http://infobmi.blogspot.com/. Powered by Blogger.

Monday, February 17, 2014

Penyelesaian Kasus BMI di Arab Saudi Lebih Penting Dari Pada Moratorium


Berita tentang permasalahan Buruh Migran Indonesia di negara penempatan seolah tidak pernah berakhir, terutama di daerah Timur Tengah seperti Arab Saudi. Setelah dihebohkan dengan kasus penyiksaan dan pembuangan terhadap Kokom Binti Bama, buruh migrant Indonesia asal Sukabumi oleh majikannya di Jeddah, juga kematian beberapa buruh migrant di Saudi, beberapa kasus buruh migrab seperti penyelesaian BMI overstay yang sampai saat ini belum selesai juga masih terus mengemuka. Kasus-kasus lain seperti 42 buruh migrant kita yang tengah menantikan hukuman mati, salah satunya Sutinah yang menanti dieksekusi pada bulan April mendatang, juga menjadi pusat keprihatinan kita sebagai anak bangsa. Seakan tak menampik fakta- fakta permasalahan yang kerap dihadapi oleh buruh, pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) malah berniat membuka kesepakatan moratorium terhadap Arab Saudi. Seperti yang santer diberitakan, pada 19 Februari nanti, Indonesia dan Arab Saudi akan menandatangani kesepakatan kerja sama tentang moratorium tenaga kerja Indonesia. Direktur Eksekutif Migrant Institute (MI) Indonesia, Adi Candra Utama, dalam pers releasenya yang diterima kepribangkit.com, Senin 17 Februari 2014, mengatakan, persoalan penyelesaian buruh migrant Indonesia di Arab Saudi jauh lebih penting dari pada moratorium. “Masih banyak kasus buruh migran kita di luar negeri khususnya Arab Saudi. Untuk apa moratorium kalau hanya akan menambah persoalan baru terhadap tenaga kerja kita di luar negeri. Pemerintah jangan hanya memikirkan devisanya saja tetapi bagaimana sistem perlindungan buruh migran agar lebih menjamin terhadap kenyamanan para TKI kita di luar negeri,” jelas Adi Candra. Kebijakan pemerintah yang lebih mementingkan moratorium mengindikasikan, Indonesia akan kembali mengirim tenaga kerja perempuannya sebagai pembantu rumah tangga ke Arab Saudi. Padahal, polemik masalah terhadap BMI wanita yang menjadi pembantu rumah tangga di Arab Saudi belum diselesaikan dengan baik oleh Pemerintah. Pemerintah pun belum mampu menjamin warga negaranya untuk dapat bekerja dengan baik di negeri orang, karena perangkat perlindungan oleh pemerintah belum sempurna. “Migrant Institute menghimbau pemerintah, melalui Menakertrans untuk membatalkan rencananya mencabut moratorium pengiriman BMI ke Saudi sebelum ada penandatanganan MoU yang menjamin perlindungan BMI,” katanya. Tidak hanya itu, Migrant Institute juga mendesak pemerintah untuk menyelesaikan berbagai persoalan BMI di Saudi, termasuk memulangkan TKI-O secara serentak. Kemudian, pemerintah juga diminta melakukan lobbying diplomatik tingkat tinggi untuk penangguhan eksekusi Sutinah dan 42 BMI lainnya yang terancam hukuman mati di Arab Saudi. “Yang tak kalah pentingnya, memastikan nota kesepahaman dengan Saudi memuat prinsip perlindungan sesuai standar hak asasi manusia. Jadi tidak hanya sekedar moratorium semata,” pungkasnya. (yon/kb)www.kepribangkit.com

90 Persen TKI Asal Sampang Berstatus Ilegal


KBRN, Sampang: Keberadaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) berstatus ilegal memang sulit untuk dihilangkan, salah satunya seperti asal Kabupaten Sampang.
Menanggapi keberadaan TKI tanpa dilengkapi dokumen resmi, Kasi Tenaga Kerja Dinsosnakertrans Sampang Bisrul Hafi mengaku, untuk didaerahnya sendiri sampai saat ini jumlah TKI ilegal masih sangat tinggi. Bahkan dari jumlah 20 ribu lebih warga Sampang yang menjadi tenaga kerja keluar negeri dengan tujuan Malaysia dan Arab Saudi, 90 persen diantaranya masih berstatus ilegal.
"Kalau Sampang TKI ilegalnya sangat tinggi. Dari ribuan TKI asal Sampang itu hanya 10 persen yang resmi, kalau 90 persen lainnya ilegal. Data tersebut setelah kita mendapat informasi dari beberapa sumber dan jumlah TKI yang setiap tahunnya dipulangkan," ujar Bisrul Hafi, Senin (17/2/2014).
Menurut Bisrul Hafi, tingginya jumlah TKI ilegal sendiri karena kurang pahamnya masyarakat serta lebih tergiur dengan langkah instan. Sehingga jalur melalui tekong lebih diminati dari pada jalur resmi.
"Masyarakat yang mau menjadi TKI masih tergiur dengan iming-iming tekong, selain itu juga mereka maunya instan. Kalau melalui Dinsos ya harus dilakukan pembekalan, karena setiap negera syarat menerima TKI kan beragam," imbuhnya.
Lebih lanjut Bisrul Hafi mengatakan, untuk kantong TKI ilegal asal Sampang sendiri berasal daeri wilayah utara diantaranya Kecamatan Karang Penang, Ketapang, Sokobanah serta Banyuates.
Dengan banyaknya TKI ilegal asal Kabupaten Sampang, pada tahun 2013 sendiri sedikitnya 1046 orang yang dipulangkan dari negara rantauan.
Sumber RRI
 

Tag

IP

My-Yahoo

Blogger Widget Get This Widget

Histast

Total Pengunjung