http://infobmi.blogspot.com/. Powered by Blogger.

Tuesday, December 24, 2013

Begini Sengsaranya Bekerja di Kapal Nelayan Taiwan


TEMPO.CO, Brebes - Sejumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di kapal ikan Taiwan pulang dengan tangan hampa setelah mendapat perlakuan tidak manusiawi dari majikannya.
"Tapi pemerintah menutup mata. Sebab, media juga lebih banyak mengekspos kisah TKI yang menjadi pembantu rumah tangga," kata Tubagus Herlambang, 42 tahun, warga Desa Songgom Lor, Kecamatan Songgom, Kabupaten Brebes.
Tubagus adalah tetangga Wahyono, 29 tahun, TKI yang meninggal pada Agustus 2012. Ia meninggal setelah dianiaya majikannya selama dua bulan bekerja di kapal ikan Hung Shun, Taiwan. Meski juga tidak digaji selama bekerja di kapal ikan Taiwan, nasib Tubagus lebih beruntung daripada Wahyono.
Sebab, ia pulang dalam kondisi sehat. Tapi rasa pusing terkadang masih ia rasakan akibat kepalanya pernah tertimpa cumi-cumi seberat 18 kilogram. "Sama sekali tidak ada pengobatan di kapal saat itu," ujarnya.
Dari paspornya, Tubagus berangkat ke Taiwan pada 6 Januari 2012 dan pulang ke Indonesia pada 13 Juli 2012. Kemiskinan yang memaksa ayah dua anak itu merantau ke Taiwan. Padahal, sejak awal ia sudah tahu gajinya hanya 160 USD per bulan (saat itu sekitar Rp 1,6 juta). Parahnya lagi, gaji baru akan dibayarkan setelah selesai kontrak dua tahun kerja.
Meski demikian, bekas nelayan di kapal purseine Pemalang itu menyanggupi persyaratan ganjil dari seorang sponsor yang mendatangi rumahnya. Sebab, saat itu ia sudah berbulan-bulan menganggur. Setelah semua dokumen persyaratan diuruskan sponsor, Tubagus memulai petualangannya sebagai nelayan di kapal Taiwan yang beroperasi di perairan Argentina.
Sebagai penunggu alat pancing cumi-cumi, Tubagus wajib berdiri di geladak sejak pukul 16.00 sampai 08.00. Selama 16 jam itu, mandor di kapal terus mengawasi sekitar 40 pekerja. "Saat itu sedang musim dingin. Saya dan delapan pekerja lain dari Indonesia terus menggigil," kata Tubagus. Selama enam bulan berlayar, tidak seharipun mereka diizinkan berlibur.
Kekesalan Tubagus dan delapan temannya mencapai puncaknya setelah tahu gaji mereka hanya separuh dari gaji pekerja lain asal Vietnam, Cina, dan Filipina. Tidak kuat dengan beratnya beban pekerjaan dan rendahnya gaji yang akan dibayarkan, Tubagus dan delapan pekerja asal Indonesia itu memutuskan pulang setelah kapal mereka kembali ke Taiwan.
"Kerja enam bulan itu hangus karena perjanjiannya gaji dibayarkan setelah dua tahun. Ini sangat tidak adil," ujar Tubagus. Setiba di Indonesia, Tubagus berniat meminta pertanggungjawaban pada PT Karltigo yang memberangkatkannya. Tapi, PT di Jakarta itu telah tutup. "Anak saya dulu pulang sudah tidak bisa jalan. Banyak bekas luka di tubuhnya,? kata Dasriah, 55 tahun.
Dasriah adalah ibu Wahyono. Anak kedua dari tiga bersaudara itu pulang dari Taiwan dalam kondisi sakit parah tanpa membawa uang sepeser pun. Sebelum meninggal, Wahyono sempat diopname selama 40 hari di RSUD Brebes. Biaya pengobatan itu dari hasil Dasriah utang ke sejumlah tetangganya. "Habis Rp 10 juta lebih. Sampai sekarang belum lunas utangnya," ujarnya.
Menurut Ketua Indonesia Fisherman Federation (IFF) John Albert Situmeang, masih ada ribuan nelayan Indonesia yang bekerja dengan sistem perbudakan di kapal ikan Taiwan. "Gaji mustinya dibayar tiap bulan," kata Albert. Ia mengaku sudah berkali-kali melapor ke BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI). "Tapi tidak pernah digubris," ujarnya.

Pemerintah Diminta Cari TKI Karawang yang Hilang Di Suriah


Anggota DPR dari Fraksi PDIP Rahadi Zakaria - inilah.com
_______
INILAH.COM, Jakarta - Pemerintah diminta mencari Dasih binti Enim Hasyim, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Suriah yang sampai saat ini tidak jelas keberadaannya. Pihak keluarga mencemaskan nasib wanita asal Kabupaten Karawang itu.
Perusahaan yang memberangkatkan Dasih 10 tahun lalu, PT Titian Hidup Langgeng(THL) pun tidak dapat memberi informasi bagaimana kedaaan wanita yang sudah bersuami ini.
“Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga kerja dan Transmigrasi dan lembaga negara yang terkait harus ikut mencari informasi kejelasan dimana posisi Dasih. Pemerintah harus bertanggungjawab,” kata anggota DPR dari Fraksi PDIP Rahadi Zakaria, ketika menerima keluarga Dasih, di Gedung DPR, Jakarta, Senin(23/12/2013).
Menurutnya, negara harus melindungi setiap warga negara Indonesia dimana pun berada. Hal itu sebagaimana dalam amanat konstitusi.
"Tidak ada informasi selama 3 tahun ini dimana keberadaan Dasih di Suriah, apakah dia korban perang atau hilang begitu saja, harus jelas informasinya,” kata anggota Komisi II DPR ini.
Dia menyatakan, kasus raibnya Dasih ini akan dibawa dalam rapat kerja Komisi IX DPR yang akan memanggil Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Luar Negeri maupun dengan BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia), pada masa persidangan berikutnya.
Sementara, Wawan yang mewakili keluarga Dasih, berharap agar pemerintah dapat membantu untuk mencari Dasih. Selain itu, perusahaan yang mengirim Dasih dapat memulangkan.
"Keluarga menuntut tanggungjawab perusahaaan ini, tetapi sampai saat ini tidak ada ketegasan untuk menyelesaikan permasalahannya, keluarga sangat cemas dan prihatin karena kesulitan mencari informasi dimana Dasih,” kata Wawan.
Dia menyatakan, sejak berangkat menjadi tenaga kerja di Suriah tahun 2010, pihak keluarga tidak pernah mendapat informasi dan berkomunikasi dengan Dasih.“Dia bukan TKI ilegal, tapi resmi karena dilengkap dokumen-dokumennya dan perusahaannya juga jelas,” kata Wawan.
 

Tag

IP

My-Yahoo

Blogger Widget Get This Widget

Histast

Total Pengunjung