http://infobmi.blogspot.com/. Powered by Blogger.

Friday, June 21, 2013

Dubes RI: Tak Ada Alasan Tolak SPLP TKI


Tenaga Kerja Indonesia (TKI) REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Jeddah menyatakan, kasus Penolakan SPLP TKI hanyalah kesalahpahaman. Penolakan tersebut terjadi karena salah satu petugas di Pusat Deportasi Dallah, Arab Saudi, tak mengetahui bahwa Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) sama dengan paspor umum. Duta Besar Republik Indonesia untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansyur menyatakan, kejadian itu sebenarnya hanya sebuah kasus. Karena menurut dia di beberapa kota lain, proses Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di pusat deportasi untuk melakukan sidik jari berjalan lancar. Proses itu dilakukan agar Tenaga Kerja Indonesia bisa bekerja kembali. Selain itu, majikan atau perusahaan tempat TKI itu bekerja juga harus membayar 350 riyal (RP 926 ribu) untuk izin tinggal selama satu tahun. Kasus penolakan SPLP, lanjut dia, kemungkinan terjadi karena petugas di Pusat Deportasi tak mengerti bahwa SPLP itu sama dengan paspor. Ia menganggap SPLP yang memiliki jangka waktu satu tahun sama dengan dokumen perjalanan. Tak hanya warga Indonesia menurut dia, beberapa tenaga kerja asing seperti India, Bangladesh dan Pakistan juga sempat mendapat penolakan serupa. ''Malah SPLP tenaga kerja Pakistan disobek-sobek,'' ucap dia kepada Republika, Kamis (20/6).Oleh karena itu, KBRI mengirimkan nota diplomatik kepada Kementerian Luar Negeri Arab Saudi. Nota itu berisi penjelasan bahwa SPLP sama dengan paspor pada umumnya. KBRI juga meminta Kemenlu Arab Saudi mengatur pertemuan dengan Departemen Paspor yang berada di bawah Kemendagri Arab Saudi. Hingga kini menurut dia sudah sekitar 74 ribu surat TKI yang terdaftar di KJRI Jeddah. Dari angka tersebut sebanyak 30 ribu SPLP sudah diterbitkan dan 27.568 sudah diberikan kepada TKI.

Ini Kronologi Penangkapan WNI di Jeddah

JAKARTA, Buntut dari kerusuhan di Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Jeddah, Arab Saudi, Minggu (9/6/2013) malam waktu setempat, terjadi penangkapan terhadap puluhan warga negara Indonesia oleh otoritas keamanan Arab Saudi. Tuduhan yang dikenakan adalah provokator. Berikut adalah kronologi penangkapan satu di antara puluhan WNI tersebut.

Berdasarkan informasi yang didapatkan anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka, salah satu WNI yang ditangkap dengan tuduhan provokator di KJRI Jeddah bernama Suhendi (45). Lelaki ini berasal dari Cikijing, Majalengka, Jawa Barat. “Selama 12 tahun terakhir, dia bekerja menjadi sopir untuk majikan yang tinggal di daerah Jamiah,” kata Rieke dalam siaran pers yang dikirim melalui layanan pesan, Selasa (11/6/2013).
Istri Suhendi, Aisah (32), juga ada di Arab Saudi. Selama dua tahun terakhir, dia bekerja menjadi asisten rumah tangga di keluarga yang sama tempat Suhendi menjadi sopir.
Rieke mendapatkan informasi dari Aisah mengenai kronologi sampai ditangkapnya Suhendi oleh otoritas keamanan Arab Saudi. Berikut kronologi itu.
1. Tanggal 10 Juni pukul 16.30 waktu setempat, Suhendi dan Aisah berangkat dari kediaman majikan mereka, menumpang naik taksi ke KJRI Jeddah.
2. Pukul 17.00-an, mereka sampai di KJRI Jeddah.
3. Mereka terpisah di pintu masuk KJRI karena dibedakan jalur laki-laki dan perempuan. Setelah di dalam, mereka baru bersama-sama kembali untuk pengurusan SPLP.
4. Setelah di dalam, istri (Aisah) menelepon suami setelah dia selesai mengurus SPLP. Dia menelepon sampai 20 kali, tetapi belum dibalas. Nada telepon sibuk atau malah mati.
5. Pukul 18.00, ada SMS masuk dari sang suami. Kata-kata di SMS, “Saya ketangkap, kamu langsung pulang ke rumah“.
6. Istri (Aisah) pulang sambil menangis. Pukul 19.00, ada SMS masuk dari Suhendi. “Beresin barang kamu, jual, dan pulang ke Indonesia.”
7. Setelah itu, Aisah berusaha telepon, tetapi tidak bisa.
8. Pukul 2 pagi (waktu Arab Saudi), suami kembali SMS, “Saya sudah di depan penjara Tarhill. Kemungkinan besar tidak bisa komunikasi lagi“. Suami juga mengatakan bahwa ada sekitar 30 orang (termasuk dia) diciduk oleh polisi setempat dan selama diamankan di kantor polisi Samali Hirehab selama 9-10 jam (pukul 17.00 – 02.00) tidak diberi makan dan minum.
8. Keinginan mereka mengurus SPLP adalah supaya dapat pulang meskipun tiket bayar sendiri. Seharusnya Rabu, 12 Juni 2013, exit permit sudah didapat pasangan ini.

Menurut Rieke, Aisah mengatakan, dia dan suaminya hanya mengurus SPLP untuk pulang. Mereka berdua juga telah membawa dokumen yang dipersyaratkan KJRI, berupa selebaran kartu kuning untuk mengurus SPLP. sumber disini

MOHON DO'ANYA UNTUK SAUDARA KITA YG SEDANG MENDAPAT MUSIBAH

Foto: SEKILAS INFO |  Abu Ameera

MOHON DO'ANYA UNTUK SAUDARA KITA YG SEDANG MENDAPAT MUSIBAH DAN MOHON BANTUAN UNTUK MEMBERITAHUKAN KASUS INI KE KJRI RIYADH SUPAYA DAPAT SEGERA MEMBANTU DALAM HAL ADVOKASI/BANTUAN HUKUM DAN PENERJEMAH DALAM MASA INTEROGASI DAN PROSES BERIKUTNYA KEPADA PANDI.

Beberapa hari yg lalu admin pernah mempostingkan kejadian penangkapan yg dialami salah seorang rekan kita bernama PANDI TKI asal Cianjur yg ditahan di Tarhil selama 6 hari. PANDI ditahan Petugas Tarhil saat melakukan sidik jari/basma karena terdapat black-list dengan tuduhan membunuh majikan asli.

Menurut istrinya HERLINA, tuduhan itu tidak benar dan hanya Fitnah majikan lama kepada suaminya. 

Pagi harinya HERLINA istrinya inbox admin, kalau suaminya sdh dibawa dari Tarhil ke Riyadh untuk menjalani proses interogasi dari polisi setempat, sayangnya semenjak kemarin baik PANDI maupun istrinya HERLINA sdh tidak bisa dihubungi lg lewat telpon maupun Facebook.SEKILAS INFO | Abu Ameera

MOHON DO'ANYA UNTUK SAUDARA KITA YG SEDANG MENDAPAT MUSIBAH DAN MOHON BANTUAN UNTUK MEMBERITAHUKAN KASUS INI KE KJRI RIYADH SUPAYA DAPAT SEGERA MEMBANTU DALAM HAL ADVOKASI/BANTUAN HUKUM DAN PENERJEMAH DALAM MASA INTEROGASI DAN PROSES BERIKUTNYA KEPADA PANDI.

Beberapa hari yg lalu admin pernah mempostingkan kejadian penangkapan yg dialami salah seorang rekan kita bernama PANDI TKI asal Cianjur yg ditahan di Tarhil selama 6 hari. PANDI ditahan Petugas Tarhil saat melakukan sidik jari/basma karena terdapat black-list dengan tuduhan membunuh majikan asli.

Menurut istrinya HERLINA, tuduhan itu tidak benar dan hanya Fitnah majikan lama kepada suaminya.

Pagi harinya HERLINA istrinya inbox admin, kalau suaminya sdh dibawa dari Tarhil ke Riyadh untuk menjalani proses interogasi dari polisi setempat, sayangnya semenjak kemarin baik PANDI maupun istrinya HERLINA sdh tidak bisa dihubungi lg lewat telpon maupun Facebook.

Thursday, June 20, 2013

Kondisi TKI Lucky Semakin Membaik

Jakarta (Antara) - Kondisi tenaga kerja Indonesia (TKI) Lucky Tri Wahyuni (20) yang mengalami kelelahan saat bekerja di Malaysia, saat ini sudah membaik dan sedang ditangani tim medis Rumah Sakit Polri Sukanto, Jakarta.

"Berat badan sekarang sudah naik, kami atur pola makannya," kata dokter Andre T Faizal, di RS Sukanto, Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan Lucky yang dirawat di RS sejak 11 Juni 2013, menderita Tuberculosis (TBC) dengan gangguan makan.

Sementara selaku juru bicara pihak Lucky, Arman Mahadi, menjelaskan dia menerima laporan tentang kondisi yang dialami Lucky sekitar empat bulan lalu. Dia menambahkan Lucky tidak mengalami kekerasan fisik, namun penyakitnya disebabkan karena pekerjaan yang dilakukannya terlalu berat.

"Tidak mengalami kekerasan fisik tapi diforsir pekerjaaannya sampai sakit seperti itu," katanya.

Menurut dia, Lucky juga mengaku pada tujuh bulan terakhir ini belum menerima gaji.

Kondisi Lucky ini mendapat perhatian dari Menteri BUMN Dahlan Iskan yang datang menjenguk Lucky pada Kamis siang (20/6).

Dahlan mendapat penjelasan bahwa pihak RS dan lembaga internasional perburuhan siap untuk membantu biaya pengobatan Lucky. "Yang penting pasien bisa tertangani dengan baik, tidak masalah siapapun yang membiayai," katanya.

Dahlan juga mengatakan bahwa PT Askes bersedia memberikan bantuan biaya apabila nanti dibutuhkan.(*)

10.000 TKI Taiwan Dukung Jumhur Ikut Konvensi Capres


10.000 TKI Taiwan Dukung Jumhur Ikut Konvensi Capres
Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Sekitar 10.000 TKI yang bekerja di Taiwan mengadakan acara Panggung Hiburan dan Rapat Akbar Buruh Migran, Minggu 16 Juni 2013, bertempat di Lapangan Toyuen, Taiwan Utara. Acara tersebut diselenggarakan Forum Kerukunan Warga Indonesia di Taiwan (Fokwit) bekerjasama Paguyuban TKI Pantura (Pantai Utara Jawa) di wilayah Taiwan. Menurut Hartono Beru selaku penanggungjawab kegiatan yang juga pendiri Fokwit, menjelaskan, rapat akbar itu membahas berbagai permasalahan TKI mulai mahalnya biaya penempatan TKI di Taiwan oleh lembaga keuangan maupun Pelaksana Penempatan TKI swasta (PPTKIS). Selain itu, pengembalian sisa pajak dan jaminan ke TKI dari agensi perekrut TKI di Taiwan, kendala penempatan TKI yang sama ke majikan yang sama pula berdasarkan program ’direct hiring/re-entry hiring’, serta jaminan kemudahan perpanjangan paspor TKI tanpa biaya. Selain itu, kata Hartono peserta rapat akbar juga menyatakan dukungan agar Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat, untuk maju ke agenda Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat yang akan digelar sekitar dua bulan ke depan. Terkait alasan dukungan kepada Moh Jumhur Hidayat mengikuti Konvensi Capres Demokrat, Hartono menjelaskan, Jumhur Hidayat merupakan sosok pimpinan di lembaga pemerintah yang mengurus pelayanan TKI dengan sejumlah keberhasilan, di antaranya beberapa kali menaikkan upah/gaji TKI baik yang berada di kawasan Asia Pasifik maupun Timur Tengah. "Jumhur Hidayat telah membuat terobosan dalam pelayanan pengaduan kasus TKI, dengan mengembangkan kelembagagaan ’crisis center’ sejak 2008 dan kemudian mendirikan Call Center TKI gratis bagi TKI dan keluarganya di nomor telepon 0800-1000, guna mempercepat akses keadilan dalam penyelesaian permasalahan TKI termasuk untuk calon TKI," ujarnya dalam rilis yang diterim Tribunnews.com, Kamis (20/6/2013). Selain itu, di bawah kepemimpinan Jumhur Hidayat, BNP2TKI dinilai berkomitmen tanpa henti dalam mengatasi persoalan calon TKI tidak berdokumen sejak di tanah air, di samping aktif memberantas jenis percaloan yang kerap menjerat TKI sebagai korban perdagangan orang (human trafficking), termasuk bentuk-bentuk pemalsuan dokumen terhadap TKI. Sebagai Kepala BNP2TKI, Jumhur berhasil membuat program prestisius berupa sistem pelayanan online (berjaringan komputer) dengan pemda-pemda terkait pendokumenan resmi calon TKI yang akan ke luar negeri. Hal ini yang dianggapnya, TKI terbebas dari segala pemalsuan dokumen ataupun risiko perdagangan orang kepada TKI. Sistem online itu melakukan pendataan lengkap dan sahih untuk setiap calon TKI, yang data-datanya terekam di masing-masing pemda hingga terhubung dalam Sistem Komputer Tenaga Kerja Luar Negeri (Sisko-TKLN) BNP2TKI," paparnya. Jumhur juga dinilai banyak memberi sanksi tegas utamanya dengan cara penguncian proses pelayanan TKI kepada kalangan Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) melalui mekanisme online yang ada BNP2TKI. Sementara itu, perusahaan Asuransi TK berikut lembaga/pihak tertentu bilamana terindikasi merendahkan harkat dan martabat TKI, juga tak luput dari sikap tegasnya antara lain melaporkan ke instansi berwenang atau langsung dilakukan skorsing. Jumhur dianggap mampu membangun citra positif BNP2TKI karena terbukti lembaganya memperoleh penghargaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk integritas pelayanan publik pada TKI, juga mendapatkan penilaian terbaik Wajar Tanpa Pengecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan RI atas penyelenggaraan pemerintahan bersih empat kali berturut-turut pada 2008, 2009, 2010, dan 2011. ”Selanjutnya, karena perannya yang kukuh membela TKI, Jumhur pun mendapatkan KPI Award 2013 sebagai Pahlawan Pelaut Indonesia akibat jasa-jasanya dalam menerobos kebuntuan pengaturan para pelaut Indonesia di kapal-kapal berbendera asing, demi kemartabatan para TKI sektor pelaut tersebut,” ujar Hartono.

Politik Transaksional di Balik Program Amnesti Arab Saudi

Suasan antrian TKI yang mengurus Amnesti di KJRI Jeddah
Via Infoburuhmigran “Sudah jatuh, tertimpa tangga pula,” demikianlah situasi yang dialami ratusan ribu Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi. Pasalnya, peluang pengampunan izin tinggal (Amnesti) oleh Pemerintah Arab Saudi justru menjadi lahan mengeruk keuntungan. Pernahkah Anda membayangkan, di tengah kesusahan ribuan TKI yang berjuang mendapat amnesti dari Pemerintah Arab Saudi, ternyata Pemerintah Indonesia diam-diam mengeruk keuntungan hingga US$ 120.960.000 atau sekitar Rp 1,18 triliun? Dari mana uang Rp 1,8 triliun itu berasal? Siapa yang akan menikmati uang Rp 1,18 triliun itu? Dimana uang itu sekarang berada? Ceritanya panjang. Menurut data yang diterima SP di Jakarta, Selasa (18/6) malam, pada tanggal 7 Juni 2013, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenakertrans) No 6 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pembentukan Perwakilan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta di Luar Negeri. Pada butir menimbang dikatakan bahwa peraturan tersebut dibuat untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 UU No 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. “Setelah dicek, tidak ada isi pasal itu. Sungguh mengherankan ketika dicek di pasal terkait, tidak ada perintah untuk membuat peraturan menteri tersebut,” kata anggota Komisi IX DPR RI, Rieke Diah Pitaloka di Jakarta, Selasa. Lalu, mengapa aturan itu bisa ada kalau tidak ada amanat UU di atasnya? Mengapa Kemnakertrans berani melakukan kebohongan publik dengan memanipulasi UU No 39 Tahun 2004? Menurut Rieke, disinyalir aturan dadakan itu dibuat terkait amesti TKI di Arab Saudi. Karena dengan Permen tersebut, APJATI mulai bergerak. Terkumpulah beberapa PJTKI untuk terlibat pemutihan di Arab Saudi. “Rupanya diduga hal tersebut terkait 80% dari TKI overs tay menginginkan kembali bekerja di Saudi. Ini sesuai keterangan Menlu dalam raker dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (18/6),” kata Rieke. Rieke sangat menyesalkan diterbitkannya Permen palsu itu dan terlibatnya PJTKI dalam kasus amnesti. Karena, para TKI yang over stay justru lari dari majikan. Mereka terkatung-katung selama bertahun-tahun tanpa ada bantuan dari PJTKI yang mengirimkan mereka. Tetapi kini, ketika ada amensti dari Pemerintah Arab Saudi, para PJTKI itu datang seperti pahlawan, padahal tak ada satu aturan pun dalam amnesti yangg melibatkan PJTKI. Selebaran Rieke lebih jauh mengatakan, dirinya memperoleh selebaran, yang sekarang ini kabarnya beredar di KBRI Ryadh dan KJRI Jeddah. Isinya kurang lebih seperti ini: Proses bagi TKI/WNI ovestayer pemanfaat amnesti yang ingin tetap bekerja di Saudi harus melalui Perwalu/Apjati dan Persatuan PPTKA di Saudi, dengan syarat : 1. Copy Id Majikan 2. Copy KK Majikan 3. Hasil Medical 4. Print out data kedatangan TKI/WNI atau copy residen permit lama TKI/WNI atau Copy Paspor lama TKI/WNI 5. Isi formulir oleh calon sponsor/majikan 6. Isi biodata calon sponsor/majikan 7. Biaya total 3900 riyal: a. Asuran 6 bulan b. Biaya penerbitan paspor asli c. PK Biaya dikirim melalui rekening ke nomor : ……… 8. Biaya biro jasa proses di imigrasi saudi : 1700 fee biro jasa + Biaya2 keimigrasian Biaya per orang : 3900 real + 1700 real= 5600 real Menurut data pemerintah, kata Rieke, jumlah overstayer yang sudah terdaftar sekitar 72 ribu orang dan 80% menyatakan ingin tetap bekerja di Arab Saudi. “Dari jumlah yang sudah terdaftar saja, misalnya ada 57.600 orang, berapa uang yang terkumpul?” tanya Rieke. Ia mengatakan, jumlah yang terkumpul adalah 57.600 orang x @5600 real = 322 560 000 real atau US$ 120.960. 000 atau Rp 1,18 triliun. “Dari informasi yang saya peroleh, jatah untuk PJTKI sebesar US$ 750 per orang. Artinya, 57.600 orang x US$ 750 = US$ 43.200.000,” katanya. Berapa sisa dari dana yg terkumpul? Sisanya adalah US$ 120.960.000 – US$ 43.200.000 = US$ 77.760.000 . “Ini jatah siapa? Untuk siapa?” tanya dia. Rieke mengatakan, pungli ini masih mungkin bertambah, karena pendataan hingga saat ini masih terus berlangsung. Ribuan TKI setiap hari masih antre di KJRI Jeddah dan sebagian di KBRI Ryadh. Tidak Mengklaim Mantan calon gubernur Jawa Barat itu mengaku tidak mengklaim data dan informasi yang diterimanya itu sebagai sebuah kebenaran. “Saya justru meminta pemerintah untuk mengklarifikasi hal tersebut. Berdasarkan pengalaman terbongkarnya kasus korupsi pasca amnesti di Malaysia beberapa tahun lalu, maka sudah selayaknya pencegahan dilakukan oleh pemerintah,”katanya. (Sumber: www.suarapembaruan.com) Beikut rekam kicauan menyangkut keberadaan APJATI di Arab Saudi: klik disini

Tuesday, June 18, 2013

Enam Pelaku Kerusuhan KJRI Jeddah Diproses Hukum

Enam Pelaku Kerusuhan KJRI Jeddah Diproses Hukum   TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 78 TKI yang ditahan setelah kerusuhan di kantor Konsulat Jenderal RI, Ahad pekan lalu, 9 Juni 2013, akan segera dipulangkan oleh pemerintah Arab Saudi. "Enam di antaranya akan diproses secara hukum terlebih dahulu," kata Marty ketika ditemui sebelum rapat kerja dengan Komisi Tenaga Kerja Dewan Perwakilan Rakyat RI, Selasa, 18 Juni 2013. Dia menuturkan, pemerintah Indonesia akan mematuhi peraturan hukum di Arab Saudi. Menurut Marty, sebanyak 78 orang jelas terlihat melakukan tindakan yang melanggar hukum setempat. Mereka melakukan pembakaran, melempar benda benda keras ke arah gedung KJRI, bahkan berusaha merusak pintu KJRI. Jadi, ini memang tindakan yang melanggar hukum. "Oleh karena itu, mereka ditahan di Deportation Centre, yaitu tempat orang orang yang akan dideportasi ditahan untuk proses deportasi ke Indonesia," tutur Marty. Ahad pekan lalu, 9 Juni 2013, ribuan TKI mendatangi KJRI Jeddah untuk mengurus pemutihan dokumen seputar masa tinggal yang telah habis atau karena tidak memiliki dokumen resmi. Kerusuhan pecah setelah beredar kabar batas waktu pemutihan masa tinggal telah habis. Kabar ini membuat massa mengamuk. Mereka membakar berbagai peralatan di depan gedung Konsulat Jenderal RI. Seorang TKI bernama Marwah binti Hasan asal Bangkalan, Madura, meninggal akibat membeludaknya antrean pada pengajuan pemutihan izin tinggal di gedung KJRI.

Rapat Soal TKI di DPR, Menteri Muhaimin Absen

Rapat Soal TKI di DPR, Menteri Muhaimin Absen  


TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Tenaga Kerja DPR RI menggelar rapat kerja dengan kementerian terkait mengenai kasus kerusuhan di Konsulat Jenderal RI dan tentang amnesti di Arab Saudi. Wakil Ketua Komisi, Irgan Chairul Mahfiz, mengatakan pihaknya mengundang perwakilan dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Agama. "Tapi menteri yang datang malah Menteri Luar Negeri dan Menteri Hukum dan HAM, sementara Menteri Tenaga Kerja tidak datang," ucap Irgan ketika membuka forum tanya jawab ketika di rapat kerja, Selasa, 18 Juni 2013. Menteri yang tampak hadir di rapat adalah Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin. Kementerian Agama diwakili oleh Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar dan Direktur Jenderal Haji dan Umroh Anggito Abimanyu. Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana juga hadir. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigarasi hanya diwakili Dirjen Pembina Pelatihan dan Produktivitas Abdul Wahab Bangkona. "Padahal, masalah TKI ini harusnya Menteri Tenaga Kerja yang lebih berkepentingan untuk datang," kata anggota Komisi dari Fraksi Keadilan Sejahtera, Indra. Dia merasa heran jika Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar malah mewakilkan perannya ke direktur jenderal bukan Sekretaris Jenderal Kementerian Muchtar Lutfie atau Direktur Jenderal Bina Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Reyna Usman. Dirjend Pembina Pelatihan Kemenakertrans, Wahab, mengatakan Muhaimin tidak bisa datang karena menghadiri sidang ILO di Jenewa. Adapun Dirjen Binapenta Reyna Usman masih mengawasi amnesti di KJRI Jeddah, Arab Saudi. Sementara Sekretaris Jenderal Kementerian ada acara lain. Ahad pekan lalu, 9 Juni 2013, ribuan TKI mendatangi KJRI Jeddah untuk mengurus pemutihan dokumen seputar masa tinggal yang telah habis atau karena tidak memiliki dokumen resmi. Kerusuhan pecah setelah beredar kabar batas waktu pemutihan masa tinggal telah habis. Kabar ini membuat massa mengamuk. Mereka membakar berbagai peralatan di depan gedung Konsulat Jenderal RI. Seorang TKI bernama Marwah binti Hasan asal Bangkalan, Madura, meninggal akibat membeludaknya antrean pada pengajuan pemutihan izin tinggal di gedung KJRI. SUNDARI

Pemerintah Indonesia Ajukan Perpanjangan Amnesti TKI/WNI



Pemerintah Indonesia Ajukan Perpanjangan Amnesti TKI/WNI
Jakarta (ANTARA) - Delegasi Indonesia yang dipimpin Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Kemenakertrans Reyna Usman mengajukan perpanjangan amnesti bagi TKI/WNI di Arab Saudi.
Permintaan perpanjangan amnesti itu diajukan dalam pertemuan bilateral dengan Dirjen Penempatan Kementrian Perburuhan Arab Saudi Abdullmonim Y Al Shehri di kantor Kementerian Perburuhan di Jeddah, Senin (16/6) waktu setempat.
"Dalam pertemuan itu kami menyampaikan surat permohonan penundaan dan perpanjangan waktu program Amnesti bagi WNI/TKI dari Menteri Tenaga Kerja Indonesia. Kita sampaikan juga soal perkembangan situasi dan kondisi terkini dari WNI /TKI yang tengah mengurus dokumen amnesti yang jumlahnya sangat banyak dan membutuhkan waktu tambahan bagi pengurusan dokumen," kata Reyna Usman dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa.
Pertemuan itu juga dihadiri oleh Plt. Konjen RI Sunarko, Direktur PWNI/BHI Kemlu Tatang Razak, Atnaker Jedah Budi Hidayat Laksana dan didampingi Ketua Apjati Ayub Basalamah.
Berdasarkan data per 17 Juni 2013, jumlah WNI/TKI yang melakukan pendaftaran pendataan telah mencapai lebih dari 74.000 orang dengan sekitar 80 persen diantaranya ingin bekerja kembali secara legal dan 20 persen ingin pulang ke tanah air.
Pemerintah Arab Saudi memberikan program pengampunan (amnesti) sejak 11 Mei lalu hingga 3 Juli 2013.
"Kita ajukan surat penundaan itu karena dibutuhkan lebih banyak waktu untuk pengurusan kelengkapan dokumen dan keabsahan keimigrasian antara Indonesia dan Arab Saudi sebagai syarat bekerja di Arab Saudi," kata Reyna.
Selain perpanjangan amnesti, Reyna mengatakan pemerintah Indonesia juga menyampaikan usulan perbaikan kontrak kerja bagi TKI yang menekankan pada aspek perlindungan TKI yang bekerja di Arab Saudi

"Kita mendesak agar dalam perjanjian kerja baru dimasukkan soal perbaikan besaran upah, satu hari libur perminggu/kompensasi, gaji ditransfer melalui perbankan, memberikan akses komunikasi bagi keluarga di Indonesia, kejelasan jam istirahat, asuransi dan lain-lain," kata Reyna.
Hasil pertemuan itu disebut Reyna adalah sambutan positif dari Kementrian Perburuhan Arab Saudi yang menyatakan akan segera melakukan pembicaraan khusus pada pertemuan pemerintah KSA.
"Mereka berjanji akan mengadakan pertemuan khusus di lintas kementerian Arab Saudi untuk membahas masalah ini dan segera menyampaikan usulan Menakertrans RI kepada Raja Abdullah bin Abdul Aziz Al-Saud," kata Reyna.(fr)

Monday, June 17, 2013

Keluarga Sumartini Minta Bertemu Presiden

T EMPO.CO, Jakarta - Pihak keluarga meminta waktu untuk mengadukan langsung nasib Sumartini binti Manaungi Galisang, pembantu rumah tangga asal Sumbawa yang terancam dipancung di Arab Saudi, kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hari ini, keluarga Sumartini akan berangkat dari Sumbawa ke Jakarta untuk berupaya menemui Presiden. "Keluarga berharap kepedulian pemerintah terhadap nasib Sumartini," kata Supriansyah dari Komisi Perlindungan TKI Sumbawa, melalui telepon kemarin. Di Jakarta, keluarga Sumartini juga ingin menemui Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Jumhur Hidayat. Sumartini diancam hukuman pancung karena tuduhan menyihir anak majikannya sampai meninggal dunia pada Mei 2010. Peristiwa yang dituduhkan kepada Sumartini terjadi pada 2009. Menurut cerita yang diperoleh keluarga dari rekan Sumartini, kasus itu bermula ketika anak majikannya pergi meninggalkan rumah. Sepuluh hari kemudian, anak majikannya kembali. Tidak berselang lama, si anak meninggal. Setelah itu, Sumartini dilaporkan kepada aparat dan dijebloskan ke penjara. Dari penjara di Al Malaaz, Riyadh, Sumartini mengirim sepucuk surat kepada keluarganya pada 2009. Isinya bantahan atas tuduhan si majikan. "Di surat itu disampaikan bahwa dia dipaksa menandatangani surat pengakuan bahwa dia telah menyihir anak majikannya," kata Supriansyah. Nasib ibu dua anak asal Desa Kukin, Kecamatan Moyo Utara, Sumbawa, itu pernah diadukan ke Dinas Tenaga Kerja Sumbawa pada 2009. Kemudian, Dinas Tenaga Kerja menyampaikan informasi itu ke Kedutaan Indonesia di Arab Saudi. Rabu lalu, keluarga dan para pemerhati buruh migran mengadukan kembali nasib Sumartini kepada DPRD dan Bupati Sumbawa. Soalnya, keluarga mendapat kabar bahwa Sumartini akan dieksekusi mati pada 3 Juli. Dari pertemuan itu, Bupati dan DPRD sepakat membawa surat pengaduan keluarga Sumartini kepada Presiden. Pengaduan keluarga Sumartini akan disertai tanda tangan masyarakat Sumbawa yang bersimpati kepadanya. "Kami berharap semua pihak mendorong pemerintah Indonesia segera turun tangan," kata Supriansyah. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Michel Tene mengatakan, pemerintah Indonesia sudah melakukan berbagai upaya untuk membantu Sumartini. Antara lain menunjuk pengacara untuk mendampingi Sumartini dalam proses persidangan. Pemerintah Indonesia pun telah mengajukan surat permohonan pengampunan kepada Raja Saudi. "Proses hukumnya masih berjalan," kata Tene kemarin. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, mengatakan pemerintah telah mengirim tim untuk memantau proses hukum Sumartini yang akan dijatuhi hukuman mati. "Kami terus berkoordinasi dan memantau," kata Muhaimin di Istana kepresidenan, kemarin. Adapun Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar mengatakan sejauh ini belum ada kabar resmi bahwa Sumartini akan dihukum mati. "Sepengetahuan saya itu enggak ada,” kata Patrialis yang mengaku baru bertemu dengan Duta Besar Arab Saudi dua hari sebelumnya.

Pemerintah Kawal Kasus Pemerkosaan TKW

 
TEMPO.CO, Jakarta -Perlakuan tak senonoh kembali terjadi pada tenaga kerja wanita Indonesia di Malaysia. Seorang TKW—sebut saja Maya--diperkosa tiga polisi di kawasan Perai, Pulau Pinang. Menanggapi permasalahan ini pemerintah berjanji akan mengawal penyelidikan kasus dugaan pemerkosaan tersebut. Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat mengatakan jika pemerkosaan itu sudah di luar batas kewajaran. "Jangan karena pelakunya polisi Malaysia, lalu hukumannya diperingan," kata dia, Minggu, 11 November 2012. Jumhur mengklaim pemerintah sudah berkali-kali memprotes Malaysia karena perlakuan sewenang-wenang terhadap pekerja Indonesia. "Sekalipun yang melakukan itu oknum, tapi, kok, banyak oknumnya dan sering terjadi. Bukan hanya pemerkosaan, tapi juga pemalakan,” ujar Jumhur. Jumhur mengatakan pihaknya sudah berkomunikasi dengan Duta Besar Indonesia di Kuala Lumpur. KJRI (Konsulat Jenderal Republik Indonesia) Penang pun sudah menyiapkan tim hukum. ”Jangan sampai karena pelakunya polisi Malaysia lalu hukumannya diperingan," kata dia. Lembaga Swadaya Masyarakat Migrant Care menilai terulangnya kasus pemerkosaan seperti itu terjadi karena lemahnya diplomasi pemerintah Indonesia. "Hal ini terjadi berulang kali karena penegakan hukum di Malaysia dalam kasus serupa, lemah, dan diplomasi pemerintah kita juga lemah," kata Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah. Menurut Anis, perlindungan pemerintah terhadap TKI selama ini terkesan “musiman”. TKI baru diberi perhatian saat kasus telah terjadi, atau saat ada TKI yang mempersoalkan suatu masalah. "Pemerintah seolah menganggap masalah TKI itu tidak serius, sehingga penanganannya pun tak pernah serius," ujarnya. Anis sedikit menjelaskan kronologis pemerkosaan Maya. Menurut dia, Maya saat itu tengah berada di dalam mobil sewaan yang disopiri Tan, sopir taksi lokal, di Wellesley. Di sebuah pusat perbelanjaan, ternyata polisi menggelar razia. Saat diperiksa, perempuan berusia 25 tahun itu hanya bisa menunjukkan fotokopi paspor sehingga dibawa ke kantor polisi. Kasus ini pun sudah dilaporkan ke pejabat Malaysian Chinese Association Bukit Mertajam, Lau Chiek Tuan. Sopir “Sopir taksi yang ditumpangi siap menjadi saksi,” kata Anis. Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Michael Tene, membenarkan bahwa ada seorang tenaga kerja wanita asal Indonesia yang diperkosa di negeri jiran. Michael mengatakan korban saat ini sudah dalam perlindungan Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Penang. "Benar korban dari Indonesia. Kasusnya sedang ditangani oleh kepolisian," kata Michael. Pihak Kepolisian Malaysia berjanji mengusut tuntas kasus ini. Satuan Reserse Kriminal Pulau Pinang Senior Assistant Commissioner Mazlan Kesah mengatakan satu satuan khusus sudah dibentuk. “Penyelidikan dijalankan tanpa melindungi siapa pun, walau yang ditahan itu anggota polisi,” katanya seperti dikutip dari kantor berita Bernama. Tiga hari lalu, seorang tenaga kerja Indonesia diperkosa tiga polisi di kawasan Perai, Pulau Pinang. Mulanya, perempuan yang bekerja di salah satu restoran di kawasan itu tertangkap dalam sebuah razia. Polisi tetap menahan sekalipun korban memohon dilepaskan. Singkat kata, ketiga polisi ini lalu meniduri korban secara bergiliran di sebuah ruangan di kantor polisi.

Marini, Belasan Tahun Menggelandang di Arab Saudi

Marini, Belasan Tahun Menggelandang di Arab Saudi TEMPO.CO, Purwokerto--Marini, 48 tahun, selama belasan tahun tak bisa pulang ke kampungnya Purwokerto karena tak memiliki uang. Ia berangkat ke negara petro dolar itu tahun 1996 dan hingga kini belum bisa pulang. "Ia dulu kabur dari rumah majikannya karena sering dianiaya majikannya," kata Maryadi, 44 tahun, suami Marini, Rabu 12 Juni 2013. Ia mengatakan, sesekali dirinya masih bisa berkomunikasi dengan istrinya itu. Saat ini, kata dia, Marini hanya bisa bekerja serabutan dan tak mempunyai tempat tinggal. Maryadi menambahkan, isterinya berangkat menjadi TKI ke Arab Saudi sejak 1996 lalu. Di Arab, Marini hanya bekerja selama setahun dan memutuskan kabur karena tak kuat disiksa majikannya. "Selama ini kalau tidur hanya menumpang di sekitar masjid," ujarnya. Ia mengungkapkan, meski isterinya hidupnya terlunta-lunta, tetapi setiap pekan pasti menelepon ke rumah. "Dua atau tiga hari sekali, biasanya menelepon ke sini. Ia menanyakan kabar anaknya dan keluarga," kata dia. Kepala Seksi Perlindungan dan Penempatan TKI Dinas Tenaga Kerja Banyumas, Agus Widodo mengatakan Pemerintah Banyumas siap membantu keluarga Maryadi untuk mencari Marini. "Kami menyarankan agar saat Marini menghubungi agar tanya keberadaannya di mana sehingga nanti bisa dilacak. Kalau saat ini agak sulit karena tidak diketahui posisi Marini di mana dan apakah sudah punya majikan apa belum," kata Agus.

Indonesia Minta Perpanjangan Amnesti TKI di Arab

Indonesia Minta Perpanjangan Amnesti TKI di ArabTEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia meminta Arab Saudi untuk memperpanjang program pengampunan atau amnesti yang diberlakukan pemerintah negara itu sejak 11 Mei-3 Juli 2013. Menurut Deputi Penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Agusdin Subiantoro, dari 150.000 -200.000 buruh migran ilegal, belum ada separuh yang sudah tertangani hingga saat ini.

"Sampai sekarang sudah ada 60.000 TKI yang mengurus dan (baru selesai) 18.000 Surat Perjalanan Laksana Paspor," kata Agusdin ketika dihubungi Sabtu, 15 Juni 2013. Dia beralasan, banyak buruh migran yang lokasi bekerjanya jauh dari Konsulat Jenderal RI di Jeddah dan Kedutaan Besar di Riyadh. Sementara pelayanan amnesti hanya ada di dua daerah tersebut.

Agusdin menuturkan, pemerintah Arab Saudi nampaknya bakal memenuhi permintaan Indonesia. Indonesia membutuhkan waktu sebulan lagi untuk menyelesaikan. Namun, ucapnya, belum ada tanggapan secara tertulis mengenai perpanjangan program amnesti.

Ahad pekan lalu, ribuan TKI mendatangi KJRI Jeddah untuk mengurus pemutihan dokumen seputar masa tinggal yang telah habis, atau karena tidak memiliki dokumen resmi. Kerusuhan pecah setelah beredar kabar batas waktu pemutihan masa tinggal telah habis. Kabar ini membuat massa mengamuk. Mereka membakar berbagai peralatan di depan gedung Konsulat Jenderal RI.

Agusdin mengatakan pemerintah telah menambah loket pelayanan dari yang semula enam loket menjadi 40 loket. "Antrian sudah membaik dan tidak perlu panjang," kata Agusdin.

Data BNP2TKI, jumlah Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi mencapai 2 juta orang. Sedangkan jumlah buruh migran yang ilegal mencapai 150.000-200.000 orang. Para TKI ilegal ini mendapatkan kesempatan mengurus pemutihan hingga 3 Juli 2013.

SUNDARI

Wednesday, June 12, 2013

Banyak WNI Jadi Calo Manfaatkan Kondisi Buta Huruf TKI di Jeddah

Banyak WNI Jadi Calo Manfaatkan Kondisi Buta Huruf TKI di Jeddah
enny Wahid ketika konsultasi dengan Pakde Karwo di sela KLB Partai Demokrat, di Bali, 29 Maret 2013 
TRIBUNNEWS.COM - Yenny Wahid, selaku direktur The Wahid Institute, sebuah yayasan yang berkecimpung dalam penyebaran gagasan Islam yang toleran dan cinta damai, menyatakan keprihatinannya atas insiden yang terjadi di Jeddah. Yenny meminta pemerintah lebih meningkatkan lagi pelayanannya terhadap para TKI dan TKW yang akan mengurus surat izin untuk memperbaiki statusnya dalam rangka kebijakan amnesti yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi. “Kami menyatakan keprihatinan yang mendalam atas insiden yang telah menelan korban jiwa ini. Kami meminta pemerintah serius mengurus dan memfasilitasi proses pemakaman korban meninggal dan terluka,” jelas Direktur the Wahid Institute, Yenny Zannuba Wahid, Selasa(11/6/2013) malam, seperti tertulis dalam rilis yang diterima redaksi Tribunnews.com, Rabu (12/6/2013). Pada Minggu lalu, mereka yang sering dijuluki para pahlawan devisa ini tengah mengurus administrasi kebijakan amnesti atau pengampunan yang diberikan pemerintah Arab Saudi dengan tenggat waktu 3 Juli 2013. Mereka yang melanggar batas ini akan menghadapi hukuman penjara sampai dua tahun dan denda hingga 100.000 riyal, setara Rp 265 juta. Bagi mereka yang tidak mempunyai iqomah atau surat over stay harus segera membuatnya. Untuk mencegah insiden berikutnya, puteri KH. Abdurrahman Wahid ini juga meminta Konsulat. Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Arab Saudi meningkatkan jumlah personil yang memadai, dan dengan layanan yang lebih profesional . Dengan keterbatasan staf KJRI dan banyaknya yang harus dilayani, banyak yang menilai pelayanan KJRI masih sangat jauh dari memadai. “Pihak KJRI sudah banyak menempel pengumuman tentang syarat-syarat pengajuan SPLP, jam kerja/pelayanan dll, namun kebanyakan para TKI/TKW kita itu buta huruf, sehingga membutuhkan penjelasan langsung. Ketika mereka tidak mendapat penjelasan yang memuaskan, dikarenakan terbatasnya personel KJRI, banyak TKI yang panik dan jadi emosi. Apalagi mereka sudah menunggu selama lebih dari 15 jam, belum bisa masuk ketempat pelayanan” jelas Yenny. “KJRI juga perlu memberikan layanan di luar gedung KJRI, tempat TKI antre,” usul Yenny. Ini bisa menjadi salah satu solusi agar mereka tak menjadi korban calo yang berkeliaran di luar gedung. Yenny mendapat informasi bahwa saat ini berkeliaran WNI yang menjadi calo bagi para TKI dan TKW tersebut. “ Praktiknya macam-macam mulai dari menjual formulir pembuatan paspor atau Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) seharga 25 riyal, membantu mengisi formulir seharga 20 riyal, hingga menjual kartu identitas penduduk, surat izin mengemudi atau kartu keluarga palsu seharga 150 riyal," jelas isteri Dhohir Farisi ini.

Masih Banyak Negara Non-Muslim Perlakukan TKW Lebih Manusiawi

Masih Banyak Negara Non-Muslim Perlakukan TKW Lebih Manusiawi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya menghentikan pengiriman tenaga kerja wanita (TKW) permanen ke Arab Saudi, tidak perlu dikhawatirkan. Karena, banyak negara non-Muslim jauh lebih memanusiawikan buruh migran.
"Masih banyak negara yang memerlakukan TKW dengan baik. Dengan berat hati, Taiwan dan Hong Kong yang non-Muslim, memerlakukan TKW lebih manusiawi. Ada hak yang diberikan ke TKW," ujar Ketua Umum Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) KH Said Aqil Siroj yang akrab disapa Kang Said, saat rapat bersama anggota LPOI di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (12/6/2013).
Menurut Kang Said, saat negara Arab lain sudah menandatangani MoU untuk melindungi dan memerlakukan TKW lebih manusiawi, Pemerintah Arab Saudi justru belum melakukannya.
Kang Said menambahkan, LPOI bukan dalam kapasitas menekan Pemerintahan Arab Saudi untuk menandatangani MoU, karena itu dilakukan Government to Government (G to G).
"Tapi ini harga diri kita," katanya.
LPOI beranggotakan Nahdlatul Ulama, Persatuan Islam, Al Irsyad Al Islamiyah, Mathlaul Anwar, Ittihadiyah, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia, IKADI, Azzikra, Syarikat Islam Indonesia, Alwasliyah, dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).
Salah satu sikap keras yang diambil LPOI adalah,p emerintah tidak cukup melakukan moratorium pengiriman TKW, khususnya ke Arab Saudi. Tapi, seharusnya pengiriman TKW disetop selamanya.

Pemerintah Akan Bantu TKI yang Ditangkap di Jeddah

Pemerintah Akan Bantu TKI yang Ditangkap di Jeddah TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur, menjamin akan memberi bantuan hukum kepada puluhan tenaga kerja Indonesia yang ditangkap polisi Saudi. Mereka ditangkap karena diduga terkait dengan kerusuhan di depan gedung Konsulat Jenderal RI di Jeddah, Arab Saudi, Ahad lalu, 9 Juni 2013. "Kami akan memberi bantuan hukum kalau prosesnya sampai di pengadilan," kata Gatot melalui telepon kepada Tempo dari Riyadh, Rabu, 12 Juni 2013. Gatot mengatakan polisi menangkap mereka karena diduga terlibat dalam insiden di depan gedung Konsulat Jeddah. Di samping itu, dia menduga para TKI itu ilegal karena izin tinggalnya sudah kadaluwarsa (overstay). "Kalau diduga terlibat kerusuhan, ada kemungkinan diberikan sanksi. Kami akan memberi pembelaan kalau memang itu terjadi. Tetapi kalau hanya overstayers, kemungkinan mereka akan dideportasi," kata dia. Gatot belum memastikan identitas dan jumlah TKI yang tertangkap polisi Arab Saudi tersebut. Saat ini, mereka ditahan di Karantina Imigrasi Jeddah. Dia mengatakan pemerintah menghormati langkah polisi Saudi tersebut sebagai upaya penegakan hukum. Kemungkinan, ucap Gatot, tindakan polisi itu adalah pelaksanaan penegakan hukum di wilayah kedaulatannya. Karena itu mereka menangkap orang-orang yang diduga melakukan keributan-keributan di wilayah kedaulatannya. Insiden di Konsulat Jeddah terjadi saat ribuan TKI datang untuk mengurus pemutihan dokumen masa tinggal yang telah habis atau TKI yang tidak memiliki dokumen resmi. Kerusuhan pecah setelah beredar kabar batas waktu pemutihan telah habis. Kabar ini membuat massa mengamuk. Mereka membakar berbagai peralatan di depan gedung Konjen RI. Padahal sebenarnya batas akhir adalah 3 Juli mendatang. Selain itu, keterbatasan lokasi pelayanan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) membuat banyak orang tidak sabar. Diperkirakan sekitar 80 ribu warga negara Indonesia akan mengurus surat pengampunan dan pemutihan. Sedangkan tempat pengurusan pemutihan hanya ada di dua lokasi yaitu Kedutaan Besar RI di Riyadh dan Konjen RI di Jeddah. Kerusuhan tersebut menyebabkan seorang TKI asal Sampang, Marwah binti Hasan, tewas karena terimpit dan terinjak-injak. Perempuan 55 tahun itu sudah dimakamkan di Arab Saudi. Menurut Gatot, pasca kerusuhan tersebut, pelayanan pengurusan pemutihan kembali normal. Kedutaan membuka loket layanan seperti biasa dan melayani sekitar 5.000 TKI setiap harinya. RUSMAN PARAQBUEQ

Pemerintah Benarkan Puluhan TKI Ditangkap di Arab

Pemerintah Benarkan Puluhan TKI Ditangkap di Arab TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur, membenarkan bahwa polisi Arab Saudi menangkap puluhan tenaga kerja Indonesia pasca-insiden kerusuhan di kantor Konsulat Jenderal di Jeddah. Namun, Gatot belum mengetahui jumlah pasti dan identitas warga yang tertangkap tersebut. "Berita itu betul, jumlahnya sekitar (30 orang) itu. Tapi kami belum bisa pastikan jumlahnya terakhir," kata Gatot melalui telepon dari Riyadh, Rabu, 12 Juni 2013. Gatot mengatakan penangkapan TKI tersebut terjadi setelah kerusuhan di depan kantor KJRI Jeddah. Meski demikian, dia belum mendapat kepastian dugaan sangkaan terhadap mereka, apa karena alasan terlibat kerusuhan tersebut atau karena termasuk kategori overstayers di Arab Saudi. "Kemungkinan itu adalah pelaksanaan penegakan hukum suatu negara di wilayah kedaulatannya. Karena itu, mereka menangkap orang-orang yang diduga melakukan keributan-keributan di wilayah kedaulatannya. (Keributan) itu di luar KJRI," kata Gatot. Gatot memperoleh informasi puluhan TKI tersebut untuk sementara diamankan di Kantor Karantina Imigrasi di Jeddah. "Jadi bukan diamankan di kantor polisi." Ahad lalu, 9 Juni 2013, ribuan TKI mendatangi KJRI Jeddah untuk mengurus pemutihan dokumen seputar masa tinggal yang telah habis, atau karena tidak memiliki dokumen resmi. Kerusuhan pecah setelah beredar kabar batas waktu pemutihan masa tinggal telah habis. Kabar ini membuat massa mengamuk. Mereka membakar berbagai peralatan di depan gedung Konsulat. Padahal sebenarnya batas akhir adalah 3 Juli mendatang. Selain itu, keterbatasan lokasi pelayanan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) membuat banyak orang tidak sabar. Diperkirakan sekitar 80 ribu warga negara Indonesia akan mengurus surat pengampunan dan pemutihan. Sedangkan loket yang tersedia hanya ada di dua lokasi, yaitu Kedutaan Besar RI di Riyadh dan KJRI di Jeddah. Kerusuhan tersebut menyebabkan seorang TKI asal Sampang, Marwah binti Hasan, tewas karena terimpit dan terinjak-injak. Perempuan 55 tahun itu sudah dimakamkan di Arab Saudi. Menurut Gatot, pasca-kerusuhan tersebut, pelayanan pengurusan pemutihan kembali normal. Kedutaan membuka loket layanan seperti biasa dan melayani sekitar 5.000 TKI setiap hari. "Tidak ada penutupan loket dalam dua hari terakhir. Penutupan terjadi hanya pada saat terjadi keributan itu," kata Gatot. RUSMAN PARAQBUEQ

TKI yang meninggal dalam kerusuhan KJRI Jeddah orang Madura

TKI yang meninggal dalam kerusuhan KJRI Jeddah orang MaduraMERDEKA.COM. Marwah binti Hasan, tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dilaporkan meninggal dunia dalam kericuhan di depan Konsulat Jenderal Indonesia (KJRI) Jeddah, Arab Saudi, Minggu (9/6), berasal dari Kabupaten Sampang, Pulau Madura, Jawa Timur. Seperti dikutip dari Antara, Rabu (12/6).

Marwah binti Hasan merupakan warga Desa Plakaran, Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang. Dia sudah bekerja di Arab Saudi sejak 1998, kata Kepala Desa Plakaran, Moh Ersat, Selasa kemarin. "Ini berdasarkan informasi yang disampaikan langsung oleh Holifah, anak korban yang juga bekerja sebagai TKI di Arab Saudi."

Dia menjelaskan Marwah memang berusia 55 tahun seperti yang disiarkan sejumlah media pascakericuhan di depan KJRI, Jedah itu. Semula TKI yang meninggal dikabarkan berasal dari Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura.

Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bangkalan sebelumnya juga menyatakan Marwah binti Hasan yang dikabarkan meninggal dunia dalam kericuhan di depan KJRI memang merupakan warga Sampang.

Hal itu karena berdasarkan kerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pemkab Bangkalan, tidak ditemukan warga bernama Marwah binti Hasan berumur 55 tahun.

"Memang ada tiga orang warga Bangkalan yang bernama Marwah binti Hasan, akan tetapi umurnya salah dan mereka juga merupakan warga yang tinggal di Bangkalan dan tidak menjadi TKI," kata Kepala Bidang Administrasi Kependudukan Dispenduk Capil Pemkab Bangkalan, Jayus Sayuti.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Michael Tene di Jakarta, Senin (10/6) pagi merilis, satu orang warga negara Indonesia dilaporkan meninggal dunia setelah terjebak dalam kericuhan yang terjadi di depan Konsulat Jenderal Indonesia (KJRI) Jeddah, Arab Saudi, pada Minggu (9/6).

Korban terjebak saat berdesak-desakan di depan loket untuk mengurus Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP). Desak-desakan di depan KJRI Jeddah itu melibatkan ribuan WNI yang ingin mengurus dokumen SPLP.

Pengurusan dokumen itu merupakan kebijakan baru yang dilaksanakan Kedutaan Besar RI di Arab Saudi. Hal itu dilakukan setelah pemerintah setempat mengumumkan akan memberikan amnesti bagi warga negara asing yang tidak memiliki dokumen lengkap guna menyempurnakan data diri mereka.

Pendaftaran dibuka sejak 13 Mei hingga 3 Juli 2013. Kebijakan pemutihan itu berlaku untuk semua "overstayers" dari berbagai negara. Karena itu, sejumlah negara yang memiliki "overstayers" dalam jumlah besar di Arab Saudi, termasuk Indonesia, memanfaatkan kebijakan amnesti tersebut dalam waktu yang terbatas dengan berbagai pemasalahannya.

Perkiraan jumlah "overstayers" beberapa negara lainnya yakni Filipina sekitar 20.000 orang, India (40.000) dan Bangladesh (100.000). Kegiatan pelayanan oleh KJRI Jeddah berlangsung Sabtu hingga Kamis, sejak pukul 06.00 sampai 17.00 dan pengambilan SPLP dilakukan sejak 17.00 hingga 22.00 waktu setempat.

Mengingat cuaca dalam seminggu terakhir yang semakin panas, demi keselamatan dan kelancaran pelayanan, KJRI Jeddah sejak tanggal 8 Juni 2013 mengubah jam layanan permohonan SPLP menjadi pukul 16.00 hingga dini hari.

Sementara itu, pemrosesan dokumen dimaksud dilakukan pada pagi hari hingga sore. Warga diminta mengikuti jadwal pelayanan yang telah ditetapkan tersebut. Sampai hari Sabtu (8/6), warga Indonesia yang sudah mendaftar berjumlah 48.260 dan keseluruhannya telah diproses.

Dari jumlah tersebut 12.877 sudah diserahkan dokumennya dan pada Senin (10/6) akan kembali diserahkan sebanyak 5.000 dokumen. Setiap hari rata-rata 7.000 WNI mendaftarkan diri. Angka tersebut cenderung meningkat.
Sumber: Merdeka.com

Aisah, TKI Jeddah: Saya Cuma Mau Pulang

Aisah, TKI Jeddah: Saya Cuma Mau Pulang TEMPO.CO , Jeddah: Aisah, 32 tahun, tak henti-hentinya menangis. Tenaga kerja Indonesia asal Cikijing, Majalengka itu bingung dan risau. Suaminya, Suhendi, 45 tahun, ditangkap polisi Arab Saudi karena dituduh terlibat huru-hara pembakaran Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Jeddah, Senin, lalu. »Kami cuma mau pulang, tadinya mau mendapatkan dokumen supaya bisa keluar dari Arab Saudi, uang tiket dari gaji yang masih di tangan majikan, sekarang tidak tahu harus bagaimana,” kata Aisah tersedu-sedu. Aisah dan suaminya bekerja di majikan yang sama di Jamiah, Jeddah. Mereka mengetahui pemutihan dari laman Facebook dimana Suhendi ikut bergabung. Keduanya ingin mengurus Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) agar dapat kembali ke kampung halaman meskipun bayar tiket sendiri. Seharusnya, surat izin keluar diperoleh Rabu hari ini. Namun, rupanya nasib berkata lain. Senin kemarin, keduanya tiba di KJRI Jeddah sekitar pukul 17.00. Aisah berpisah dengan suaminya di pintu masuk KJRI karena jalur laki-laki dan perempuan dibedakan. Mereka akan kembali bersama-sama setelah di dalam untuk pengurusan SPLP. Aisah tiba di dalam dan selesai mengurus SPLP terlebih dulu. Tapi, dia tak bertemu suaminya. Aisah menelepon hingga hampir 20 kali, tapi tak diangkat. Kadang terdengar nada sibuk, atau mati. Baru sekitar pukul enam sore, Suhendi menulis pesan singkat. Bunyinya mengagetkan: »Saya ketangkap, kamu langsung pulang ke rumah.” Aisah pun pulang sambil menangis. Sekitar pukul 7 malam, Suhendi kembali mengirim pesan singkat: »Beresin barang kamu, jual dan pulang ke Indonesia.” Aisah berusaha menelepon tapi gagal. Sekitar pukul dua pagi waktu Arab Saudi, Suhendi kembali mengirim pesan singkat. »Saya sudah di depan penjara Tarhill, kemungkinan besar tidak bisa komunikasi lagi.” Suami Aisah mengatakan ada sekitar 30-an orang termasuk dia diciduk polisi setempat. Mereka tak diberi makan dan minum selama diamankan di kantor polisi Samali Hirehab, padahal sudah lebih dari 10 jam. »Katanya dia ditangkap lantaran ada berita kumpulan orang-orang bawa senjata, suami saya tidak bersalah, dia tidak bawa apa-apa,” kata Aisah kepada Tempo terisak. Aisah merasa kecewa karena merasa suaminya menjadi korban asal tangkap, tanpa diselidiki lebih dahulu. Dia kini tinggal di penampungan bersama 20 orang lainnya. Dia kebingungan lantaran tidak punya uang, dan tidak tahu harus mengadu ke mana. »Semua orang di sini juga susah,” katanya. »Pemerintah Indonesia mikirin saya atau nggak? Saya ingin pulang, tapi enggak tahu harus bagaimana, uang buat beli tiket enggak ada.” NATALIA SANTI

Demo TKI di Riyadh Bakal Merembet ke Malaysia dan Hongkong?


Ilustrasi (Foto: Doc)
JAKARTA (KRjogja.com) - Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanudin, mengatakan, persoalan yang terjadi di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah merupakan kejadian klasik. Dia menjelaskan, perusakan dan pembakaran oleh para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berdemo bukan sekali ini terjadi. "Alasannya klasik, karena KJRI itu tidak urusi masalah perpanjangan, bantuan hukum, problem-problem hukum yang tidak terselesaikan bertahun-tahun," kata Hasanudin di Gedung DPR, Jakarta, Senin (10/06/2013) malam. Dia mengkhawatirkan peristiwa serupa juga terjadi negara lain seperti Malaysia dan Hongkong. "Ini sebetulnya persoalan lama yang harus diwaspadai di KJRI lainnya, seperti Malaysia dan Hongkong," jelasnya. Politikus PDI Perjuangan itu selalu berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri. Dia juga mengungkapkan siap mengerahkan orang-orang untuk memberikan layanan khusus kepada para TKI yang ada di sana. Sebab, problemnya, kata dia, adalah permasalahan penempatan dan kontrak TKI itu sendiri. "Problemnya itu di hulu, penempatan dan kontrak TKI. Ini terbawa ke hilirnya di negeri asing itu. Itu harus diselesaikan KJRI dan KBRI," kata Hasanudin. Seperti diketahui, para TKI ini berdemo di Kantor KJRI di Jeddah pada Minggu 9 Juni 2013 waktu setempat. Mereka melakukan aksi bakar-bakaran dan berseteru dengan aparat keamanan setempat. Ratusan TKI ini berupaya memperbaiki status imigrasi mereka dari Kerajaan Arab Saudi. (Okz/Ndw)
 

Tag

IP

My-Yahoo

Blogger Widget Get This Widget

Histast

Total Pengunjung