Pemerintah terus berusaha membantu upaya puluhan ribu
WNI mau pun TKI yang ingin mendapatkan amnesti dari Pemerintah Kerajaan
Arab Saudi di Konsulat Jenderal RI di Jeddah. Namun, jika nama dan
tanggal masuk yang digunakan TKI berbeda maka dikhawatirkan akan
tertahan di Keimigrasian Arab Saudi.
Demikian dikatakan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Mohamad Jumhur Hidayat saat berkunjung
ke Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Sabtu (29/6/2013).
Ia menjelaskan ada sedikit persoalan bagi WNI atau TKI meski sudah
mendapat surat keterangan sebagai WNI/TKI dan Surat Pengantar Laksana
Paspor (SPLP) dari Perwakilan RI di Arab Saudi. Mereka tidak bisa
langsung bisa dipulangkan karena tertahan di imigrasi Arab Saudi
lantaran tidak ada data atau telah terjadi perubahan nama.
"Umumnya mereka sudah lama sekali tinggal di Arab Saudi. Dan kerap
ditanya petugas kapan masuknya ke Arab Saudi. Kalau data masuknya
berbeda dengan data saat ingin keluar maka mereka tidak bisa serta merta
bisa dipulangkan," jelas Jumhur menanggapi pertanyaan Wakil Ketua
Pengasuh Pesantren Tebuireng Gus Muhammad Irfan Yusuf.
Karena itu, Ia menambahkan, pemerintah RI sedang membicarakan lanjut
soal itu dengan pemerintah Arab Saudi. Ia menegaskan banyak WNI/TKI
datang ke Arab Saudi melalui jalur tidak resmi sehingga mempersulit
mereka bila terjadi kasus-kasus seperti pemberian amnesti tersebut.
Menjawab pertanyaan soal pungutan atas TKI setibanya di Tanah Air,
Jumhur menegaskan telah menghapuskan pungutan sebesar Rp 25 ribu setiap
TKI sejak pertama kali menjabat Kepala BNP2TKI.
"Jadi sudah sejak enam tahun lalu tidak ada lagi pungutan itu," imbuh Jumhur.
Ia menegaskan bahwa pemerintah terus menerus memperbaiki penanganan
penempatan dan perlindungan TKI secara optimal. Ia juga mewacanakan
bahwa perempuan tidak perlu bekerja ke luar negeri bila hanya bekerja
pada sektor informal atau penata laksana rumah tangga.
"Lebih baik bersama keluarga daripada menjadi penata laksana rumah
tangga di luar negeri yang rentan perlindungannya. India saja tidak ada
tenaga kerja perempuannya di luar negeri," tutur Jumhur.
Ia menegaskan pemerintah juga masih memberlakukan moratorium atau
penghentian penempatan TKI sektor informal atau penata laksana rumah
tangga ke 5 negara sekaligus yakni Malaysia, Arab Saudi, Kuwait,
Yordania, dan Suriah. (Adi) sumber http://id.berita.yahoo.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)