http://infobmi.blogspot.com/. Powered by Blogger.

Sunday, January 19, 2014

Migrant Care Kecam Penembakan atas 3 TKI oleh Polisi Malaysia

Polisi Diraja Malaysia menduga 3 WNI itu sebagai pelaku perampokan

Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah
Aries Setiawan, Marlina Irdayanti| Minggu, 19 Januari 2014, 21:48 WIB
_______
VIVAnews -Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pemerhati Tenaga Kerja Indonesia, Migrant Care, mengecam ulah Polisi Diraja Malaysia yang, lagi-lagi, menembak mati TKI. Mereka dicurigai sebagai pelaku kriminal.
Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, dalam keterangannya Minggu 19 Januari 2014, menuturkan aksi penembakan atas tiga WNI asal Lombok ini menambah rentetan panjang jumlah TKI yang menjadi korban mati polisi Diraja Malaysia sejak tahun 2007. Sayangnya, hingga kini, kata ANis, tidak ada satupun dari 164 kasus yang tuntas secara hukum.
Kasus penembakan terbaru dialami Wahab (30 tahun), asal Dusun Lendang Tengah, Sudarsono (30 tahun) dan Gusti Randa (35 tahun), asal Dusun Teduh.
Anis menuturkan, berdasarkan informasi yang diterima oleh Fadil (saudara Gusti Randa) dari KJRI Johor Bahru yang dalam hal ini Meutya Hasan, menyatakan Polisi Diraja Malaysia melakukan penembakan kepada ketiga korban pada 11 Januari 2014, pukul 03.15 dinihari waktu Malaysia.
"Saat itu polisi sedang melakukan patroli di kawasan Johor Bahru setelah sehari sebelumnya terjadi perampokan di kawasan tersebut," kata Anis.
Ketiga korban yang saat itu berada di lokasi, diduga sebagai pelaku perampokan dan ditembak mati.
"Padahal ketiga TKI tersebut tidak melakukan apa-apa. Namun menurut informasi sepihak dari Polisi Diraja Malaysia, saat dilakukan patroli mereka melawan dengan senjata api dan parang,lalu dilakukan tembak mati," kata Anis.
Salah satu keluarga korban mengatakan, pihak keluarga baru mendapatkan kabar kematian korban sehari setelah penembakan. Informasi tersebut diperoleh melalui telepon dari saudara yang juga bekerja di Malaysia.
Jenazah ketiganya lalu dipulangkan ke Indonesia dan tiba di Lombok pada Jumat, 17 Januari 2014, pukul 22.00 WITA dan diantar oleh Meutya Hasan (KJRI Johor Bahru) dan Ifan Wadiat Sofian (Direktorat Perlindungan WNI & BHI Kemenlu).
Biaya Pemulangan
Ironisnya, kepulangan ketiga jenazah ini diurus oleh perusahaan pengurusan jenazah Al-Juzi Enterprise, yang mengharuskan pihak keluarga membayar Rp15 juta untuk setiap jenazah.
Untuk itu, Migrant Care mendesak pemerintah Indonesia untuk segera melakukan langkah-langkah hukum terkait penembakan tersebut. Salah satunya adalah dengan mengusut tuntas kasus tersebut melalui jalur hukum, mengurangi hubungan diplomatik dengan Malaysia, dan memenuhi hak-hak korban.
"Segera mengajukan nota protes diplomatik kepada pemerintah Malaysia dan kurangi hubungan diplomatik dengan Malaysia dengan menarik duta besar RI untuk Malaysia dan persona non grata duta besar Malaysia untuk RI," kata Anis.
Migrant Care juga mendesak pihak Malaysia untuk bertanggung jawab atas tragedi penembakan tersebut. "Hentikan membunuhi TKI yang bekerja di Malaysia," tegasnya. (ren)
© VIVA.co.id

Agen Perekrutan TKI Walfrida Tak Pernah Ajari Rawat Pasien Parkinson

Walfrida seharusnya dibantu orang lain untuk melakukan aktivitas rutin

TKI Wilfrida dan tempat asalnya di Nusa Tenggara Timur.
Siti Nuraisyah Dewi, Santi Dewi| Minggu, 19 Januari 2014, 22:37 WIB
_______
VIVAnews- Sidang terhadap kasus Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Belu, Nusa Tenggara Timur, Walfrida Soik kembali dilanjutkan pada Minggu, 19 Januari 2014. Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Azmad Zaidi bin Ibrahim dengan Jaksa Penuntut Umum Puan Julia Ibrahim, Pengadilan memanggil empat saksi untuk dimintai keterangan ulang.
Informasi ini diperolehVIVAnewsdari siaran pers dari Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur yang dikirim pada Minggu ini.
Keempat saksi yang dihadirkan yaitu pemilik agensi pekerjaan (AP) Master yang menyalurkan Walfrida ke Kelantan, Teh Ying Heng, sepasang suami istri yang kali pertama menemukan Walfrida paska peristiwa pembunuhan, Mansor bin Sulaiman dan Hamidah binti Yahya, serta polisi penyidik kasus ini. Namun, polisi penyidik absen dalam sidang kali ini.
Informasi baru disampaikan oleh AP Master, Teh Ying Heng. Di hadapan Hakim, dia menjelaskan bahwa agen tidak meneliti secara memadai pekerjaan yang akan dibebankan kepada Walfrida.
Padahal agen itu mengetahui bahwa dalam keluarga calon majikan terdapat anggota keluarga yang mengalami sakit parkinson.
Sehingga, dalam mengerjakan pekerjaan tersebut, Walfrida seharusnya dibantu orang lain untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari. Selain itu, Walfrida hanya dilatih selama satu minggu untuk melakukan pekerjaan rumah tangga dan tidak diberikan pelatihan untuk merawat orang sakit.
Teh Ying Heng berjanji akan memberikan data lengkap termasuk nomor kontak dari agensi atau orang penghubungnya di Indonesia, majikan Walfrida sebelumnya, dan majikan dari pembantu asal Kamboja yang digantikan perempuan asal Kabupaten Belu tersebut.
Tampak Tertekan
Sementara itu, suami istri yang kali pertama menemukan Walfrida mengatakan saat mereka mencoba berkomunikasi, Walfrida dalam keadaan tertekan dan menangis.
"Kedua saksi tidak melihat adanya tanda-tanda yang mencurigakan termasuk darah di pakaian yang dikenakan oleh Walfrida," tulis perwakilan KBRI.
Mansor mengetahui Walfrida terlibat kasus pembunuhan, dari komunikasi radio CB di mobilnya saat dalam perjalanan ke tempat kerja.
"Berdasarkan ciri-ciri pakaian yang dikenakan Walfrida, sesuai dengan laporan polisi. Saat itulah Mansor menghubungi Polsek Tok Uban," imbuh mereka.
Walfrida kemudian ditangkap 15 menit kemudian oleh polisi. Sidang akan kembali dilanjutkan pada tanggal 26 Januari 2014 mendatang.
Dalam sidang tersebut akan terdapat beberapa agenda di antaranya, penyampaian dokumen yang dijanjikan oleh agen tempat Walfrida disalurkan, polisi penyidik sebagai saksi, hasil pemeriksaan tulang serta kejiwaan Walfrida.
Menurut Pejabat Konsuler dan Ketua Satuan Tugas Perlindungan WNI KBRI Kuala Lumpur, Dino Wahyudin, yang pernah dihubungi VIVAnews beberapa waktu lalu, sidang akan rutin dilakukan setiap hari mulai tanggal 26-30 Januari 2014. (ren)
© VIVA.co.id

Majikan Erwiana Juga Pernah Siksa TKI Lain

Bunga mengaku bekerja di kediaman Law selama 10 bulan.

Unjuk rasa perlindungan TKI di Jakarta beberapa waktu lalu
_______
VIVAnews- Law Wan Tung, majikan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Hong Kong, Erwiana Sulistyaningsih, ternyata tidak hanya menyiksa perempuan berusia 23 tahun itu. Ada TKI lain bernama Bunga yang pernah bekerja di kediaman Law dan juga senasib dengan Erwiana.
Bunga turut dipukuli dan diancam akan dibunuh pada tahun 2010, ungkap harian Hong Kong,South China Morning Post (SCMP), akhir pekan kemarin. Bunga mengaku bekerja di kediaman Law selama 10 bulan.
"Pernah, satu ketika, majikan begitu marah. Lalu, dia menyeret saya hingga ke balkon dan mengancam akan melempar saya dari apartemennya. Dia membuat saya memohon agar dapat tetap hidup," ungkap Bunga.
Perempuan berusia 28 tahun itu melanjutkan, majikannya bisa memukul dia sesuka hati. "Tapi, saya kemudian berlutut dan memohon agar tidak membunuh saya karena saya masih memiliki seorang anak laki-laki," kata dia.
Dia mengatakan, tidak pernah diizinkan keluar dari apartemen majikannya. Bunga mengaku selalu dikunci dari dalam apartemen, apabila keluarga majikannya keluar.
Tidak cukup sampai di situ, lanjut Bunga. Mantan majikannya itu, juga mengancam akan membayar polisi Indonesia untuk membunuh seluruh keluarganya apabila dia buka suara soal tindak kekerasan yang dia alami.
"Pada akhirnya dia memang membantu saya untuk keluar dari pekerjaan ini dengan bekerja sama melalui agen," kata Bunga.
Sayangnya, agen tersebut memberikan syarat agar tidak memberikan dakwaan hukum terhadap majikannya itu.
Bunga beralasan, baru berani buka suara hampir empat tahun setelah kejadian, lantaran dia merasa sedih karena tidak dapat melakukan apa pun demi membantu Erwiana.
Demi membuktikan kesaksiannya itu, Bunga mengaku siap bekerja sama dengan polisi Hong Kong.
Ancaman Kematian
Menurut Ketua Jaringan Pekerja Migran Indonesia, Eni Lestari, Erwiana turut mendapat ancaman kematian. Dia tidak diizinkan meninggalkan apartemen dan sang majikan juga mengancam akan membunuh keluarganya, apabila Erwiana berani melapor soal perlakuan kejamnya.
Sementara Asosiasi Pekerja Migran Indonesia, Karsiwen, yang kini tengah membantu proses kasus Erwiana, mengatakan telah menunjuk pengacara di Indonesia dan Hong Kong.
"Mendengar kelanjutan kasusnya ini, Erwiana mengaku geram dan bertekad akan kembali ke Hong Kong untuk memberikan pelajaran bagi si majikan," ungkap Juru Bicara asosiasi itu, Karsiwen.
Menurut seorang sumber di kepolisian Hong Kong, mereka akan berencana berkunjung ke Sragen untuk memintai keterangan dari Erwiana.
Para polisi itu akan berangkat beberapa hari kemudian setelah bertemu polisi bagian kejahatan di Distrik Kwun Tong dan pejabat KJRI pada Rabu mendatang. (ren)
© VIVA.co.id

Percakapan Dengan Majikan Tentang Kasus Penyiksaan Erwiana



Seperti biasanya, jam
6.30 sore waktu Hong Kong adalah jam makan saya dengan Bobo (nenek). Jam 5.30 sore saya sudah mulai sibuk di dapur menyiapkan masakan. Karena kami makan hanya berdua, masakannya pun sangat simple, nasi, sayur dan lauk.
Jam 6.30 sore, di salah satu TV Hong Kong menyiarkan berita yang terjadi hari ini, selain berita tentang Hong Kong, juga berita dari luar negeri.
Hari ini jam makan kami lebih cepat dari biasanya. Berita masih berjalan 10 menit saya sudah ke dapur untuk mencuci mangkuk. Tiba-tiba Bobo memanggil saya,
Bobo: Ave... Ave, ko lei lah, ke sini maksudnya
Saya: Ada apa Bobo?
Bobo: Kamu duduk dulu, bentar ya, tunggu sebentar, aku pengen kamu lihat berita ini
Saya: Hoak. Jawab saya. Sebenarnya saya sudah bisa menebak, berita apa yang akan ditayangkan. Ya, tentang Erwiana, kawan kami, BMI Hong Kong yang dianiaya majikan sampai parah.
Bobo: Nah, lihat itu beritanya, kamu dengerin ya, aku pengen tanya sama kamu, bentar, biar selesai dulu beritanya.
Di televiai sedang menyiarkan berita tentang Erwiana. Foto majikan yang diburamkan, pernyataan menteri tenaga kerja Hong Kong, waktu demo ke agen Chans Asia dan KJRI, juga video warga lokal Hong Kong yang sedang membagikan selebaran ke orang-orang yang lalu lalang di depan pintu keluar MTR. Sepertinya ini selebaran ajakan untuk aksi besok (Minggu, 19 Januari 2014).
Bobo: Nah, tau kan. Itu temen kamu orang Indonesia, kerja di rumah majikan, kenapa kok gak kabur diperlakukan seperti itu. Tanya Bobo
Saya: Dia masih baru di Hong Kong, Bobo. 8 bulan, gak pernah keluar, majikan keluar pun pintu rumah dikunci dari luar. Gimana mau kabur
Bobo: Kan bisa telpon, masa sampek segitunya, duh. Kenapa bisa begitu majikannya
Saya: Dia gk punya telpon. Bahasa kantonis belum lancar, dia gak berani karena masih harus bayar potongan agen.
Bobo: Oh iya, apa kalian kalau kerja di Hong Kong harus bayar potongan agen, berapa bulan itu, 7 bulan ya.
Saya: Haiya, makanya dia gak berani. Pernah kabur dan telpon agen, tapi sama agen dibalikin lagi sama majikan.
Bobo: Hai, kasian banget.
Saya: Haiya, kasian banget dia, sekarang masih di Rumah Sakit.
Bobo: Eh tapi ada kok, pembantu yang pura-pura kerjanya gak bener biar diinterminit dan dapat uang, pernah denger kan?
Saya: Iya tahu, memang ada yang kayak gitu.
Bobo: Aku ada saudara, dia ambil orang Pilipina. Pernah itu, dia berlagak kayak orang gila biar diinterminit. Karena takut, orang dia jaga bayi di rumah, ya sudah akhirnya diinterminit.
Saya: Masa kayak gitu modusnya biar diinterminit?
Bobo: Haiya. Tapi orang Indonesia memang lebih sabar dan tlaten, gak suka bantah sama majikan.
Saya: Masa sih.
Bobo: Haiya. Kebanyakan gitu. Kecuali majikan yang gak baik.
Saya: Hai, kamu baik aku akan baik lo sama kamu, bukankah begitu, Bobo
Bobo: Iya, harusnya gitu. Tapi kadang, meski pembantu baik majikan jahat juga ada, dan sebaliknya.
Saya: Iya, Bobo, besok ada demo, aku ikut.
Bobo diam tak menjawab. Entah pura-pura gak denger atau apa.
Sebenarnya saya sudah menunggu majikan saya untuk cerita soal Erwiana ini ke saya. Kebetulan Bobo penikmat koran setiap hari, jadi berita apapun dia baca, termasuk Erwiana.
Tak sengaja, kemarin saya melihat Bobo membaca berita soal Erwiana di koran yang satu halaman penuh isinya tentang Erwiana. Saya diam-diam dan menunggu, kira-kira Bobo akan ngasih tau saya gak ya soal kasus ini.
Tak bisa dipungkiri, kasus Erwiana cukup menyita perhatian publik Hong Kong. Bagi yang mengambil pekerja rumah tangga, pasti ketar-ketir karena kasus ini. Apalagi bagi mereka yang pernah atau sedang menyiksa PRT yang bekerja di rumahnya.
Semoga pengadilan akan berpihak kepada Erwiana dan para majikan yang memperkerjakan buruh migran di rumahnya akan lebih berhati-hati lagi dalam memperlakukan pekerjanya. Memperhatikan makan, istirahat, kenyamanan, ketepatan membayar gaji, hak libur dan juga menganggap mereka (kami) sebagai bagian dari keluarganya sendiri.
Ini cerita saya dengan majikan soal kasus Erwiana. Mana cerita kawan-kawan dengan majikan soal kasus Erwiana?
Atau majikan kawan-kawan pura-pura gak tahu dengan kasus ini? Atau malu mau cerita dengan kawan-kawan?
Share yuk, ini bisa jadi bukti juga, bagaimana saat ada orang Hong Kong memperlakukan buruh migran sekeji ini, apa tanggapan mereka sebagai sesama warga Hong Kong
Mari kawal terus kasus Erwiana. Kemenangan pasti akan membawa dampak bagi perbaikan buruh migran. Semoga
By www.bmi-hk.blogspot.hk/2014/01/percakapan-dengan-majikan-tentang-kasus.html?m=1

Shumaisy:Tolong! Balita Piatu Ini Mencari di Mana Ayah Kandungnya

Jakarta - Seorang TKW bernama Kartiya (34) meninggal karena penyakit menahun di Arab Saudi. Ia meninggalkan seorang anak laki-laki bernama Muhammad Ilham (1,5).
Berdasarkan informasi yang diterima detikcom dari pembaca bernama Lia Joulia, Minggu (19/1/2014), selain dengan Ilham, Kartiya semasa hidup juga tinggal di Arab Saudi bersama suaminya. Sayang, beberapa saat sebelum Kartiya meninggal, suaminya pergi entah ke mana.
"Ibunya meninggal dalam penantian untuk diangkut ke Tarhil (Pusat Detensi Imigrasi) Shumaisy agar bisa pulang ke Tanah Air," ujar Lia.
Lia menuturkan, pasca meninggalnya Kartiya, Ilham hidup seorang diri dan terus dibantu untuk bisa bertemu ayah kandungnya. Keberadaan Ilham ini awalnya diketahui dari seseorang bernama Bituri.
"Dari pria ini (Bituri) diperoleh informasi bahwa anak ini bernama Muhammad Ilham Bin Adang Ido. Ayahnya bernama Adang Ido Idrus, dan belum diketahui dari mana asal daerahnya," ungkapnya.
KJRI di Jeddah selanjutnya mengambil alih pengurusan bocah itu. Ilham dirawat dan diasuh oleh sejumlah TKW yang ditampung menunggu proses penyelesaian kasus dengan majikan mereka.
"Tidak mudah melacak keberadaan anggota keluarga dari ibu bocah ini di Indonesia. Bisa jadi karena informasi yang disampaikan sang pelapor sangat terbatas. Satu-satunya petunjuk yang bisa diandalkan kala itu adalah sebuah telepon genggam peninggalan almarhumah," jelas Lia.
Salah satu nomor berhasil ditelepon dan mengaku bernama Viki Rizki Afandi, yang selanjutnya diketahui sebagai anak Kartiya dari suami yang pertama. Pihak KJRI pun bertemu dengan Viki di Bandara Soekarno-Hatta. Ilham selanjutnya diserahkan kepada kakak tirinya. Kini Ilham masih mencari di mana keberadaan ayah kandungnya.
By http://m.detik.com/news/read/2014/01/19/052302/2471250/10/tolong-balita-piatu-ini-mencari-dimana-ayah-kandungnya?utm_campaign=%23KoranTweet&utm_source=twitterfeed&utm_medium=twitter
 

Tag

IP

My-Yahoo

Blogger Widget Get This Widget

Histast

Total Pengunjung