http://infobmi.blogspot.com/. Powered by Blogger.

Thursday, March 14, 2013

TKI di Luar Negeri Diperlakukan bak Budak


TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengkritik diplomasi pemerintah terhadap penanganan tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri yang terancam hukuman mati. Dia mengatakan penanganan pemerintah atas tenaga kerja bermasalah ini sifatnya masih reaktif. "Seharusnya ada kesepakatan dari Indonesia dan Arab Saudi yang berbasis hak asasi manusia," katanya, dalam rapat koordinasi penanganan kasus WNI/TKI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi, di Jakarta, Kamis, 14 Maret 2013. Anis menyesalkan kesepakatan antara kedua negara yang masih berjalan di tempat. "Konstitusi kita menyatakan hak hidup adalah hak asasi yang tidak bisa dikurangi. Namun begitu banyak TKI di Arab yang menunggu hukuman mati," kata Anis. Menurut dia, aturan yang tidak sesuai dengan konstitusi merupakan hambatan dalam menangani kasus TKI. Pekerja Indonesia di luar negeri selalu berada dalam posisi korban. "Mereka bukan hanya disiksa, tapi juga dibatasi haknya. Ini sama saja seperti perbudakan," ucap Anis. Ia juga menegaskan, sekalipun pekerja yang terancam hukuman mati terbukti bersalah, mereka jangan diposisikan sebagai pelaku kriminal. "Harus dilihat latar belakangnya seperti apa. Mengapa mereka terpaksa membunuh?" kata Anis. Anis pun mendorong pemerintah untuk segera membebaskan TKI di Arab Saudi bernama Satinah yang hendak divonis mati pada 13 Juni 2013. Satinah adalah terdakwa kasus pembunuhan terhadap majikannya pada 2007 lalu. Perempuan asal Jawa Tengah itu bisa bebas jika ada diyat atau uang denda yang diminta ahli waris korban sebesar 10 juta riyal atau Rp 25 miliar. Anis menegaskan berapa pun diyat yang diminta harus dibayarkan. "Pokoknya jangan sampai ada nyawa melayang," katanya.

TKI Pamekasan Meninggal di Malaysia


suarasurabaya.net - TKI asal Desa Bajur, Pamekasan, dikabarkan meninggal dunia di tempat kerjanya di Malaysia karena mengalami kecelakaan kerja. "Kami masih akan melakukan pengecekan status TKI asal Pamekasan yang meninggal dunia itu, apakah legal atau ilegal," kata Moh Zakir Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Pamekasan seperti dilaporkan Antara, Kamis (14/3/2013). Ia menjelaskan, pihaknya baru mengetahui adanya informasi kematian TKI itu dari masyarakat dan belum mengetahui nama lengkap korban. Ia menduga, TKI yang meninggal asal Desa Bajur, Kecamatan Waru, itu ilegal sebab sampai saat ini pihak Dinsosnakertrans belum menerima informasi dari Dinas Tenaga Kerja Jawa Timur. "Kalau legal, biasanya kami menerima surat dari dinas terkait ataupun dari perusahaan jasa tenaga kerja yang memberangkatkan," katanya. Berdasarkan laporan masyarakat, TKI asal Desa Bajur yang meninggal dunia di tempat kerjanya di Malaysia itu mengalami kecelakaan kerja, Rabu (13/3). Saat ini jenazah korban masih dalam perjalanan menuju Surabaya dan pihak keluarganya masih akan menjemput korban. "Kemungkinan nanti malam jenazah tiba di rumah duka," kata tokoh masyarakat di Desa Bajur Abdul Kadir. Kadir juga menjelaskan, korban bekerja sebagai kuli bangunan di Malaysia dan telah menjadi TKI sejak beberapa bulan lalu. "Keluarganya miskin dan kami berharap pemerintah bisa memberikan santunan," katanya.(ant/edy)

Kasus TKI, Kemlu Tuding Ada Mafia Diyat di Saudi


Jakarta - Pemerintah Indonesia selalu berupaya menyelamatkan TKI yang terancam hukuman mati di luar negeri. Salah satunya ialah membayar uang diyat (uang tuntutan dari korban-red) seperti di Arab Saudi. Kasus terakhir, pemerintah diminta membayar uang diyat sebesar Rp 25 miliar (sebelumnya ditulis Rp 10 miliar-red) untuk menyelamatkan Satinah yang terlibat kasus pembunuhan. Uang diyat yang dibayar pemerintah berasal dari pajak negara. Tapi bila melihat jumlah uang diyat dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan. Bahkan angkanya sudah irasional dan tidak proporsional. "Dengan adanya hal tersebut pihak korban akan menentukan jumlah diyat sesuai fakta hukum dan fakta di lapangan," jelas Dirjen Perlindungan WNI dan BHI Kemlu, Tatang Budie Utama Razak, dalam Rakor Penanganan Kasus TKI yang Terancam Hukuman Mati, di Gedung Diklat Kemlu, Jl Sisingamangaraja, Jakarta, Kamis (14/3/2013). Tatang bahkan mengindikasi adanya mafia di balik pembayaran diyat ini. Dia menceritakan pada awal-awal pemerintah pernah membayar diyat dengan harga 55 ribu Riyal namun di tahun-tahun berikutnya kisaran diyat selalu naik bahkan mencapai 22 juta Riyal. "Kami memang mendapat indikasi, ada makelar diyat, setelah kita bayar Darsem 22 juta Riyal, selalu ada indikasi naik terus, tapi di satu sisi kita tidak ingin 1 nyawa melayang," paparnya. Tatang mengatakan, pemerintah akan mengkaji dan mengambil langkah-langkah strategis untuk menetapkan besaran uang diyat. Kemlu pun terus berupaya untuk menentukan kisaran diyat dengan jumlah yang proporsional. "Dulu ada kasus misal PRT Indonesia menggorok leher anak kecil apa kita harus bayar? Siapa yang bisa terima?" Jelasnya. sumber @detikNews

52 Calon TKI Tertipu Perusahaan Penyalur


Para calon TKI sudah dua tahun menunggu keberangkatan ke luar negeri dengan membayar Rp25 juta hingga Rp65 juta. Dana yang disetorkan para calon TKI itu telah mencapai Rp1,25 miliar dan sampai sekarang tidak ada kejelasannya. Jakarta, Aktual.co — Sebanyak 52 calon tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Bali tertipu Rp1,25 miliar oleh dua perusahaan penyalur tenaga kerja ke luar negeri. "Mereka mengadukan nasibnya kepada kami karena merasa telah menjadi korban penipuan yang dilakukan oleh PT Reka Wahana Mulia dan PT Fortuna Bali Cemerlang," kata I Made Sugianta SH dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali di Denpasar, Kamis (14/3). Para calon TKI sudah dua tahun menunggu keberangkatan ke luar negeri dengan membayar Rp25 juta hingga Rp65 juta. Dana yang disetorkan para calon TKI itu telah mencapai Rp1,25 miliar dan sampai sekarang tidak ada kejelasannya. Wayan Gede Suardipa, calon TKI, merasa frustrasi karena setelah dua tahun menunggu dan berupaya melalui pendekatan kepada pihak perusahaan selalu gagal. "Perusahaan hanya bisa menjanjikan untuk mengembalikan, tapi nyatanya sampai sekarang belum juga dikembalikan," ucap calon TKI yang mendaftar di PT Reka Wahana Mulia itu pada Februari 2011. Dia mengaku tertarik iklan lowongan kerja ke luar negeri di salah satu media lokal di Bali. Ia pun kemudian mendaftarkan diri dengan membayar uang muka biaya pemberangkatan dan pengurusan visa sebesar Rp25 juta. Setelah menunggu selama dua tahun, ternyata uang pun tidak dikembalikan dan dirinya belum juga diberangkatkan ke Kanada untuk menjadi tenaga kerja tanpa keahlian di negara tersebut. Hal senada disampaikan M Taufik Yulianto, calon TKI yang mendaftar melalui PT Fortuna Bali Cemerlang. Dia berkali-kali meminta pengembalian uang dari perusahaan. "Tapi kami malah seperti dipermainkan oleh perusahaan karena hanya memberikan janji manis tanpa ada realisasi sehingga hal ini kami adukan ke LBH Bali untuk ditangani," ujarnya. Rencananya para calon TKI itu akan diberangkat ke Kanada, Polandia, Inggris, dan Qatar. Namun sampai dua tahun, mereka belum juga diberangkatkan. sumber:Epung Saepudin aktual.co

Ribuan TKI Pulang Kampung karena Krisis Sabah


SURYA Online, NUNUKAN - Ribuan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Sabah, Malaysia, terpaksa pulang kampung akibat konflik di wilayah itu. Salah seorang TKI bernama Beddu, di Nunukan, Rabu, (13/3/2013), mengatakan dirinya memilih pulang kampung karena tembak-menembak masih sering terjadi yang telah menelan korban puluhan orang baik dari pihak kelompok bersenjata Kesultanan Sulu Filipina maupun aparat keamanan Malaysia. Ia bersama istrinya mengaku pulang kampung karena sangat ketakutan akibat konflik yang terjadi di Sabah belum mereda hingga saat ini, ditambah operasi polisi dan tentara Malaysia mulai memasuki perkampungan warga Filipina dengan melakukan penembakan secara sadis. "Saya pulang karena takut, karena polis (polisi) dan tentera (tentara) seringkali masuk operasi di camp-camp mencari orang Filipina," kata TKI asal Kabupaten Bone Sulawesi Selatan ini. Beddu juga mengatakan akibat rasa takut yang dialaminya terkait konflik di Sabah menyebabkan tidak berpikir lagi untuk membawa seluruh barang-barang berharga miliknya selama bekerja di kilang THE Bukit Garam Lahad Datu untuk pulang kampung. "Saya cuma bawa pakaian saja pulang ke kampung karena selalu merasa takut," ucapnya sedikit sedih. Ketika ditanya bagaimana kondisi keamanan di Sabah, Beddu dengan tegas menyatakan masih memanas bahkan semakin mencekam karena tentara Malaysia melakukan operasi dengan menembak atau menyiksa setiap menemukan warga Filipina. Walaupun lokasi tempat kerjanya sangat jauh dari Desa Tanduo dan Tanjung Batu Lahad Datu yang menjadi pusat operasi tentara Malaysia saat ini, tetapi perasaan selalu dihinggapi ketidaktenangan bekerja. Sebab, tindakan aparat keamanan Malaysia biasanya membabibuta melakukan tindak kekerasan terhadap warga Filipina yang membuat dirinya ketakutan, ujarnya. Ia juga mengatakan pada saat berangkat dari tempat kerjanya di Bukit Garam menuju Tawau tidak mengalami hambatan atau pemeriksaan dari aparat kepolisian Malaysia. "Kalau diperjalanan tidak ada pemeriksaan. Malahan kalau ditau mau pulang kampung dibiarkan saja jalan," katanya. Sementara itu, salah seorang agen TKI bernama Alias di Nunukan, Rabu (13/3/2013) mengaku dari tiga orang TKI yang diantar pulang dari Tawau ke Nunukan selalu menceritakan kondisi keamanan di Lahad Datu yang semakin menakutkan. Begitu juga dengan agen TKI lainnya yang sempat ditemui di Pelabuhan Tunon Taka Kabupaten Nunukan mengatakan jumlah penumpang KM Thalia yang berangkat tujuan Pelabuhan Nusantara Parepare Sulawesi Selatan, Rabu malam mencapai 2.000 orang lebih yang sebagian besar TKI asal Lahad Datu. "Kalau diperhatikan, penumpang kapal Thalia malam ini (Rabu) sebagian besar TKI dari Lahad Datu yang mengaku pulang karena takut perang di sana (Lahad Datu)," ujar mereka. - See more at: http://surabaya.tribunnews.com/2013/03/14/ribuan-tki-pulang-kampung-karena-krisis-sabah#sthash.Trlq0z4Q.dpuf

38 TKI di Arab Saudi Terancam Hukuman Mati


Jakarta - Dirjen Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Ahmad Rusdi mengatakan ada 38 TKI yang bekerja di Arab Saudi yang terancam hukuman mati. Dari total tersebut, 24 diantaranya telah melewati vonis hukuman qisas. "38 orang di TKI di Arab Saudi baik wanita dan pria terancam hukuman mati. 24 diantaranya sudah menjalani vonis qisas," ujar Ahmad Rusdi dalam Rakor Penanganan Kasus TKI yang Terancam Hukuman Mati di Arab Saudi, di Gedung Diklat Kemenlu, Jl Sisingamangaraja, Jakarta, Kamis (14/3/2013). Bagi Ahmad, hukuman mati merupakan hal yang tak asing bagi negara Indonesia. Dalam UU KUHP, Indonesia juga memiliki pasal yang berisi ancaman hukuman mati. "Sesama negara yang berdaulat Indonesia mengakui hak hukum negara Arab Saudi," ujarnya. Meski demikian Kemlu sebagai ujung tombak diplomasi Republik Indonesia selalu bersedia membela dan memperjuangkan hak-hak para TKI yang terancam hukuman mati. "Diplomasi terus digalakan, presiden terus mengulang-ulang untuk berkirim surat kepada presiden," tuturnya. Sementara itu data keseluruhan TKI Indonesia yang terancam hukuman mati berdasarkan catatan Kemluialah sebanyak 233. Dari angka tersebut TKI yang berada Malaysia menyumbang angka terbesar dengan 181 orang, dan disusul oleh TKI yang bekerja di Arab Saudi sebanyak 38 orang.
 

Tag

IP

My-Yahoo

Blogger Widget Get This Widget

Histast

Total Pengunjung