http://infobmi.blogspot.com/. Powered by Blogger.

Thursday, March 14, 2013

Kasus TKI, Kemlu Tuding Ada Mafia Diyat di Saudi


Jakarta - Pemerintah Indonesia selalu berupaya menyelamatkan TKI yang terancam hukuman mati di luar negeri. Salah satunya ialah membayar uang diyat (uang tuntutan dari korban-red) seperti di Arab Saudi. Kasus terakhir, pemerintah diminta membayar uang diyat sebesar Rp 25 miliar (sebelumnya ditulis Rp 10 miliar-red) untuk menyelamatkan Satinah yang terlibat kasus pembunuhan. Uang diyat yang dibayar pemerintah berasal dari pajak negara. Tapi bila melihat jumlah uang diyat dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan. Bahkan angkanya sudah irasional dan tidak proporsional. "Dengan adanya hal tersebut pihak korban akan menentukan jumlah diyat sesuai fakta hukum dan fakta di lapangan," jelas Dirjen Perlindungan WNI dan BHI Kemlu, Tatang Budie Utama Razak, dalam Rakor Penanganan Kasus TKI yang Terancam Hukuman Mati, di Gedung Diklat Kemlu, Jl Sisingamangaraja, Jakarta, Kamis (14/3/2013). Tatang bahkan mengindikasi adanya mafia di balik pembayaran diyat ini. Dia menceritakan pada awal-awal pemerintah pernah membayar diyat dengan harga 55 ribu Riyal namun di tahun-tahun berikutnya kisaran diyat selalu naik bahkan mencapai 22 juta Riyal. "Kami memang mendapat indikasi, ada makelar diyat, setelah kita bayar Darsem 22 juta Riyal, selalu ada indikasi naik terus, tapi di satu sisi kita tidak ingin 1 nyawa melayang," paparnya. Tatang mengatakan, pemerintah akan mengkaji dan mengambil langkah-langkah strategis untuk menetapkan besaran uang diyat. Kemlu pun terus berupaya untuk menentukan kisaran diyat dengan jumlah yang proporsional. "Dulu ada kasus misal PRT Indonesia menggorok leher anak kecil apa kita harus bayar? Siapa yang bisa terima?" Jelasnya. sumber @detikNews
Comments
1 Comments

1 comment:

Samsul Hadi said...

Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI Tatang Budie Utama Razak mengatakan, dalam proses pembebasan WNI dari hukuman mati, ada pula campur tangan makelar Diyat (uang darah) di Arab Saudi.

Proses penyelamatan WNI dari hukuman mati di Arab Saudi tidak luput dari permaafan keluarga korban maupun pembayaran uang darah. Kemlu pun mendapat indikasi, ada makelar uang Diyat yang cukup menyulitkan pemerintah dalam menyelamatkan para WNI itu.

Makelar-makelar itu bisa saja mempermainkan jumlah harga pembayaran uang diyat. Pada dasarnya, uang diyat bukanlah kewajiban pemerintah, namun dalam proses pembebasan WNI, justru pemerintahlah yang umumnya membayarkan uang itu. Diyat juga tidak menjamin seseorang bebas dari hukuman lain.

"Enam orang sudah bebas dari vonis mati lewat pembayaran uang diyat. Persoalannya, ada fakta hukum di lapangan, kami mendapat indikasi bahwa ada makelar diyat," ujar Tatang dalam Rapat Koordinasi Penanganan WNI di Arab Saudi, di Gedung Caraka Loka Kemlu, Jakarta, Kamis (14/3/2013).

Tatang menyinggung kasus WNI, Darsem, yang bebas lewat pembayaran uang diyat sebesar 2 juta real. Dengan adanya makelar-makelar diyat, jumlah dana pembayaran diyat diprediksi bisa melonjak, karena makelar itu tahu bahwa pembayaran diyat dilakukan pemerintah.

Tatang mengakui, di satu sisi Kemlu memang tidak ingin menyaksikan ada satu nyawa WNI yang melayang. Namun ada pula permasalahan lain seperti halnya kasus pembunuhan yang benar-benar dilakukan WNI, para WNI yang bekerja di Saudi umumnya tidak mengerti hukum-hukum yang ada di Saudi. Apakah Pemerintah RI harus membayar diyat untuk membebaskan mereka?

Tatang pun menambahkan, Pembayaran diyat bagi Darsem saja sudah memunculkan pro-kontra. Sementara itu, ada beberapa pihak yang mencoba mencari keuntungan dari pembayaran itu.

Dalam kesempatan yang sama Profesor dari UIN Amin Suma juga menyebut uang diyat sebagai uang penghibur atau uang ganti rugi korban. Amin berpendapat, hal itu jelas menjadi indikasi, pada dasarnya manusia memang suka akan hal-hal yang berbau materi, oleh karena itulah ada uang diyat.

 

Tag

IP

My-Yahoo

Blogger Widget Get This Widget

Histast

Total Pengunjung