
Kabar24.com, KUALA LUMPUR – Nasib tak bagus menimpa pasangan suami istri tenaga kerja Indonesia di Malaysia.
Seorang TKI pria terancam hukuman mati, sementara sang istri harus mendekam dalam penjara untuk masa 6 bulan.
TKI pria yang terancam hukuman mati itu dituduh membunuh seorang pegawai AmBank di Subang Jaya, Selangor, Malaysia, dalam perampokan di bank itu pada Oktober.
Sedangkan istri sang TKI harus mendekam dipenjara selama enam bulan karena tinggal melebihi masa izin.
Terdakwa La Ode Ardi Rasila, 36, sehari-hari bekerja sebagai satpam di AmBank.
Namun, karena tindakannya yang bak pagar makan tanaman, ia diajukan ke pengadilan negeri pada Selasa 19 November 2013 dengan tuduhan berlapis.
Ia dituduh menembak hingga tewas pegawai bank Norazita Abu Thalib dalam bangunan AmBank di Jalan USJ Sentral 2, Subang Jaya pada 22 Oktober.
Demikian dilaporkan media lokal di Kuala Lumpur, Rabu 20 November.
La Ode juga didakwa melakukan perampokan dan melepaskan tembakan dari senjata jenis pump gun dengan niat mengakibatkan kematian pada korban.
Kedua tuduhan tersebut dibuat masing-masing berdasar Pasal 302 Kanun Keseksaan dan Pasal 3 UU Senjata Api 1971, keduanya membawa ancaman maksimal hukuman mati.
Tidak ada pengakuan atas kedua tuduhan tersebut dari terdakwa.
Hakim pengadilan negeri KB Elena Tze Lan memutuskan kedua kasus tersebut dipindahkan ke Pengadilan Tinggi Shah Alam.
Sebelumnya dilaporkan, pegawai AmBank Norazita tewas setelah ditembak dari jarak dekat dalam kejadian perampokan di kantornya di Subang Jaya.
Tersangka berhasil melarikan uang tunai sebanyak 450 ribu ringgit atau setara dengan Rp1,6 miliar sebelum ditangkap 19 hari kemudian saat bersembunyi di Kota Tinggi, Johor.
Sementara itu di pengadilan yang sama, rekan tersangka, La Polo, 28, dihukum penjara dua tahun dan dua cambukan setelah mengaku bersalah atas dua tuduhan yaitu menyembunyikan keterangan dan tidak memiliki izin kerja sah.
Dalam sidang pengadilan sebelumnya La Polo mengaku tidak bersalah atas tuduhan menyimpan uang hasil rampokan sejumlah 21.800 ringgit milik AmBank cabang Subang Jaya.
Penangkapan terhadap La Ode ini ternyata juga menyeret istri dan beberapa rekannya yang ditahan atas berbagai kesalahan, termasuk melebihi masa tinggal dan menggunakan kartu pengenal palsu.
Istri La Ode, Helphia, 35, dijatuhi hukuman penjara enam bulan setelah mengaku bersalah di pengadilan negeri karena tinggal melebihi tempo di Malaysia sejak 16 April 2009.
Hakim KB Elena Hong Tze Lan mengarahkan agar Helphia diserahkan kepada Kantor Imigrasi untuk dideportasi ke negara asal, setelah ia selesai menjalankan hukuman penjaranya.
Wanita itu terpaksa berada dalam penjara bersama anaknya yang masih berusia dua tahun.
Helphia masih mempunyai dua anak lagi yang ditinggalkan di kampungnya di Indonesia.
Di pengadilan yang sama, enam rekan La Ode yang juga warga Indonesia mengaku bersalah atas berbagai tuduhan yaitu menggunakan kartu pengenal palsu, memasuki Malaysia tanpa dokumen sah, dan melebihi masa tinggal.
Tiga dari para terdakwa masing-masing La Saudi, 32, La Samuri, 35, dan La Epo masing-masing dihukum penjara enam bulan karena tinggal melebih masa.
Dua terdakwa lain Sofiah dan Maimunah, 35, masing-masing dipenjara setahun karena menggunakan kartu pengenal palsu dan tinggal melebihi masa, sementara Lauto Lauli, 33, dipenjara setahun dan satu cambukan karena menggunakan kartu pengenal palsu dan masuk Malaysia tanpa dokumen sah. (Antara)
BACA JUGA:
SKANDAL PENYADAPAN: Anas Minta SBY Berani Pulangkan Dubes Australia
Saat Bertengkar Dengan Pacar, Hindari 5 Hal Ini
Editor:Saeno


.jpg)

Hingar-bingar masalah politik dan ketenagakerjaan beberapa bulan ini seolah melupakan isu terpenting yang akan dihadapi bangsa ini. Isu itu tak lain penerapan Masyarakat Ekonomi Asean atau Asean Economic Community (AEC) 2015 mendatang. Dalam pasar bebas negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) pada akhir 2015 itu, bea masuk barang dan jasa akan dihapus.
Selain membanjirnya arus lalu lintas produk dari negara ASEAN, salah satu hal krusial adalah soal tenaga kerja. Kelak, tenaga kerja terampil dari negara ASEAN akan menyerbu pasar kerja di Tanah Air. Melihat kondisi SDM pekerja di dalam negeri kini, sudah siapkah kita?
Ternyata kesiapan itu masih jauh dari harapan. Peringatan ini diungkap Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Senin lalu (11/11). Organisasi ini mengungkap Indonesia minim tenaga kerja terdidik untuk bersaing di tingkat regional. Misalnya, Indonesia hanya punya 164 orang insinyur per satu juta penduduk. Sementara jumlah insinyur di Malaysia mencapai 50 persen alias separo dari total penduduk!
Kekhawatiran serupa diungkap Direktur Utama PT Telkom Indonesia, Arief Yahya. Saat pasar bebas ASEAN ini diterapkan, ia memperkirakan ribuan tenaga kerja asal Filipina akan menyerbu pasar kerja di dalam negeri. Ia mengakui, bahasa Inggris pekerja asal Filipina lebih bagus dari pekerja Indonesia, dan biaya upahnya pun relatif lebih murah.
Di tengah pesimisme itu, pemerintah pusat melalui Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa kerap menggaungkan kalau Indonesia berdaya saing. Memang, jika merujuk survei Forum Ekonomi Dunia (WEF) awal September lalu, daya saing negara kita tahun ini naik ke posisi 38 dari peringkat 50 tahun lalu. Namun, tetap saja posisi Indonesia masih di bawah beberapa negara ASEAN seperti Thailand di posisi 37, Brunei Darussalam posisi 26 dan Malaysia ke-24. Bahkan Singapura bertahan di posisi dua.
Namun, kondisinya kini di dalam negeri, pengusaha dan buruh terus berkonflik pada masalah klasik yaitu upah. Bahkan, di Ibu Kota Jakarta, para buruh mengancam akan menutup kawasan sentra ekonomi seperti Pelabuhan Tanjung Priok. Kita tahu hal itu, selain membuat anjlok produktivitas juga merusak iklim investasi.
Tak bisa dipungkiri, tingkat persaingan di dunia kerja akan semakin ketat di era Pasar Bebas ASEAN. Jika kita tidak serius mempersiapkan diri, siap-siap saja kita hanya jadi pecundang di negeri sendiri. Pemerintah pusat, pemerintah daerah dan seluruh pemangku kepentingan harus "memeras otak" untuk meningkatkan kualitas SDM dan jumlah tenaga terampil. Misalnya, dengan mengintensifkan kerja sama pendidikan dan ketenagakerjaan dengan negara-negara di ASEAN yang memiliki daya saing di atas negara kita.
Klaim pengusaha bahwa defisit tenaga terampil di negara kita sudah berlangsung 10 tahun ini harus segera diakhiri! Dari situlah baru optimisme kita untuk bisa bersaing dengan negara ASEAN dalam pasar bebas bisa muncul.
SAMBAS- Usaha Erwandi Kimsung (43) sebagai perekrut tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal, berakhir setelah polisi mampu menangkapnya di Jalan Raya Sajingan, Dusun Senipahan, Desa Sentaban, Sambas.Erwandi, yang khusus merekrut TKI ilegal untuk dikirim ke Malaysia itu, ditangkap pada Selasa (12/11/2013).
Penangkapan itu, tak lama setelah ia berhasil merekrut tiga warga Desa Semperiuk, Jawai Selatan, Nunung Anggriani (18), Ridwan Setiawan (22), dan M Fajar (19).
"Saat itu, tersangka dan ketiga korban berada dalam mobil. Selasa sore, tersangka beserta tiga orang TKI ilegal tersebut diamankan saat menumpang mobil taksi," ujar Kasatreskrim Polres Sambas Ajun Komisaris AKP Jajang, Rabu (13/11/2013).
Ia menegaskan, akan menindak tegas praktik TKI ilegal. Dia menyarankan, calon TKI menggunakan penyalur resmi jika ingin bekerja di luar negeri.
"Sebaiknya gunakan PJTKI yang resmi, dan tentunya akan terlindungi secara hukum. Kami tidak segan-segan melakukan tindakan tegas apabila masih melakukan pengiriman TKI secara illegal," ujar Jajang.
Jajang mengatakan, praktik TKI ilegal melanggar Pasal 4 dan Pasal 10 UU RI nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda Rp 600 juta. sumber 





.jpg)


