http://infobmi.blogspot.com/. Powered by Blogger.

Wednesday, February 12, 2014

Kisah Ati yang Dituduh Sihir oleh Majikan Hingga Vonis Mati di Arab Saudi


Jakarta - Ati, tenaga kerja Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi, dituduh majikannya menggunakan sihir atau guna-guna. Karena tidak ada bukti, Ati lalu dipaksa mengakui tuduhan tersebut hingga akhirnya divonis hukuman mati dan cambuk.
"Saya dituduh melakukan sihir. Padahal saya saja tidak tahu sihir itu apa. Dan tiba-tiba saya dipaksa mengaku karena saya diancam tidak akan bisa pulang ke Indonesia dan dibunuh," jelas Ati kepada wartawan di Gedung Bantuan Hukum Kemenlu, Jalan Pejambon, Jakpus, Selasa (11/2/2014).
Ati mulai bekerja pada pasangan suami istri yang memiliki 3 anak di Arab Saudi sejak tahun 2002. Keutuhan keluarga majikannya berada di ujung tanduk pada tahun 2003. Sang majikan wanita lalu menuduh Ati melakukan sihir sehingga membuat majikannya bercerai.
Berdasarkan pengakuan Ati dalam persidangan, hakim di Arab Saudi memvonis dirinya hukuman mati dengan 400 cambukan dingin. Namun, Ati berhasil dibebaskan setelah 9 tahun berada di penjara.
"Saat di pengadilan tidak ada bukti, karena aku memang tidak berbuat apa-apa. Aku mengakui itu, awalnya karena aku dipaksa aku mau dibunuh. Disuruh mengaku sama bagian penyidik di sana," jelas Ati.
Ibu dua anak ini merasa beryukur dan berterimakasih kepada Pemerintah Indonesia karena berhasil membebaskan dirinya dari eksekusi mati. Dia mengaku senang bisa kembali ke Tanah Air.
"Saya selama 7 tahun tidak bertemu suami dan anak-anak. Dan saya harap mereka masih ingat saya. Dan saya sangat berterimakasih kepada pemerintah yang sudah membantu saya sampai bisa pulang dan bebas," imbuh Ati.
Sumber
KUMPULAN TKI DAN TKW INDONESIA

Jasad TKI Dalam Peti Mati Terapung Di Laut, Agen Kabur

Metro Online, Jakarta – Agen perusahaan yang mengirim TKW Anita Purnama Hutauruk ke Malaysia melarikan diri. Jasad Anita ditemukan membusuk di dalam peti mati yang mengapung di perairan Riau pada Jumat 7 Februari yang lalu. “Diberangkatkan secara perorangan oleh agen yang bernama Ummi Kalsum asal Binjai dan sudah melarikan diri,” kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat di Jakarta, Selasa (11/2/2014). Jumhur mengatakan, berdasarkan keterangan Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Sumatera Utara, Anita berangkat ke Malaysia pada 23 Agustus 2013. Anita berangkat melalui tanjung Pinang. “Almarhum berangkat ke Malaysia tanggal 23 Agustus 2013 melalui Tanjungg Balai,” kata dia. Anita merupakan warga Jalan Bintara, Kelurahan Satria, Kota Binjai, Sumatera Utara. Anita sebenarnya akan bekerja di sebuah rumah makan. Namun sampai di Malaysia ternyata dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga. Jasad Anita ditemukan membusuk di dalam peti oleh nelayan mengapung di perairan laut Bagansiapiapi Sinaboi, Provinsi Riau pada Jumat 7 Februari yang lalu. Anita akhirnya dimakamkan di kampung halamannya pada Sabtu 8 Februari lalu. (Kp/foto : ist). Editor : Tati Triani Sumber METRO ONLINE

Terusik 4 Negeri Tetangga


Jakarta: Beberapa pekan terakhir ini, kedaulatan bangsa dan negara Indonesia tengah 'diuji' negara tetangga. Mulai dari protes Singapura terhadap penamaan KRI Usman Harun, pembakaran dan perampokan kapal nelayan asal Merauke oleh tentara Papua Nugini, hingga pengusiran imigran gelap asal Timur Tengah oleh Australia ke Indonesia dengan melanggar batas perairan wilayah teritorial Indonesia.
Tak hanya itu, permasalahan yang kerap menimpa Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia dengan motif penganiayaan hingga pembunuhan juga telah melukai kehormatan bangsa Indonesia. Apalagi, baru-baru ini, ditemukan jenazah tenaga kerja wanita asal Kota Binjai, Sumatera Utara, Anita Purnama Boru Hutahuruk (35) yang mengapung di dalam peti mati di laut Bagansiapiapi Sinaboi, Riau dari perairan laut Malaysia.
Akibatnya, Indonesia kini ditantang untuk mempertahankan kedaulatan dan kehormatannya dari 'gertakan' negara-negara tetangga.
TKI Dihanyutkan
Jenazah seorang tenaga kerja wanita asal Kota Binjai, Sumatera Utara, Anita Purnama Boru Hutahuruk (35), ditemukan dalam kondisi memprihatinkan. Jenazah TKW itu ditemukan nelayan di dalam peti mati yang terapungdi perairan laut Bagansiapiapi Sinaboi, Provinsi Riau yang diduga berasal dari perairan laut Malaysia.
"Ketika ditemukan, kondisi mayat sudah membusuk di dalam peti mati dan terapung di laut," kata salah seorang keluarga Anita, Sri Nilawati di Binjai, Senin (10/2/2014). Dalam peti mati itu juga ditemukan buku paspor, cincin, kalung emas, dan nomor HP di dalam dompet.
Sri menjelaskan, di Malaysia, Anita sebenarnya akan bekerja di sebuah rumah makan. Namun sampai di Malaysia ternyata dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga. "Namun kami tidak mengetahui perusahaan yang memberangkatkannya," ujar Sri.
Mengetahui hal tersebut, sontak para wakil rakyat di Senayan melontarkan kecamannya, seperti yang dilakukan Anggota Komisi IX DPR yang membidangi urusan ketenagakerjaan Rieke Diah Pitaloka. Politisi PDIP itu mendesak agar pemerintah segera melakukan investigasi, untuk mengetahui sebab kematian Anita.
"Saya mendesak Pemerintahan SBY segera melakukan penyelidikan atas penyebab kematian almarhum. Jika memang almarhum terbukti meninggal karena dianiaya, maka pemerintah SBY harus meminta keterangan dan meminta pemerintah Malaysia untuk memproses siapapun yang telah melakukan kekejaman terhadap almarhum sehingga meninggal," kata Rieke kepada Liputan6.comdi Jakarta, Selasa (11/2/2014).
Karena itu, pihak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengaku akan terus menulusuri kasus tersebut. Apalagi, Direktorat Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (BHI) Kemenlu, Tatang Budie Utama Razak mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, Malaysia, untuk mendalami tewasnya Anita.
"Ada laporan dari KBRI sekitar 15 Agustus 2013 Anita datangi KBRI, mengajukan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) karena mengaku alasannya anaknya di Indonesia sakit," kata Tatang di Kantor Kemenlu.
Dari pelaporan itulah, Tatang menerangkan, Anita diketahui tidak memiliki surat lengkap sebagai WNI di negara lain atau ilegal. Kendati demikian, pihak KBRI di Kuala Lumpur tetap mengupayakan permintaan Anita sekaligus mengurus kelengkapan suratnya.
Menurut Tatang, pihaknya saat ini sedang mencari tempat tinggal salah satu saudara Anita yang pernah tinggal bersama di Malaysia. "Kita sedang terus cari rumah kaka perempuannya Anita, agar kita tahu almarhumah ini bekerja sebagai apa semasa di sana (Malaysia). Kita juga sudah ada tim berangkat ke rumah keluarganya di Binjai," tandas Tatang.
Australia Melanggar
Hubungan Indonesia-Australia masih tegang pascaskandal penyadapan. Terlebih, baru-baru ini kapal patroli perlindungan perbatasan Australia melanggarmasuk perairan yang merupakan wilayah teritorial Indonesia, saat melakukan operasi mencegah perahu para pencari suaka, imigran gelap dari negara luar.
Akibatnya, Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi dan Informasi Menko Polhukam Agus Barnas mengatakan, Pemerintah Indonesia mengecamdan menolak pelanggaran wilayah oleh Angkatan Laut Australia. Lantaran hal itu merupakan permasalahan yang serius bagi hubungan kedua negara.
"Pemerintah Indonesia melalui Menko Polhukam menggarisbawahi, dengan alasan apa pun mengecam dan menolak pelanggaran wilayah oleh Angkatan Laut Australia. Ini merupakan permasalahan yang serius bagi hubungan kedua negara," kata Agus di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (17/1/2014).
Selain itu, Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa juga angkat bicara terhait pelanggaran batas wilayah teritorial yang dilakukan Australia tersebut. Menurutnya, Indonesia akan meminta kejelasankepada pemerintah Australia terkait hal itu. "Dalam kaitan ini kita akan meminta penjelasan dari sana (Australia)," kata Marty.
Marty menegaskan, pelanggaran teritorial oleh Pemerintah Australia dinilai telah melanggar prinsip dan hukum internasional. "Kebijakan melanggar hukum dan prinsip kemanusian, melanggar berbagai konvensi," ujar Marty.
Maka itu, sambung Marty, Indonesia menentang kapal imigran gelap kembali ke perairan Indonesia dari Australia. "Kita menentang kebijakanrole back a boatatau mendorong kapal balik," pungkas Marty.
Papua Nugini Teror Nelayan
Kabar duka datang dari perbatasan Republik Indonesia (RI)-Papua Nugini (PNG). 5 Nelayan asal Indonesia tewas setelah kapal mereka ditangkap dan dibakartentara Papua Nugini pada Jumat 7 Februari 2014 lalu.
Parahnya, usai membakar perahu nelayan, para penumpangnya juga diperintahkan berenang sejauh 7 kilometer menuju daratan dalam kondisi cuaca buruk dan ombak tinggi oleh tentara Papua Nugini dengan bersenjata lengkap. 5 dari 10 nelayan akhirnya meninggal dunia lantaran kelelahan, sedangkan 5 lainnya hingga kini belum ditemukan. Pihak keluarga masih menunggu proses evakuasi para nelayan nahas tersebut.
Karena itu, Anggota Komisi I DPR yang membidangi urusan pertahanan dan luar negeri, Helmy Fauzi mendesak pemerintah Indonesia untuk segera melayangkan proteskepada Papua Nugini. Tak hanya protes, ia juga meminta agar Pemerintah Indonesia dan PNG perlu merundingkan aturan, prosedur dan kesepakatan terkait aktivitas lintas batas tradisional antar warga diperbatasan kedua negara.
"Pemerintah RI harus segera mengajukan protes keras, atas tindakan aparat keamanan PNG yang melakukan tindakan brutal dan tak berperikemanusiaan kepada WNI kita yang melintas batas negeri untuk membeli hasil laut," tegas Helmy.
Tak hanya wakil rakyat dari Senayan yang angkat bicara mengenai penganiayaan terhadap nelayan Indonesia tersebut, Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko pun akhirnya angkat bicara. Ia mengaku akan menyelidiki kasus tersebut. Bahkan, Saat ini, dirinya sudah memerintahkan anggota TNIuntuk menindaklanjuti lebih dalam lagi terkait kasus tersebut. Karena, ia tidak mau gegabah dalam menyelesaikan persoalan itu.
"Sedang kita ikutin (kasusnya) dulu. Prinsipnya, warga negara harus terlindungi. Jangan sampai terjadi perlakuan seperti itu," Kata Moeldoko saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Senin (10/2/2014).
Usman Harun Vs Singapura
Ketegangan antara Indonesia dan Singapura pada zaman Orde Lama kini terngiang kembali. Penamaan Kapal Perang milik TNI AL RI (KRI) Usman-Harun menimbulkan sengketa kecildalam hubungan kedua negara. Usman dan Harun adalah 2 pahlawan RI yang merupakan anggota Korps Komando AL -- kini bernama Marinir TNI AL.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Singapura K Shanmugam memprotes nama KRI Usman-Harun. Dia menilai, penamaan itu menyinggung perasaan rakyat Singapura, terutama keluarga korban bom.
"Singapura mempertimbangkan bagian tersulit seperti ini layaknya ketika Perdana Menteri Lee Kuan Yew berziarahke makam Usman dan Harun," kata juru bicara (jubir) Departemen Luar Negeri menyampaikan apa yang dibicarakan Menlu K Shanmugam, seperti dimuat Straits Times, 6 Februari 2014.
Akibatnya, Pemerintah Singapura membatalkan dialog pertahanandengan Wamenhan Indonesia Letjen (Purn) Sjafrie Sjamsoedin yang rencananya akan digelar pada Selasa 11 Februari 2014 ini. Tak hanya itu, Singapura ternyata juga membatalkan undangan Singapore Airshow 2014untuk militer Indonesia.
"Wamenhan Singapura membatalkan acara dialog bilateral dalam rangka Singapore Airshow. Tapi Wamenhan kita juga sudah membatalkan dialog itu," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhan Brigjen TNI Sisriadi saat dihubungi di Jakarta, Minggu 9 Februari 2014 kemarin.
Meski demikian, Pemerintah Indonesia tetap mempertahankan kehormatannyauntuk tidak mengganti nama KRI Usman Harun meski terus diprotes Singapura. "Kita sudah tegas dalam sikap kita ya, namun dalam hal ini ada semacam sikap bahwa masalah ini
sebenarnya sudah dikelola oleh Menko Polhukam. Jadi counter reaksi serta reaksi secara terukur sudah dilakukan pihak Indonesia," ujar Staf Khusus Presiden Bidang Luar Negeri Teuku Faizasyah di Kompleks Kepresidenan, Jakarta.
Dalam kesempatan itu, Teuku Faizasyah juga berharap agar pihak Singapura memperhitungkan dampak hubungan bilateral dengan Indonesia jika terus mempermasalahkan pemberian nama kapal dari 2 pahlawan nasional.
"Kita sudah membangun persahabatan ke ASEAN, bilateral juga sangat baik, janganlah kemudian hal-hal seperti ini melihat kembali ke masa lalu yang sebenarnya sudah selesai," tegasnya Liputan6.com

KISAH TKI SRAGEN : Setelah Orang Tua Giliran Anak Kerja di Negeri Seberang


Harto, warga Sragen yang pernah menjadi TKI
SRAGEN —Sragen menjadi salah satu daerah di Soloraya penyumbang tenaga kerja Indonesia (TKI). Bagi Harto Warsono, 50, pengalaman bekerja di negeri orang lebih dari cukup. Selama belasan tahun, ia dan istrinya, Giyanti, 40, bekerja menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Riyadh, Arab Saudi.
Ditemui di rumahnya, Dukuh Bandung, Desa Karangudi, Kecamatan Ngrampal, Sragen, Harto menuturkan faktor ekonomi menjadi alasan utama ia dan istrinya bekerja jadi TKI.
“Sebelum jadi TKI di rumah jadi petani. Kadang bekerja sebagai buruh bangunan. Pekerjaan tidak menentu,” ungkapnya, Senin (10/2/2014).
Dijelaskannya, keberangkatan ke Arab Saudi dimulai 1998 silam melalui salah satu jasa penyalur TKI di Sragen. Tak merinci besaran biaya yang dibutuhkan untuk berangkat ke luar negeri, Harto menyampaikan syarat menjadi TKI cukup mudah.
“Syaratnya KTP dan KK. Sambil menunggu diberangkatkan, ada proses belajar bahasa,” katanya.
Setelah enam bulan menanti keberangkatan, Harto bersama istrinya mulai bekerja. Di Riyadh, Harto bekerja sebagai sopir pribadi sementara Giyanti menjadi pembantu rumah tangga. Keduanya bekerja di satu majikan.
Dijelaskannya, di Arab Saudi, mereka bekerja selama dua tahun atau menghabiskan masa kontrak. Habisnya masa kontrak tersebut mereka manfaatkan untuk sekadar melepas rindu kepada anak dan kampung halaman sebelum kembali jadi TKI dengan kontrak baru.
Soal penghasilan, Harto mengungkapkan saat kontrak awal gaji per bulan yang ia terima 800 real sedangkan istrinya 600 real. Disampaikannya, gaji tersebut termasuk rendah terutama untuk biaya hidup selama di Arab Saudi.
Lantaran hal itu, dia mengungkapkan di tanah perantauan para TKI harus pandai mengelola penghasilan. Dari pengelolaan itulah, Harto mampu membiayai kebutuhan hidup serta biaya sekolah putrinya yang dirawat salah satu kerabat selama pasangan itu merantau.
Setelah belasan tahun merantau, Harto pun memutuskan pulang ke kampung halaman 2012 lalu. Kondisi ekonomi keluarga mereka berubah.
Dari jerih payahnya bersama Giyanti selama belasan tahun menjadi TKI, mereka mampu membeli tanah serta mendirikan rumah. Tak hanya itu, Harto juga mampu membeli sebuah minibus yang ia gunakan untuk usaha travel. “Sudah tua, merantau perasaan sudah capek. Dari hasil di sana ada usaha kecil-kecilan di rumah,” katanya.
Namun, kembalinya pasangan tersebut ke kampung halaman tak bisa berlama-lama menikmati kebersamaan berkumpul dengan anak mereka, Puji Lestari. Setelah sebulan bertemu, Harto dan Giyanti harus rela kembali berpisah dengan anak mereka.
Bukan lantaran keduanya kembali jadi TKI, namun kini sang anak meneruskan jejak mereka menjadi pahwalan devisa. “Anak saya sekarang bekerja di Taiwan menjadi pembantu rumah tangga. Dulu saya minta kuliah tetapi tidak mau. Saya paksa-paksa tetapi inginnya berangkat [jadi TKI],” tukas dia.
Sumber
Solopos.com

Suara Hati Anak TKI: Semoga Ibu Bisa Pulang

Nur Afriana, anak TKI bernama Satinah. (Foto: Andreas Gerry Tuwo/Okezone) enlarge this image
JAKARTA- Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) berhasil memfasilitasi pemulangan Nur Afriana, anak dari TKI bernama Satinah yang dihukum mati di Arab Saudi. Nur bersama dua orang TKI lainnya yang berhasil dipulangkan, bersedia untuk mengutarakan keinginan dan harapannya di depan awak media di Kantor Kemlu. "Semoga ibu bisa pulang dan kembali," ujar Nur Afriani, di depan awak media, di Kantor Kemlu, Jakarta, Selasa (11/2/2014). Dia menceritakan kembali, ketika sang ibu berpesan agar dia terus tekun berdoa supaya nantinya bisa bebas dari hukuman. Nur mengungkapkan jika dirinya sama sekali tidak ingin menjadi TKI. Nur sudah ditinggalkan sang ibu sejak berusia 11 tahun, saat ini perempuan asal Ungaran, Jawa Tengah itu telah berusia 20 tahun. Satinah binti Jumadi Amad adalah seorang TKI yang telah divonis mati di Arab Saudi. Dia dituduh oleh pengadilan Arab Saudi melakukan tindak pembunuhan terhadap majikannya. Seharusnya, Satinah dieksekusi pada Agustus 2011, namun bisa ditunda sampai tiga kali. Hal ini karena adanya upaya dari Kemlu dengan sejumlah cara, sehingga penangguhan eksekusi Satinah dapat terjadi. Cara tersebut termasuk memberikan uang diyat sebesar 4 juta Riyal. Nasib Satinah saat ini bergantung pada ahli waris korban. Sesuai dengan hukum yang berlaku di Arab Saudi, jika uang diyat diterima maka Satinah dapat berkumpul lagi dengan keluarganya. (ade) Sumber OKEZONE

Jelang Eksekusi Mati TKI Satinah, Uang Diyat Belum Terkumpul

Sang putri & pemerintah RI lakukan lobi intensif demi bebaskan Satinah

Putri TKI Satinah binti Jumadi Ahmad, Nur Afriana, berharap ibunya tidak jadi dieksekusi di Arab Saudi dan dapat segera kembali ke tanah air. Putri satu-satunya Satinah yang berusia 20 tahun itu rindu berkumpul dengan sang ibu yang telah berpisah darinya sejak tahun 2006 hingga saat ini, Selasa 11 Februari 2014.
Selama Satinah ditahan di penjara Buraidah, Provinsi Qaseem, Arab Saudi, Nur telah bertemu ibundanya itu sebanyak tiga kali. Satinah dijatuhi hukuman mati karena membuat majikannya tewas dan kabur dengan tas sang majikan uang berisi uang SR37.970 atau Rp122 juta.
Di penjara, kata Nur, Satinah menyesali perbuatannya dan berusaha bertobat dengan rajin membaca Alquran. Nasib Satinah kini di ujung tanduk karena tenggat waktu yang ditentukan oleh pihak keluarga majikan Satinah bagi pemerintah Indonesia untuk membayarkan uang diyat tinggal tersisa dua bulan lagi, hingga April 2014.
Satinah semula akan dieksekusi antara 5-8 Februari 2014. Namun atas upaya Lembaga Pemaafan dan Gubernur Provinsi Qaseem yang melobi ahli waris korban, pemerintah RI masih diberi waktu untuk bernegosiasi soal nominal uang diyat hingga April mendatang.
“Dalam rentang waktu dua bulan, cepat atau lambat, kami hanya mengharapkan kepulangan ibu. Harapan kami, ibu jangan sampai dieksekusi,” kata Nur di Direktorat Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta.
Nur dan keluarganya kian sedit karena Satinah sudah pasrah akan kelanjutan kasusnya. Nur mengatakan sang ibu mulai mengikhlaskan apapun hasil akhir dari kasus pembunuhan yang membelitnya.
Lobi intensif
Nur tidak menyerah. Dia mengirimkan surat untuk ahli waris korban. Di dalam surat itu, Nur meminta agar ahli waris keluarga korban bersedia memaafkan kepada Satinah dan menerima uang diyat senilai SR4 juta atau Rp12 miliar. Namun uang diyat yang diminta pihak ahli waris keluarga korban mencapai SR7 juta atau Rp22 miliar.
“Saya bersyukur mengetahui adanya uang diyat senilai SR4 juta yang telah diberikan di Pengadilan Buraidah. Tetapi jumlah itu masih belum memuaskan karena keluarga korban meminta SR7 juta. Sebagai keluarga yang tidak mampu, kami menilai jumlah itu sangat besar,” kata Nur.
Dia berharap ada keajaiban dari donatur yang bersedia memberikan dana tambahan untuk menggenapi uang diyat menjadi SR7 juta.
Mengetahui waktu eksekusi Satinah kian dekat, Direktur Perlindungan WNI dan BHI Tatang Budie Utama Razak mengatakan pemerintah RI tidak tinggal diam. Perwakilan RI kini tengah mengupayakan pemaafan dari ahli waris yang telah memasuki usia akil balik.
Tetapi pemerintah RI berkeras hanya bisa memberikan uang diyat senilai SR4 juta. Uang itu bersumber dari anggaran Kemenlu sebesar SR3 juta atau Rp9,7 miliar, sumbangan dari Asosiasi Perusahaan Tenaga Kerja Indonesia sebesar SR500 ribu atau Rp1,6 miliar, dan sisanya dari donatur asal Arab Saudi sebanyak SR500 ribu atau Rp1,6 miliar.
Perwakilan RI akan terus berkomunikasi agar ahli waris korban bisa menerima uang diyat sejumlah yang sanggup diberikan oleh pemerintah Indonesia.
Kasus Satinah terjadi pada 16 Juni 2007. Saat itu perempuan asal Dusun Mruten, Semarang, Jawa Tengah, tersebut bertengkar dengan majikannya, Nura Al Garib. Nura memukuli kepala Satinah dengan penggaris karena Satinah berbicara dengan anak lelakinya.
Satinah pun emosi. Dia lantas memukulkan kayu penggilingan roti ke bagian tengkuk sang majikan. Satinah lantas kabur membawa tas majikannya yang berisi uang senilai SR37.970 atau Rp122 juta.
Sumber
VIVA.co.id

Rieke Minta Presiden SBY Usut TKI Asal Sumut yang Jenazahnya Dibuang ke Laut


JAKARTA - Politisi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka meminta kepada Presiden SBY untuk melakukan penyelidikan terkait tewasnya tenaga kerja Indonesia (TKI), Anita Purnama Boru Huahuruk (35 tahun) yang bekerja di Malaysia, asal Medan Sumatera Utara.
Rieke menegaskan, peti jenazah almarhum dari informasi yang ia himpun, dibuang kelaut.
Anita Purnama Boru Huahuruk (35 tahun) adalah warga Kelurahan Satria, Kota Binjai, Sumatera Utara yang bekerja di Malaysia sejak bulan Agustus 2013. Almarhum sempat bekerja di sebuah restoran selama dua bulan,kemudian pindah kerja lagi lantaran tidak tahan dengan majikannya "Almarhum terakhir berkomunikasi dengan keluarga tanggal 30 Januari 2014. Dalam isi SMS nyadisebutkan bahwa almarhum sudah capai bekerja dan ingin kembali ke kampung halamannya. 2. TKI juga sempat mengirimkan dua kali gajinya sebanyak Rp 5juta kepada pihak keluarga dan berangkat ke Malaysia sendiri melalui jasa Ibu Umi," papar Rieke dalam pernyataannya kepada Tribunnews.com, Selasa (11/2/2014).
"Peti Jenazah diketemukan oleh nelayan dan keluarga dihubungi oleh Kepolisian daerah Binjai mengenai adanya jenazah almarhum. Disebutkan bahwa oleh pihak polisi, jenazah diperkirakan sudah empat hari dilaut," tambahnya.
Dijelaskan kembali, sebelum dikuburkan pada Sabtu, 08 Januari 2014, pihak keluarga sempat membuka isi peti jenazah. Menurut ibu Anna, lanjut Rieke, salah satu saudara almarhum, salah satu mata almarhum sudah tidak ada, di bagian leher ada bekas hitam seperti dicekik. Almarhum juga tidak mengenakan pakaian lengkap dan sebagian besar badan almarhum sudah rusak dan membusuk. Didalam peti juga diketemukan paspor, uang sebesar 1 ringgit, cincin dan kalung emas milik almarhum.
"Saya berharap kepada bapak Presiden SBY untuk segera melakukan penyelidikan atas penyebab kematian Almarhum. Jika memang almarhum terbukti meninggal karena dianiyaya, maka pemerintah SBY harus meminta keterangan dan meminta pemerintah Malaysia untuk memproses siapapun yang telah melakukan kekejaman terhadap almarhum sehingga meninggal," Rieke menegaskan.
Hingga saat ini, cerita Rieke, menurut keluarga, pemerintah belum ada yang menghubungi pihak keluarga mengenai peristiwa ini. Ditegaskan, jangan sampai ada diskriminasi perlindungan dari pemerintah terhadap para TKI apapun status kerjanya.
"Dan memastikan hak-hak ketenagakerjaan almarhum diberikan oleh sang majikan. Hak ketenagakerjaan yang diberikan tidak boleh sebagai alasan untuk tidak diusutnya kasus ini secara pidana," pungkas Rieke Diah Pitaloka.
Sumber
TRIBUNNEWS.COM
 

Tag

IP

My-Yahoo

Blogger Widget Get This Widget

Histast

Total Pengunjung