Tuesday, May 27, 2014
Anak TKI Sabah Ikut Ujian Kesetaraan
NUNUKAN, suaramerdeka.com - Ujian
kesetaraan untuk tingkat SMP (paket B) dan
tingkat SD (paket A) di Kota Kinabalu, Negeri
Sabah, Malaysia diikuti sebanyak 795 anak
tenaga kerja Indonesia (TKI).
Dadang, Kepala Sekolah Indonesia Kota Kinabalu
(SIKK) di Kota Kinabalu saat dihubungi dari
Nunukan, Senin (26/5) mengatakan peserta ujian
kesetaraan paket A dan paket B tersebut berasal
dari puluhan "community learning center (CLC)"
yang tersebar di sejumlah perusahaan di wilayah
kerja Konsulat Jenderal RI Kota Kinabalu.
Peserta ujian kesetaraan paket tersebut masing-
masing untuk paket A sebanyak 778 orang dan
paket B sebanyak 17 orang.
Sebenarnya, lanjut dia, total peserta ujian
kesetaraan paket A yang terdaftar sebanyak 906
orang dan paket B sebanyak 17 orang namun
jumlah siswa yang tidak sempat mengikuti ujian
kesetaraan itu sebanyak 128 orang untuk paket
A.
Dadang mengaku, tidak mengetahui jumlah
berdasarkan jenis kelaminnya namun pada
intinya seluruhnya merupakan anak-anak WNI
yang bekerja di Negeri Sabah di wilayah kerja
Konjen RI Kota Kinabalu.
Wilayah kerja Konjen RI Kota Kinabalu diantaranya
Sandakan, Keningau, Telupid dan Kota Kinabalu
sendiri yang hampir seluruh perusahaan terdapat
sekolah bagi anak TKI yang lebih dikenal CLC.
Sumber Anak TKI Sabah Ikut Ujian Kesetaraan
Curhat Kartika Tentang Kekalahan Kasusnya
Kartika menceritakan kasusnya
Minggu, 25 Mei 2014, Kartika Puspitasari, BMI
Hong Kong yang mengalami penyiksaan dan
dikurung selama satu minggu di dalam kamar
mandi tanpa air dan makan, datang ke Vicktoria
Park di markas organisasi Wanodya Indonesia
Club.
Dia menceritakan kejadian yang menimpanya
saat dia bekerja di rumah majikan yang tidak
menggajinya selama dua tahun lebih, bahkan ia
memperlihatkan bekas luka luka di tubuhnya,
salah satunya adalah bekas luka di bagian
lengannya yang diiris dengan silet.
Bekas luka tersebut mengakibatkan lengannya
seperti terlihat daging tumbuh dari dalam. Saat
ditanya apa yang dirasakannya saat itu, Ia
menjawab bahwa perlakuan kasar dan
penyiksaan itu kerap diterimanya hampir setiap
hari, karena saking sering hingga dia tidak
merasakan apa-apa (kebal atau mati rasa).
Sementara kawan kawan BMI sekitar yang ikut
mendengarkan terlihat tegang, geram. Bahkan
beberapa dari mereka ada yang terlihat berkaca
kaca seperti ikut merasakan sakit yang dialami
Kartika waktu itu.
Apa yang membuatnya berhasil menumbuhkan
keberanian lari, ia menjawab dengan hati-hati
sekali seperti kembali kepada kejadian waktu itu.
"Saya diancam gigi saya akan dirontokkan"
jelasnya.
Menanggapi kekalahan kasusnya, dia tetap
optimis akan menuntut banding, sidang lanjutan
akan digelar tanggal 9 juni di Jordan, pukul
9.30.
"Itu adalah sidang penentuan buat saya,
berharap sekali bisa mendapatkan gaji saya
yang tidak dibayar selama dua tahun lebih.
Begitu jelasnya." Harapnya
Sementara Ryan Aryanti, ketua dari organisasi
Wanodya Indonesia Club mengajak kawan-kawan
untuk memberikan dukungan terhadap Kartika,
dia berharap kawan-kawan BMI yang bisa keluar
pada hari persidangan Kartika nanti bisa ikut
mendampingi untuk mensuportnya agar Kartika
tidak merasa bahwa dia sendirian.
Mega Vriestian, salah satu koordinator SOLIKA
Solidaritas Untuk Kartika) membuat
penggalangan dana terbuka untuk Kartika.
Selama menunggu persidangan Kartika tidak
diperbolehkan untuk bekerja dan penggalangan
dana yang dilakukan adalah untuk membantu
keluarga Kartika di tanah air.
"Kondisi psikologisnya sangat trauma, dia butuh
pendampingan psikologis untuk mengembalikan
kepercayaan dirinya dan dia juga butuh
penerjemah yang bisa diandalakan untuk
membantu proses persidangannya nanti" Terang
Mega.
Dihubungi secara terpisah melalui whatsaap,
KONJEN RI di Hong Kong mengatakan, " kami
selalu memberikan pendampingan bagi mbak
Kartika dan juga menghormati proses hukum
pemerintah Hong Kong." terangnya
Setelah mendapat balasan dari Konjen Chalif
Akbar tentang kasus Kartika, kawan-kawan
buruh migran yang tergabung dalam Aliansi
Migran Progresi (AMP) dan massa luas
mengirimkan sms tuntutan kepada KJRI agar
mengupayakan pembelaan maksimal serta
upaya naik banding dan menjamin Kartika
mendapatkan hak gaji dan hak-hak lainnya.
Namun sejauh mana pendampingan itu
dilakukan oleh KJRI? Pendampingan yang
dilakukan kasus perkasus, hanya akan menjadi
tambal sulam bagi permaslahan yang menimpa
Buruh Migran Indonesia. Pemerintah Indonesia
sepertinya tidak mau belajar dari apa yang
terjadi, bahwa kasus-kasus yang ada adalah
akibat dari kebijakan-kebijakan yang bukan
menjadi kebutuhan dasar buruh migran tetapi
tetap diberlakukan.
Sumber web fera nuraini
Kartika Ajukan Banding Kasus Penyiksaannya
Kartika BMI Hong Kong yang
Pernah Disiksa Majikannya
Minggu (25/4), Kartika Puspitasari, BMI
Hong Kong yang mengalami penyiksaan
dan dikurung selama satu minggu di
dalam kamar mandi tanpa air dan
makan datang ke Victoria Park di
markas organisasi Wanodya Indonesia
Club. Ia menceritakan kejadian yang
menimpanya saat bekerja di rumah
majikan yang tidak menggajinya selama
dua tahun lebih. Kartika juga
memperlihatkan bekas luka-luka di
tubuhnya. Salah satunya adalah bekas
luka di bagian lengan yang diiris dengan
silet. Bekas luka tersebut terlihat seperti
daging tumbuh dari dalam.
Saat ditanya apa yang dirasakannya saat
itu, ia menjawab bahwa perlakuan kasar
dan penyiksaan itu kerap diterimanya
hampir setiap hari. Saking seringnya
disiksa, hingga kini ia sering tak
merasakan apa-apa (kebal atau mati
rasa) pada bekas lukanya.
Sementara itu kawan-kawan BMI yang
ikut mendengarkan cerita Kartika
terlihat tegang dan geram. Bahkan
beberapa dari mereka ada yang terlihat
berkaca kaca seperti ikut merasakan
sakit yang dialami Kartika waktu itu.
Lantas apa yang membuatnya punya
keberanian untuk lari? Kartika
menjawab hati-hati sekali, seperti
kembali pada kejadian waktu itu, “Saya
diancam gigi saya akan dirontokkan,”
jelasnya.
Menanggapi kekalahan kasusnya di
pengadilan Hong Kong, ia tetap optimis
akan menuntut banding. Sidang
lanjutannya akan digelar tanggal 9 juni
di Jordan, pukul 9.30. “Itu adalah sidang
penentuan buat saya, berharap sekali
lagi bisa mendapatkan gaji saya yang tak
dibayar selama dua tahun lebih,” begitu
harapnya.
Sementara Ryan Aryanti, ketua dari
organisasi Wanodya Indonesia Club
mengajak kawan-kawan untuk
memberikan dukungan terhadap
Kartika. Ia berharap kawan-kawan BMI
bisa keluar pada hari persidangan
Kartika untuk mensuport Kartika agar ia
tak merasa sendirian. Mega Vriestian,
salah satu koordinator Solidaritas Untuk
Kartika (SOLIKA) membuat
penggalangan dana terbuka untuk
Kartika. Selama menunggu persidangan,
sesuai peraturan, Kartika tidak
diperbolehkan untuk bekerja.
Penggalangan dana itu dilakukan untuk
membantu keluarga Kartika di tanah
air.
“Kondisi psikologisnya sangat trauma, ia
butuh pendampingan psikologis untuk
mengembalikan kepercayaan dirinya
dan ia juga butuh penerjemah yang bisa
diandalakan untuk membantu proses
persidangannya nanti,” terang Mega.
Dihubungi secara terpisah melalui
Whatsapp, Konjen RI di Hong Kong,
Chalif Akbar mengatakan, “Kami selalu
memberikan pendampingan bagi mbak
Kartika dan juga menghormati proses
hukum pemerintah Hong Kong,”
terangnya.
Setelah mendapat balasan dari Konjen
tentang kasus Kartika, kawan-kawan
buruh migran yang tergabung dalam
Aliansi Migran Progresi (AMP) dan massa
luas mengirimkan sms tuntutan kepada
KJRI agar mengupayakan pembelaan
maksimal serta upaya naik banding.
Selain itu juga KJRI harus menjamin
Kartika mendapatkan hak gaji dan hak-
hak lainnya. Namun sejauh mana
pendampingan itu dilakukan oleh KJRI?
Pendampingan yang dilakukan kasus
perkasus hanya akan menjadi tambal
sulam bagi permasalahan yang
menimpa BMI. Pemerintah Indonesia
sepertinya tidak mau belajar dari apa
yang terjadi, bahwa kasus-kasus yang
ada adalah akibat dari kebijakan-
kebijakan yang bukan menjadi
kebutuhan dasar buruh migran yang
masih tetap diberlakukan.
Sumber Kartika Ajukan Banding Kasus
Penyiksaannya
Jika tetap tak ramah, Indonesia harus setop ekspor TKI ke Arab
MERDEKA.COM. Ancaman Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) untuk
melanjutkan moratorium atau penghentian
sementara pengiriman Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) ke Arab Saudi didukung penuh Migrant
Care. Analis Kebijakan Migrant Care Wahyu Susilo
melihat kebijakan itu sebagai langkah tepat.
Wahyu meminta pemerintah berani menjalankan
kebijakan itu jika tidak ada niat baik dari Arab
untuk lebih ramah terhadap tenaga kerja dari
Indonesia.
"Nyatakan bahwa RI tak lagi menjadikan Saudi
tujuan utama TKI. Jika tidak ada perubahan sikap
yang signifikan sebaiknya dihentikan," tegas
Wahyu kepada merdeka.com, Selasa (27/5).
Wahyu sekaligus menegaskan bahwa pengiriman
TKI harus diarahkan ke negara ramah dan
memiliki sistem perlindungan terhadap tenaga
kerja dari negara lain.
"Harus diarahkan ke negara yang ramah
perlindungan TKI," ucapnya.
Adik kandung Wiji Thukul ini memandang, niat
penghentian pengiriman TKI ke Arab tidak hanya
karena pendapatan tak layak. Ada hal yang lebih
penting dari itu.
"Tak hanya soal gaji, tetapi juga harus
menyangkut komitmen Saudi melindungi TKW,
menindak pelaku pemerkosaan dan
penganiayaan dan menghapus kafala system,"
tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengancam
akan melanjutkan moratorium. Kecuali jika
pemerintah Negara Petrodolar itu sepakat
menggaji TKI minimal 1.900 riyal atau setara Rp
5,81 juta per bulan.
"Kita kukuh tetap meminta Rp 5,8 juta. Dan yang
penting moratorium tetap berjalan sampai
sekarang," ancam pria yang akrab disapa Cak
Imin tersebut.
Adapun gaji sebesar 1.900 riyal itu termasuk
insentif sebesar 400 riyal. Ini lantaran TKI sering
diminta bekerja di hari libur, biasanya Jumat.
Sayang, permintaan tersebut ditolak oleh Arab
Saudi, pekan lalu. "Enggak tahu kenapa mereka
menolak Mungkin bagi mereka kemahalan, tapi
kita tetap di posisi awal," beber Cak Imin.
Seorang sumber dari Saudi Council of Chambers
(SCC) yang mengikuti jalannya negosiasi
mengungkapkan, Arab Saudi menawarkan gaji
1.000 riyal per bulan dengan tambahan 200 riyal
untuk TKI yang bekerja pada Jumat.
"Pemerintah Saudi tak bisa menerima usulan
Indonesia tadi. Akibatnya, visa untuk pekerja
Indonesia tak bisa dikeluarkan kecuali ada
kesepakatan di antara keduanya," ujar sumber itu
seperti dilansir situs dream.co.id (21/5).
Ditemui terpisah, pengusaha bidang perekrutan
tenaga kerja untuk Arab Saudi Faisal Al-
Harandahah mengatakan, permintaan gaji dari
Indonesia kemahalan dan dianggap
mengeksploitasi penduduk Arab Saudi. Kerajaan
disarankan mencari negara alternatif pemasok
tenaga kerja, semisal, Filipina, Sri Lanka, Maroko,
dan India.
Faisal sesumbar permintaan gaji tinggi justru
akan merugikan Indonesia. Alasannya, Arab Saudi
merupakan pasar tenaga kerja terbesar.
Selain Indonesia, Arab Saudi telah
menandatangani kerja sama serupa dengan tiga
negara lain. Tak hanya itu, 14 negara juga telah
menyatakan ketertarikannya untuk mengekspor
tenaga kerja ke Arab Saudi.
Indonesia menerapkan moratorium pengiriman
buruh migran ke Arab Saudi sejak 1 Agustus
2011. Ini atas desakan DPR dan lembaga
swadaya akibat maraknya pelanggaran hak asasi
terhadap TKI yang bekerja di sana.
Kedua pemerintah mulai menjajaki diskusi
mengakhiri moratorium Februari tahun ini.
Indonesia mengajukan sejumlah poin untuk
disepakati.
Antara lain, jenis pekerjaan dan jam kerja, tempat
kerja, hak dan kewajiban bagi pengguna jasa dan
TKI, gaji dan cara pembayarannya. Kemudian
satu hari libur dalam seminggu ditambah cuti,
serta jangka waktu perpanjangan dan
penghentian perjanjian kerja.
Sumber Jika tetap tak ramah, Indonesia harus
setop ekspor TKI ke Arab
Subscribe to:
Posts (Atom)