah saat dimana
masa kontraknya sudah selesai,
dan segera kembali ke tanah air.
Indah dan bahagia karena akan
bertemu lagi dengan orang-
orang yang dicintai, anak, istri/
suami, orang tua kerabat dan
lainnya. Paling tidak jerih payah
di negeri orang tersebut akan
dibayar dengan aura kampung
halaman yang lama ditinggalkan.
Dan bagi yang sukses, mereka
akan menuai pundi-pundi uang
yang telah dikumpulkan. Dan
tentunya kondisi kebahagiaan
seperti itu sangat wajar.
Namun begitu menginjakan kaki
di bandara Soekarno Hatta
Jakarta, ada sebagian dari buruh
migran yang lantas menjadi
“makanan empuk” oknum-
oknum nakal di terminal
Selapanjang, atau lebih terkenal
dengan sebutan terminal IV
bandara Sootta. Mereka yang
pernah mengalami pengalaman
pahit di tempat itu menyebutnya
terminal ”neraka bagi TKI”. Fakta
menunjukan, saat ada inspeksi
mendadak dari Komisi
Pembrantasan Korupsi (KPK)
bersama Bareskrim Polri, UKP4
(Unit Kerja Presiden bidang
Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan), dan Angkasa
Pura II di Selapajang pada 27 Juli
2014 lalu. Saat inspeksi, tim
menemukan 18 pemeras TKI
yang diduga pemain lama. Di
antaranya oknum Polri dan TNI
Angkatan Darat, terkait dengan
penyediaan pelayanan publik
untuk Tenaga Kerja Indonesia
(TKI).
Modusnya seperti kurs valuta
asing yang lebih rendah dari
umumnya penukaran uang yang
merugikan TKI, memaksa para
TKI menggunakan taksi gelap
bandara dengan harga selangit,
tidak jelasnya waktu tunggu sejak
membeli tiket ke daerah sampai
dengan berangkat, hingga
banyaknya praktek pemerasan,
penipuan dan berbagai
perlakuan buruk lainnya.
( metro.online 27/7/2014)
Kabur dari majikan, dan tidak
bisa mengambil paspor yang
masih ada di majikan, juga sering
terjadi, terutama di Malaysia. Hal
ini juga menimpa TKI asal desa
Karangrau, Banyumas yang tidak
bisa pulang ke Indonesia karena
yang bersangkutan tidak
memegang paspor. Menurut
penuturan keluarganya, Suryati
(40) sudah lima tahun belum
pulang ke Indonesia. (Radar
Banyumas; 20/9/2014)
Permasalahan lain yang sering
terjadi pasca kepulangan adalah:
dituntut ganti rugi oleh PPTKIS/
PJTKI karena pulang sebelum
masa kontrak berahir, dokumen
ditahan oleh PPTKIS sebagai
jaminan jika ada permasalahan,
mengalami depresi disebabkan
kondisi tempat kerja yang kurang
nyaman, cacat permanen karena
kecelakaan di tempat bekerja,
keluarga tidak harmonis karena
salah satu dari keluarga (istri/
suami) selingkuh, hasil kerja
habis oleh keluarga karena tidak
ada persiapan menejemen/
pengaturan penghasilan yang
jelas dan lain-lain.
Itulah beberapa titik rawan
permasalahan TKI. Penulis tak
bermaksud membuat hati kecil
para calon buruh migran
menjadi patah semangat untuk
bekerja di luar negeri, namun
hanya ingin berbagai informasi,
agar titik-titik tersebut tidak
dialami oleh calon buruh migran
Indonesia. (woyo.seruni@
gmail.com)
Sus Woyo
Post Tagged with peduli buruh
migran, seruni banyumas, TKI
Banyumas
Sumber seruni.or.id
 

Tag

IP

My-Yahoo

Blogger Widget Get This Widget

Histast

Total Pengunjung