enny Wahid ketika konsultasi dengan Pakde Karwo di sela KLB Partai Demokrat, di Bali, 29 Maret 2013 |
Wednesday, June 12, 2013
Banyak WNI Jadi Calo Manfaatkan Kondisi Buta Huruf TKI di Jeddah
Masih Banyak Negara Non-Muslim Perlakukan TKW Lebih Manusiawi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -
Upaya menghentikan pengiriman tenaga kerja wanita (TKW) permanen ke
Arab Saudi, tidak perlu dikhawatirkan. Karena, banyak negara non-Muslim
jauh lebih memanusiawikan buruh migran.
"Masih banyak negara yang memerlakukan TKW dengan baik. Dengan berat
hati, Taiwan dan Hong Kong yang non-Muslim, memerlakukan TKW lebih
manusiawi. Ada hak yang diberikan ke TKW," ujar Ketua Umum Lembaga
Persahabatan Ormas Islam (LPOI) KH Said Aqil Siroj yang akrab disapa
Kang Said, saat rapat bersama anggota LPOI di Kantor PBNU, Jakarta
Pusat, Rabu (12/6/2013).Menurut Kang Said, saat negara Arab lain sudah menandatangani MoU untuk melindungi dan memerlakukan TKW lebih manusiawi, Pemerintah Arab Saudi justru belum melakukannya.
Kang Said menambahkan, LPOI bukan dalam kapasitas menekan Pemerintahan Arab Saudi untuk menandatangani MoU, karena itu dilakukan Government to Government (G to G).
"Tapi ini harga diri kita," katanya.
LPOI beranggotakan Nahdlatul Ulama, Persatuan Islam, Al Irsyad Al Islamiyah, Mathlaul Anwar, Ittihadiyah, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia, IKADI, Azzikra, Syarikat Islam Indonesia, Alwasliyah, dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).
Salah satu sikap keras yang diambil LPOI adalah,p emerintah tidak cukup melakukan moratorium pengiriman TKW, khususnya ke Arab Saudi. Tapi, seharusnya pengiriman TKW disetop selamanya.
Pemerintah Akan Bantu TKI yang Ditangkap di Jeddah
TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur, menjamin akan memberi bantuan hukum kepada puluhan tenaga kerja Indonesia yang ditangkap polisi Saudi. Mereka ditangkap karena diduga terkait dengan kerusuhan di depan gedung Konsulat Jenderal RI di Jeddah, Arab Saudi, Ahad lalu, 9 Juni 2013.
"Kami akan memberi bantuan hukum kalau prosesnya sampai di pengadilan," kata Gatot melalui telepon kepada Tempo dari Riyadh, Rabu, 12 Juni 2013.
Gatot mengatakan polisi menangkap mereka karena diduga terlibat dalam insiden di depan gedung Konsulat Jeddah. Di samping itu, dia menduga para TKI itu ilegal karena izin tinggalnya sudah kadaluwarsa (overstay).
"Kalau diduga terlibat kerusuhan, ada kemungkinan diberikan sanksi. Kami akan memberi pembelaan kalau memang itu terjadi. Tetapi kalau hanya overstayers, kemungkinan mereka akan dideportasi," kata dia.
Gatot belum memastikan identitas dan jumlah TKI yang tertangkap polisi Arab Saudi tersebut. Saat ini, mereka ditahan di Karantina Imigrasi Jeddah.
Dia mengatakan pemerintah menghormati langkah polisi Saudi tersebut sebagai upaya penegakan hukum. Kemungkinan, ucap Gatot, tindakan polisi itu adalah pelaksanaan penegakan hukum di wilayah kedaulatannya. Karena itu mereka menangkap orang-orang yang diduga melakukan keributan-keributan di wilayah kedaulatannya.
Insiden di Konsulat Jeddah terjadi saat ribuan TKI datang untuk mengurus pemutihan dokumen masa tinggal yang telah habis atau TKI yang tidak memiliki dokumen resmi. Kerusuhan pecah setelah beredar kabar batas waktu pemutihan telah habis. Kabar ini membuat massa mengamuk. Mereka membakar berbagai peralatan di depan gedung Konjen RI. Padahal sebenarnya batas akhir adalah 3 Juli mendatang.
Selain itu, keterbatasan lokasi pelayanan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) membuat banyak orang tidak sabar. Diperkirakan sekitar 80 ribu warga negara Indonesia akan mengurus surat pengampunan dan pemutihan. Sedangkan tempat pengurusan pemutihan hanya ada di dua lokasi yaitu Kedutaan Besar RI di Riyadh dan Konjen RI di Jeddah.
Kerusuhan tersebut menyebabkan seorang TKI asal Sampang, Marwah binti Hasan, tewas karena terimpit dan terinjak-injak. Perempuan 55 tahun itu sudah dimakamkan di Arab Saudi. Menurut Gatot, pasca kerusuhan tersebut, pelayanan pengurusan pemutihan kembali normal. Kedutaan membuka loket layanan seperti biasa dan melayani sekitar 5.000 TKI setiap harinya.
RUSMAN PARAQBUEQ
Pemerintah Benarkan Puluhan TKI Ditangkap di Arab
TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur, membenarkan bahwa polisi Arab Saudi menangkap puluhan tenaga kerja Indonesia pasca-insiden kerusuhan di kantor Konsulat Jenderal di Jeddah. Namun, Gatot belum mengetahui jumlah pasti dan identitas warga yang tertangkap tersebut.
"Berita itu betul, jumlahnya sekitar (30 orang) itu. Tapi kami belum bisa pastikan jumlahnya terakhir," kata Gatot melalui telepon dari Riyadh, Rabu, 12 Juni 2013.
Gatot mengatakan penangkapan TKI tersebut terjadi setelah kerusuhan di depan kantor KJRI Jeddah. Meski demikian, dia belum mendapat kepastian dugaan sangkaan terhadap mereka, apa karena alasan terlibat kerusuhan tersebut atau karena termasuk kategori overstayers di Arab Saudi.
"Kemungkinan itu adalah pelaksanaan penegakan hukum suatu negara di wilayah kedaulatannya. Karena itu, mereka menangkap orang-orang yang diduga melakukan keributan-keributan di wilayah kedaulatannya. (Keributan) itu di luar KJRI," kata Gatot.
Gatot memperoleh informasi puluhan TKI tersebut untuk sementara diamankan di Kantor Karantina Imigrasi di Jeddah. "Jadi bukan diamankan di kantor polisi."
Ahad lalu, 9 Juni 2013, ribuan TKI mendatangi KJRI Jeddah untuk mengurus pemutihan dokumen seputar masa tinggal yang telah habis, atau karena tidak memiliki dokumen resmi. Kerusuhan pecah setelah beredar kabar batas waktu pemutihan masa tinggal telah habis. Kabar ini membuat massa mengamuk. Mereka membakar berbagai peralatan di depan gedung Konsulat. Padahal sebenarnya batas akhir adalah 3 Juli mendatang.
Selain itu, keterbatasan lokasi pelayanan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) membuat banyak orang tidak sabar. Diperkirakan sekitar 80 ribu warga negara Indonesia akan mengurus surat pengampunan dan pemutihan. Sedangkan loket yang tersedia hanya ada di dua lokasi, yaitu Kedutaan Besar RI di Riyadh dan KJRI di Jeddah.
Kerusuhan tersebut menyebabkan seorang TKI asal Sampang, Marwah binti Hasan, tewas karena terimpit dan terinjak-injak. Perempuan 55 tahun itu sudah dimakamkan di Arab Saudi.
Menurut Gatot, pasca-kerusuhan tersebut, pelayanan pengurusan pemutihan kembali normal. Kedutaan membuka loket layanan seperti biasa dan melayani sekitar 5.000 TKI setiap hari. "Tidak ada penutupan loket dalam dua hari terakhir. Penutupan terjadi hanya pada saat terjadi keributan itu," kata Gatot.
RUSMAN PARAQBUEQ
TKI yang meninggal dalam kerusuhan KJRI Jeddah orang Madura
MERDEKA.COM. Marwah binti Hasan, tenaga kerja
Indonesia (TKI) yang dilaporkan meninggal dunia dalam kericuhan di depan
Konsulat Jenderal Indonesia (KJRI) Jeddah, Arab Saudi, Minggu (9/6),
berasal dari Kabupaten Sampang, Pulau Madura, Jawa Timur. Seperti
dikutip dari Antara, Rabu (12/6).
Marwah binti Hasan merupakan warga Desa Plakaran, Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang. Dia sudah bekerja di Arab Saudi sejak 1998, kata Kepala Desa Plakaran, Moh Ersat, Selasa kemarin. "Ini berdasarkan informasi yang disampaikan langsung oleh Holifah, anak korban yang juga bekerja sebagai TKI di Arab Saudi."
Dia menjelaskan Marwah memang berusia 55 tahun seperti yang disiarkan sejumlah media pascakericuhan di depan KJRI, Jedah itu. Semula TKI yang meninggal dikabarkan berasal dari Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura.
Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bangkalan sebelumnya juga menyatakan Marwah binti Hasan yang dikabarkan meninggal dunia dalam kericuhan di depan KJRI memang merupakan warga Sampang.
Hal itu karena berdasarkan kerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pemkab Bangkalan, tidak ditemukan warga bernama Marwah binti Hasan berumur 55 tahun.
"Memang ada tiga orang warga Bangkalan yang bernama Marwah binti Hasan, akan tetapi umurnya salah dan mereka juga merupakan warga yang tinggal di Bangkalan dan tidak menjadi TKI," kata Kepala Bidang Administrasi Kependudukan Dispenduk Capil Pemkab Bangkalan, Jayus Sayuti.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Michael Tene di Jakarta, Senin (10/6) pagi merilis, satu orang warga negara Indonesia dilaporkan meninggal dunia setelah terjebak dalam kericuhan yang terjadi di depan Konsulat Jenderal Indonesia (KJRI) Jeddah, Arab Saudi, pada Minggu (9/6).
Korban terjebak saat berdesak-desakan di depan loket untuk mengurus Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP). Desak-desakan di depan KJRI Jeddah itu melibatkan ribuan WNI yang ingin mengurus dokumen SPLP.
Pengurusan dokumen itu merupakan kebijakan baru yang dilaksanakan Kedutaan Besar RI di Arab Saudi. Hal itu dilakukan setelah pemerintah setempat mengumumkan akan memberikan amnesti bagi warga negara asing yang tidak memiliki dokumen lengkap guna menyempurnakan data diri mereka.
Pendaftaran dibuka sejak 13 Mei hingga 3 Juli 2013. Kebijakan pemutihan itu berlaku untuk semua "overstayers" dari berbagai negara. Karena itu, sejumlah negara yang memiliki "overstayers" dalam jumlah besar di Arab Saudi, termasuk Indonesia, memanfaatkan kebijakan amnesti tersebut dalam waktu yang terbatas dengan berbagai pemasalahannya.
Perkiraan jumlah "overstayers" beberapa negara lainnya yakni Filipina sekitar 20.000 orang, India (40.000) dan Bangladesh (100.000). Kegiatan pelayanan oleh KJRI Jeddah berlangsung Sabtu hingga Kamis, sejak pukul 06.00 sampai 17.00 dan pengambilan SPLP dilakukan sejak 17.00 hingga 22.00 waktu setempat.
Mengingat cuaca dalam seminggu terakhir yang semakin panas, demi keselamatan dan kelancaran pelayanan, KJRI Jeddah sejak tanggal 8 Juni 2013 mengubah jam layanan permohonan SPLP menjadi pukul 16.00 hingga dini hari.
Sementara itu, pemrosesan dokumen dimaksud dilakukan pada pagi hari hingga sore. Warga diminta mengikuti jadwal pelayanan yang telah ditetapkan tersebut. Sampai hari Sabtu (8/6), warga Indonesia yang sudah mendaftar berjumlah 48.260 dan keseluruhannya telah diproses.
Dari jumlah tersebut 12.877 sudah diserahkan dokumennya dan pada Senin (10/6) akan kembali diserahkan sebanyak 5.000 dokumen. Setiap hari rata-rata 7.000 WNI mendaftarkan diri. Angka tersebut cenderung meningkat.
Sumber: Merdeka.com
Marwah binti Hasan merupakan warga Desa Plakaran, Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang. Dia sudah bekerja di Arab Saudi sejak 1998, kata Kepala Desa Plakaran, Moh Ersat, Selasa kemarin. "Ini berdasarkan informasi yang disampaikan langsung oleh Holifah, anak korban yang juga bekerja sebagai TKI di Arab Saudi."
Dia menjelaskan Marwah memang berusia 55 tahun seperti yang disiarkan sejumlah media pascakericuhan di depan KJRI, Jedah itu. Semula TKI yang meninggal dikabarkan berasal dari Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura.
Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bangkalan sebelumnya juga menyatakan Marwah binti Hasan yang dikabarkan meninggal dunia dalam kericuhan di depan KJRI memang merupakan warga Sampang.
Hal itu karena berdasarkan kerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pemkab Bangkalan, tidak ditemukan warga bernama Marwah binti Hasan berumur 55 tahun.
"Memang ada tiga orang warga Bangkalan yang bernama Marwah binti Hasan, akan tetapi umurnya salah dan mereka juga merupakan warga yang tinggal di Bangkalan dan tidak menjadi TKI," kata Kepala Bidang Administrasi Kependudukan Dispenduk Capil Pemkab Bangkalan, Jayus Sayuti.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Michael Tene di Jakarta, Senin (10/6) pagi merilis, satu orang warga negara Indonesia dilaporkan meninggal dunia setelah terjebak dalam kericuhan yang terjadi di depan Konsulat Jenderal Indonesia (KJRI) Jeddah, Arab Saudi, pada Minggu (9/6).
Korban terjebak saat berdesak-desakan di depan loket untuk mengurus Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP). Desak-desakan di depan KJRI Jeddah itu melibatkan ribuan WNI yang ingin mengurus dokumen SPLP.
Pengurusan dokumen itu merupakan kebijakan baru yang dilaksanakan Kedutaan Besar RI di Arab Saudi. Hal itu dilakukan setelah pemerintah setempat mengumumkan akan memberikan amnesti bagi warga negara asing yang tidak memiliki dokumen lengkap guna menyempurnakan data diri mereka.
Pendaftaran dibuka sejak 13 Mei hingga 3 Juli 2013. Kebijakan pemutihan itu berlaku untuk semua "overstayers" dari berbagai negara. Karena itu, sejumlah negara yang memiliki "overstayers" dalam jumlah besar di Arab Saudi, termasuk Indonesia, memanfaatkan kebijakan amnesti tersebut dalam waktu yang terbatas dengan berbagai pemasalahannya.
Perkiraan jumlah "overstayers" beberapa negara lainnya yakni Filipina sekitar 20.000 orang, India (40.000) dan Bangladesh (100.000). Kegiatan pelayanan oleh KJRI Jeddah berlangsung Sabtu hingga Kamis, sejak pukul 06.00 sampai 17.00 dan pengambilan SPLP dilakukan sejak 17.00 hingga 22.00 waktu setempat.
Mengingat cuaca dalam seminggu terakhir yang semakin panas, demi keselamatan dan kelancaran pelayanan, KJRI Jeddah sejak tanggal 8 Juni 2013 mengubah jam layanan permohonan SPLP menjadi pukul 16.00 hingga dini hari.
Sementara itu, pemrosesan dokumen dimaksud dilakukan pada pagi hari hingga sore. Warga diminta mengikuti jadwal pelayanan yang telah ditetapkan tersebut. Sampai hari Sabtu (8/6), warga Indonesia yang sudah mendaftar berjumlah 48.260 dan keseluruhannya telah diproses.
Dari jumlah tersebut 12.877 sudah diserahkan dokumennya dan pada Senin (10/6) akan kembali diserahkan sebanyak 5.000 dokumen. Setiap hari rata-rata 7.000 WNI mendaftarkan diri. Angka tersebut cenderung meningkat.
Aisah, TKI Jeddah: Saya Cuma Mau Pulang
TEMPO.CO , Jeddah: Aisah, 32 tahun, tak henti-hentinya menangis. Tenaga kerja Indonesia asal Cikijing, Majalengka itu bingung dan risau. Suaminya, Suhendi, 45 tahun, ditangkap polisi Arab Saudi karena dituduh terlibat huru-hara pembakaran Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Jeddah, Senin, lalu.
»Kami cuma mau pulang, tadinya mau mendapatkan dokumen supaya bisa keluar dari Arab Saudi, uang tiket dari gaji yang masih di tangan majikan, sekarang tidak tahu harus bagaimana,” kata Aisah tersedu-sedu.
Aisah dan suaminya bekerja di majikan yang sama di Jamiah, Jeddah. Mereka mengetahui pemutihan dari laman Facebook dimana Suhendi ikut bergabung. Keduanya ingin mengurus Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) agar dapat kembali ke kampung halaman meskipun bayar tiket sendiri. Seharusnya, surat izin keluar diperoleh Rabu hari ini. Namun, rupanya nasib berkata lain.
Senin kemarin, keduanya tiba di KJRI Jeddah sekitar pukul 17.00. Aisah berpisah dengan suaminya di pintu masuk KJRI karena jalur laki-laki dan perempuan dibedakan. Mereka akan kembali bersama-sama setelah di dalam untuk pengurusan SPLP.
Aisah tiba di dalam dan selesai mengurus SPLP terlebih dulu. Tapi, dia tak bertemu suaminya. Aisah menelepon hingga hampir 20 kali, tapi tak diangkat. Kadang terdengar nada sibuk, atau mati. Baru sekitar pukul enam sore, Suhendi menulis pesan singkat. Bunyinya mengagetkan: »Saya ketangkap, kamu langsung pulang ke rumah.”
Aisah pun pulang sambil menangis. Sekitar pukul 7 malam, Suhendi kembali mengirim pesan singkat: »Beresin barang kamu, jual dan pulang ke Indonesia.” Aisah berusaha menelepon tapi gagal.
Sekitar pukul dua pagi waktu Arab Saudi, Suhendi kembali mengirim pesan singkat. »Saya sudah di depan penjara Tarhill, kemungkinan besar tidak bisa komunikasi lagi.”
Suami Aisah mengatakan ada sekitar 30-an orang termasuk dia diciduk polisi setempat.
Mereka tak diberi makan dan minum selama diamankan di kantor polisi Samali Hirehab, padahal sudah lebih dari 10 jam. »Katanya dia ditangkap lantaran ada berita kumpulan orang-orang bawa senjata, suami saya tidak bersalah, dia tidak bawa apa-apa,” kata Aisah kepada Tempo terisak.
Aisah merasa kecewa karena merasa suaminya menjadi korban asal tangkap, tanpa diselidiki lebih dahulu. Dia kini tinggal di penampungan bersama 20 orang lainnya. Dia kebingungan lantaran tidak punya uang, dan tidak tahu harus mengadu ke mana. »Semua orang di sini juga susah,” katanya. »Pemerintah Indonesia mikirin saya atau nggak? Saya ingin pulang, tapi enggak tahu harus bagaimana, uang buat beli tiket enggak ada.”
NATALIA SANTI
Demo TKI di Riyadh Bakal Merembet ke Malaysia dan Hongkong?
Tuesday, June 11, 2013
Dirjen: Antrian Dokumen TKI di KJRI Jeddah Membaik
Jakarta (ANTARA) - Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga
Kerja (Binapenta) Kemnakertrans Reyna Usman mengatakan bahwa pelayanan
pengurusan dokumen WNI dan TKI di KJRI Jeddah, Arab Saudi, sudah relatif
kondusif dan berlangsung lebih tertib dibandingkan sebelumnya.
"Sekarang proses pelayanannya sudah relatif lebih baik dalam artian
lebih tertib dan lebih cepat prosesnya. Para WNI/TKI tidak lagi antre
secara berdiri namun posisinya duduk lesehan sambil berzikir secara
bersama-sama," kata Reyna dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa.Ia telah berada di Jeddah sejak 6 Juni untuk melakukan pengawasan bagi proses pelayanan dokumen di KJRI dan mengatakan kondisi saat ini menjadi relatif lebih kondusif dengan adanya bantuan pengamanan yang melibatkan hampir 200 personel keamanan.
Selain itu, untuk mempercepat pelayanan dokumen dan menertibkan antrean, pengaturan sistem antrean dari WNI/TKI telah diubah dengan dilengkapi adanya penambahan jumlah staf petugas pelayanan.
Untuk menertibkan antrean, Reyna mengatakan para WNI/TKI kini telah dipisahkan lokasinya dimana para wanita dapat mengantre sambil duduk lesehan di halaman dalam, sedangkan para lelaki mengantre secara tertib di lapangan tenis yang berada di KJRI.
Sementara itu, dalam pengurusan dokumen perizinan di Bidang Ketenagakerjaan, Tim Kemnakertrans di Jeddah saat ini terus menerima, mengolah dan memproses data Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) yang diajukan para WNI/TKI.
"Tim Kemnakertrans terus memproses data dan dokumen ketenagakerjaan dari WNI/TKI. Tim ini nantinya akan diperkuat dengan tambahan anggota tim Kemnakertrans yang segera datang dari Jakarta," kata Reyna.
Setiap hari, tim tersebut terus melakukan koordinasi dan evaluasi dengan Imigrasi KSA dan juga menyarankan agar menambah tempat pelayanan khusus Kemnakertrans.
"Rencana tahap pertama kami akan membuka tiga tempat pelayanan di Jedah dan selanjutnya akan dibuka di kota-kota lainnya di Arab Saudi. Tempat pelayanan ini akan digunakan untuk pelayanan dokumen WNI/TKI yang terkait dengan masalah ketenagakerjaan," kata Reyna.
Arab Saudi memberikan pengampunan (amnesti) bagi para warga negara asing ilegal sejak 11 Mei lalu hingga 3 Juli 2013 dan Pemerintah RI telah mengirimkan tim khusus yang terdiri dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kementerian Hukum dan HAM, dan, BNP2TKI.
Selain bertugas membantu pengurusan dokumen, Tim Pemerintah RI juga menginventarisasi sekaligus mengklasifikasi data WNI/TKI kategori program amnesti, baik karena melanggar batas izin tinggal maupun tidak berdokumen ketenagakerjaan.
Bagi TKI yang tetap ingin bekerja di Arab Saudi akan diperbaharui dokumennya dengan melibatkan calon pengguna atau agensi setempat.
Sementara terhadap para TKI amnesti yang menginginkan pulang ke Tanah Air, Tim Pemerintah RI melalui KJRI Jeddah dan KBRI Riyadh akan memfasilitasi proses kepulangannya dengan mengeluarkan dokumen Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP).(fr)
Paska Rusuh, Loket Pemutihan KJRI Jeddah Ditambah
TEMPO.CO, Bandung - Sekretaris Jenderal Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muchtar Luthfie mengatakan, pemerintah mengupayakan membuka lokasi loket tambahan untuk melayani pemutihan berkas administrasi tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi. Hal ini menindaklanjuti kerusuhan di KJRI Jeddah yang mengakibatkan satu WNI tewas. "Penambahan tidak hanya di Jeddah dan Riyadh, tapi juga diusahakan di Madinah untuk memecah antrian," kata dia di Bandung, Selasa, 11 Juni 2013.
Insiden yang terjadi di Konsulate Jenderal RI di Jeddah itu, akibat beredarnya informasi menyesatkan yang menyebutkan Ahad, 10 Juni 2013, merupakan hari terakhir pelayanan pemutihan berkas administrasi tenga kerja Indonesia di Arab Saudi. Padahal hari terakhir, layanan itu pada 3 Juli 2013. "Sehingga semuanya berdesak-desakan untuk mendapatkan pelayanan pendaftaran," kata Muchtar.
Menurut dia, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga sudah mengirim pegawainya ke Arab Saudi, salah satunya untuk membantu memperbanyak loket pendaftaran baru. Muchtar mengatakan, pemerintah Indonesia juga sudah meminta Konsulat Jenderal Republik Indonesia untuk merekrut warga Indonesia setempat untuk membantu petugas melayani pendaftaran pemutihan berkas administrasi tenakga kerja Indonesia di Arab Saudi.
Muchtar mengatakan, pengiriman gelombang petama petugas baru sudah dilakukan sejak kemarin, Senin, 10 Juni 2013. "Dengan banyaknya tenaga yang ada di sana, dan juga pembukaan loket-loket baru, diharapkan tidak terjadi antrian cukup panjang," kata dia.
Menurut dia, sejumlah kementerian menggelar rapat koordinasi untuk mengetahui kondisi terkini pasca insiden itu. Kementerian yang akan terlibat yaitu Kementerian Luar Negeri, dengan Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. "Kami masih terus memantau perkembangan yang ada di sana," kata Muchtar.
Muchtar mengatakan, identifikasi sementara, sekitar 100 ribu warga negara Indonesia yang akan mendaftar meminta pemutihan. Mayoritas, kata dia, warga yang overstay di Arab Saudi, kebanyakan bekerja dengan dalih Umroh. "Terjadi overstayer ada yang umroh," kata dia.
Menurut dia, informasi terakhir yang diperolehnya, jumlah warga Indonesia yang sudah mendaftar, jumlahnya bekisar 50 ribu orang. Sisanya, akan dilayani bertahap. Muchtar optimis, penambahan jumlah loket dan lokasi layanan seta petugas, akan melayani semua warga negara Indonesia yang hendak mengurus pemutihan hingga batas waktunya, 3 Juli 2013 nanti.
AHMAD FIKRI
Pemerintah Mengelak Disebut Tak Becus Urus TKI
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Djoko Suyanto, membantah jika pemerintah dituding tak becus dalam mengurus proses perpanjangan izin tinggal tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi.
"Perwakilan Indonesia di Arab Saudi sudah mulai memproses perpanjangan izin ini mulai 18 Mei lalu, sejak kerajaan Arab Saudi memulai kebijakan itu pada 10 April lalu," kata Djoko di kantornya, Selasa, 11 Juni 2013.
Djoko mengklaim, penyebab kerusuh akibat merebaknya isu menyesatkan di kalangan tenaga kerja Indonesia. Isu itu menyebutkan bahwa proses terakhir pengurusan amnesty terjadi pada 9 Juni 2013, atau saat kejadian. Akibatnya, TKI mengepung kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Jeddah.
Konsulat Jeddah yang biasa melayani pendaftaran sampai enam ribu TKI, pada hari itu diserbu sekitar 12 ribu orang. Ditambah lagi, cuaca di Jeddah yang sangat panas, yang berkisar 40-45 derajat celcius sehingga membuat sebagian TKI frustrasi.
"Sehingga ada ketidaknyamanan dan terjadi aksi yang sangat disesalkan karena berlangsung di negara lain," kata Djoko. "Bahkan ada satu warga kita yang meninggal akibat berdesakan dan dehidrasi."
Soal pembakaran gedung Konsulat Jeddah, Djoko membantah. Dia mengklaim hanya plastik pembatas gedung yang menjadi sasaran amuk TKI. Djoko mengatakan kondisi terakhir di Konsulat Jeddah hari ini sudah kondusif.
Berdasar komunikasi terakhir Djoko dengan Direktur Perlindungan Warga Kedutaan Besar Republik Indonesia di Arab Saudi, menyebutkan, antrean TKI di kantor Konsulat Jeddah sudah mengular hingga 200 meter. Namun prosesnya berjalan lancar.
Kepolisian kerajaan Arab Saudi juga turut andil menambah jumlah personel di Konsulat Jedah. "Sebelumnya hanya ada 30 personel kini ditambah menjadi 100 personel. Semoga kejadian serupa tak terulang lagi."
Pada Ahad, 9 Juni 2013, warga negara Indonesia yang datang ke Konsulat Jenderal sejak awal telah terkonsentrasi di sepanjang jalan hingga di depan pintu gerbang Konsulat. Ketika pintu tersebut akan dibuka, sejumlah WNI dalam antrean tidak tertib dan berdesakan. AKibatnya, satu orang WNI tewas dan ratusan lainnya pingsan.
INDRA WIJAYA
Marwah, TKI korban rusuh Jeddah akan dimakamkan di Arab Saudi
MERDEKA.COM. Pemerintah Indonesia telah memberitahukan kepada keluarga Marwah binti Hasan, TKW yang menjadi korban tewas saat terjadi insiden kerusuhan di Kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, Arab Saudi. Keputusannya, pihak keluarga memutuskan jenazah TKW berusia 57 tahun itu untuk dimakamkan di Arab Saudi.
"Pilihan mereka jenazah tidak dipulangkan dan dimakamkan di Saudi," kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dalam keterangan persnya di Kantor Menko Polhukam Jakarta, Selasa (11/6).
Untuk biaya pemakaman akan ditanggung seluruhnya oleh pemerintah Indonesia. "Keluarga di Saudi dan Indonesia sudah dihubungi," ujarnya.
Marwah tewas setelah terjadi kerusuhan di Kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, Minggu (9/6). Ia tewas terinjak-injak saat puluhan ribu orang mengantre untuk mengurus dokumen di KJRI tersebut.
"Kita juga menyesalkan ada seorang TKI yang meninggal karena dehidrasi dan diinjak-injak," kata Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto.
Selain korban tewas, ada juga korban luka. Dia adalah Mustafa, satpam KJRI yang mengalami luka serius.
Sumber: Merdeka.com
Presiden Utus Denny Indrayana ke Jeddah
Presiden Utus Denny Indrayana ke Jeddah |
Kepala BNP2TKI: Ada mafia yang provokasi TKI di Jeddah
Kepala BNP2TKI: Ada mafia yang provokasi TKI di Jeddah |
Dubes RI Arab Saudi Belum Tahu Insiden Penangkapa
Dubes RI Arab Saudi Belum Tahu Insiden Penangkapan |
Lagi, Seorang WNI Meninggal dalam Kerusuhan Jedda
Lagi, Seorang WNI Meninggal dalam Kerusuhan Jeddah |
TEMPO.CO, Bandung - Anggota Komisi IX DPR, Rieke Dyah Pitaloka, mengaku mendapat informasi, ada seorang lagi warga Indonesia yang meninggal sebagai buntut peristiwa kerusuhan di Konsulat Jenderal RI di Jeddah, Arab Saudi. "Saya mendesak Kementerian Luar Negeri untuk segera menelusuri laporan yang masuk itu," kata dia kepada Tempo, Selasa, 11 Juni 2013. WNI asal Nusa Tenggara Barat itu meninggal di Rumah Sakit Malik Fahad akibat terinjak-injak dalam kerusuhan di Konsulat Jenderal RI di Jeddah, Ahad, 10 Juni 2013. Sebelumnya, disebutkan korban tewas akibat kerusuhan itu hanya satu orang, yakni Marwah, asal Sampang. "Total korban meninggal dua orang," kata Rieke. Rieke juga mendesak pemerintah Indonesia untuk menelusuri informasi ditahannya puluhan warga Indonesia oleh petugas keamanan Arab Saudi pasca-kerusuhan di Konsulat Jenderal RI di Jeddah. Informasi itu dia terima dari salah seorang istri korban penangkapan petugas keamanan Arab Saudi dengan tuduhan sebagai provokator kerusuhan itu. "Sekitar 30 orang (ditahan)," ujarnya. Menurut Rieke, informasi itu diterima dari Aisah, warga Cikijing, Majalengka, yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Aisah mengabarkan, suaminya, Suhendi, 45 tahun, ditahan di penjara Tarhill. Suhendi diciduk oleh polisi setempat bersama sekitar 30 warga Indonesia pada 10 Juni 2013. Peristiwa bermula ketika pasangan suami-istri itu mengurus Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) di Konsulat Jenderal RI Jeddah. Karena antrean mengurus SPLP antara laki-laki dan perempuan terpisah, keduanya pun berpisah. Setelah selesai sore harinya, Aisyah menghubungi suaminya via ponsel, tapi tak berhasil. Pada pukul 18.00 waktu setempat, suaminya berkirim SMS, isinya, "Saya ketangkap, kamu langsung pulang ke rumah." Selang satu jam, Aisyah terima lagi SMS dari suaminya yang menulis, "Beresin barang kamu, jual dan pulang ke Indonesia." Keesokan harinya, pukul 2 dinihari, suaminya mengirim SMS lagi. "Saya sudah di depan penjara Tarhill. Kemungkinan besar tidak bisa komunikasi lagi." Suhendi juga mengabarkan bahwa dia bersama 30 WNI sempat diperiksa di kantor polisi Samali Hirehab. Aisah dan Suhendi sejatinya akan pulang ke Tanah Air pada 12 Juni 2013, setelah urusan SPLP selesai. Tapi polisi keburu menangkap suaminya. AHMAD FIKRI
Muhaimin Iskandar Dinilai Gagal Lindungi TKI
Tenaga kerja Indonesia, ilustrasi |
Rusuh di KJRI Jeddah, Polri dan Kepolisian Arab Saudi Koordinasi
"Kita sesalkan bersama, tapi meski lokasinya di Arab Saudi, koordinasi
tetap kami tempuh melalui Kepolisian Arab Saudi dan Kementerian Luar
Negeri,"
Skalanews - Polri berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan juga Kepolisian Arab Saudi terkait kerusuhan yang terjadi di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah, Arab Saudi.
Meski, saat ini dipastikan Polri situasi di sana sudah berangsur kondusif.
"Kita sesalkan bersama, tapi meski lokasinya di Arab Saudi, koordinasi tetap kami tempuh melalui Kepolisian Arab Saudi dan Kementerian Luar Negeri," kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol Suhardi Alius di Humas Polri, Jakarta, Senin (10/6)
Dijelaskan Suhardi, kerjasama dengan kepolisian Arab Saudi dapat dilakukan karena dua institusi kepolisian ini telah menjalin hubungan sejak lama. Polri pun memiliki liasion officer sehingga mempermudah melakukan koordinasi tersebut.
Saat ini, jelasnya 100 orang Polisi Arab Saudi telah berada di lokasi untuk membantu proses pengamanan, karena lokasi kejadian berada di luar pagar KJRI yang artinya ada di otoritas pemerintah Arab Saudi.
Kerusuhan sendiri bermula saat sekitar 15 ribu TKI mendatangi KJRI untuk mengurus surat perjalanan laksana paspor. Hingga terjadi antrean menumpuk karena kemampuan KJRI melayani permintaan tersebut hanya sebatas 8 ribu orang.
"Dalam antrean tersebut ada satu TKI yang meninggal karena kelelahan mengantre, mungkin itu yang menjadi pemicu," jelasnya. (frida astuti/bus)
Irjen Pol. Suhardi Alius |
Monday, June 10, 2013
KBRI Verifikasi Korban Kerusuhan TKI di Jeddah
KBRI Verifikasi Korban Kerusuhan TKI di Jeddah |
TKI Bangkalan Jawa Timur Tewas Akibat Kerusuhan Jeddah
Kerusuhan Konsulat RI Jeddah, credit AN arabnews.com |
JEDDAH,BB – Nama korban tewas akibat berdesakan hingga rusuh di Konsulat RI Jeddah Arab Saudi Minggu 9 Juni 2013 adalah Marwah binti Hasan warga Bangkalan, Jawa Timur
Tenaga kerja berusia 55 tahun itu meninggal karena berdesakan saat pintu dibuka.
“Terjadi desak-desakan, ketika pintu dibuka, ada ibu usia 55 tahun, terdesak dan dehidrasi sehingga kritis dan meninggal dunia,” kata Tatang Budie Utama Razak, Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri seperti dilansir dari wawancara Metrotv.
Marwah datang ke Arab Saudi sejak 2005 seusai melakukan ibadah Umroh. Sejak itu hingga saat ini, ia tidak mengantongi dokumen apa pun. Rencananya, KJRI akan memfasilitasi pemulangan jenazah korban.
Laporan: Cr17/Jan
Konsulat Jenderal RI di Jeddah Rusuh
Kerusuhan dikabarkan terjadi di Konsulat Jendral RI di Jeddah, Arab Saudi, Minggu (9/6/2013). Kerusuhan dipicu proses pengurusan dokumen izin tinggal dan perjalanan. |
JEDDAH, KOMPAS.com — Ribuan pekerja Indonesia di Jeddah, Arab Saudi, dikabarkan mengamuk di Konsulat Jenderal RI, Minggu (9/6/2013) waktu setempat. Mereka membakar beragam perkakas di pintu masuk Konsulat dan berusaha menerobos untuk melakukan pembakaran gedung. Aksi tersebut dipicu kemarahan atas proses dokumen perjalanan. "Kami masih memeriksa apakah ada korban atau berapa banyak pekerja terluka," kata Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansyur seperti dikutip Arab News. Dia mengatakan bahwa semua diplomat dan staf konsuler aman. Kru Pertahanan Sipil, polisi, pasukan khusus, dan ambulans Bulan Sabit Merah turun ke tempat kejadian untuk memulihkan ketertiban. Jalan menuju ke Konsulat ditutup. Saksi mata mengatakan, api masih menyala hingga pukul 22.00 waktu setempat. Petugas pemadam kebakaran pun masih terlihat berupaya memadamkannya. Kerusuhan ini adalah buntut insiden pada Sabtu (8/6/2013). Saat itu para pekerja perempuan Indonesia "menyerbu" Konsulat untuk mendapatkan dokumen perjalanan. Setidaknya tiga perempuan terluka dan pingsan. Para pekerja Indonesia di Arab Saudi yang tak memiliki izin bekerja punya tenggat waktu hingga 3 Juli 2013 untuk "melegalkan" keberadaan dan aktivitas mereka. Dokumen yang harus dipastikan mereka miliki adalah visa kerja. Perseteruan antara para pekerja, polisi, dan pejabat Konsulat diduga dipicu oleh frustrasi para pekerja karena lamanya pengurusan dokumen dan kurangnya pengorganisasian di Konsulat. "Kami telah mengalami masalah dengan Konsulat sejak kami tiba dua hari lalu," kata seorang asisten rumah tangga dari Indonesia, yang tidak ingin namanya dipublikasikan. "Kemarin saya jatuh dan terluka karena Konsulat tidak tahu apa yang mereka lakukan dan tidak bisa mengendalikan massa." Pekerja lainnya yang mengaku bekerja di bidang konstruksi mengeluh karena tidak bisa masuk ke Konsulat untuk mengurus dokumen perjalanan. "Percayalah, sekarang saya hanya ingin pulang," kata dia. Sumber : arabnews Editor : Palupi Annisa Auliani Ikuti perkembangan berita ini dalam topik: KJRI Jeddah Dibakar
Subscribe to:
Posts (Atom)