SUMBER, (PRLM).- Jumlah Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) asal Kabupaten Cirebon yang membuat paspor di Kantor Imigrasi Klas
II Cirebon kurang dari sepuluh persen. Akibatnya, Dinas Tenaga Kerja
setempat sulit mendapatkan data akurat terkait jumlah TKI yang
diberangkatkan ke luar negeri oleh Penyalur Jasa Tenaga Kerja Indonesia
(PJTKI).
Berdasarkan penelusuran “PRLM”, setiap tahunnya Disnakertrans
Kabupaten Cirebon mencatat jumla TKI mencapai 9.000 orang. Sementara
data di Kantor Imigrasi Klas II Cirebon menunjukan jumlah TKI asal
Wilayah III Cirebon yang membuat paspor pada 2012 hanya mencapai 1.497
orang. Kepala Disnakertrans Kabupaten Cirebon Deni Agustin melalui
Sekretaris Dinas Nurul Hadi mengakui, catatan yang dimiliki pihaknya
bukanlah data riil. Jumlah TKI asal Kabupaten Cirebon yang
diberangkatkan ke luar negeri bisa jadi lebi dari 9.000 orang per tahun.
“Mereka kebanyakan membuat paspor di wilayah Tanggerang dan Depok,
karena diberangkatkan oleh PJTKI yang berkantor pusat di daerah itu.
Sementara kantor PJTKI di Kabupaten Cirebon kebanyakan hanya
perwakilannya saja atau bahkan hanya ada petugas lapangannya,” tutur
Hadi.
Hadi menegaskan, peberangkatan TKI asal Cirebon melalui PJTKI di luar
daerah sebenarnya tidak bermasalah jika perusahaannya legal. Namun, ia
mengakui bahwa hal itu memicu sulitnya pendataan yang akurat terkait
jumlah TKI asal Kabupaten Cirebon yang berangkat ke luar negeri setiap
tahunnya.
Dalam kondisi seperti itu, Disnakertrans rencananya akan mewajibkan
PJTKI yang memberangkatkan TKI asal Kabupaten Cirebon untuk membuka
kantor di wilayahnya. Selain itu, para TKI juga akan diimbau untuk
membuat paspor di Cirebon agar mempermudah pendataan. “Dengan begitu
kami akan lebih mudah berkoordinasi dalam mengurus TKI yang bermasalah,”
ucapnya.
Sementara itu Kepala Kantor Imigrasi Klas II Cirebon Agato P.
Simamora mengatakan, pihaknya sendiri menyayangkan jika TKI asal
Kabupaten Cirebon atau daerah lain di Wilayah III membuat paspor di luar
wilayah asal mereka. “Meski secara regulasi mereka bisa membuat paspor
di seluruh wilayah Jawa Barat, akan tetapi mereka akan sulit terdata
oleh instansi terkait di wilayah asal,” ujarnya. (A-178/A_88)*** sumber:.pikiran-rakyat.com/node/235699
Tuesday, June 11, 2013
Pemerintah Mengelak Disebut Tak Becus Urus TKI
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Djoko Suyanto, membantah jika pemerintah dituding tak becus dalam mengurus proses perpanjangan izin tinggal tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi.
"Perwakilan Indonesia di Arab Saudi sudah mulai memproses perpanjangan izin ini mulai 18 Mei lalu, sejak kerajaan Arab Saudi memulai kebijakan itu pada 10 April lalu," kata Djoko di kantornya, Selasa, 11 Juni 2013.
Djoko mengklaim, penyebab kerusuh akibat merebaknya isu menyesatkan di kalangan tenaga kerja Indonesia. Isu itu menyebutkan bahwa proses terakhir pengurusan amnesty terjadi pada 9 Juni 2013, atau saat kejadian. Akibatnya, TKI mengepung kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Jeddah.
Konsulat Jeddah yang biasa melayani pendaftaran sampai enam ribu TKI, pada hari itu diserbu sekitar 12 ribu orang. Ditambah lagi, cuaca di Jeddah yang sangat panas, yang berkisar 40-45 derajat celcius sehingga membuat sebagian TKI frustrasi.
"Sehingga ada ketidaknyamanan dan terjadi aksi yang sangat disesalkan karena berlangsung di negara lain," kata Djoko. "Bahkan ada satu warga kita yang meninggal akibat berdesakan dan dehidrasi."
Soal pembakaran gedung Konsulat Jeddah, Djoko membantah. Dia mengklaim hanya plastik pembatas gedung yang menjadi sasaran amuk TKI. Djoko mengatakan kondisi terakhir di Konsulat Jeddah hari ini sudah kondusif.
Berdasar komunikasi terakhir Djoko dengan Direktur Perlindungan Warga Kedutaan Besar Republik Indonesia di Arab Saudi, menyebutkan, antrean TKI di kantor Konsulat Jeddah sudah mengular hingga 200 meter. Namun prosesnya berjalan lancar.
Kepolisian kerajaan Arab Saudi juga turut andil menambah jumlah personel di Konsulat Jedah. "Sebelumnya hanya ada 30 personel kini ditambah menjadi 100 personel. Semoga kejadian serupa tak terulang lagi."
Pada Ahad, 9 Juni 2013, warga negara Indonesia yang datang ke Konsulat Jenderal sejak awal telah terkonsentrasi di sepanjang jalan hingga di depan pintu gerbang Konsulat. Ketika pintu tersebut akan dibuka, sejumlah WNI dalam antrean tidak tertib dan berdesakan. AKibatnya, satu orang WNI tewas dan ratusan lainnya pingsan.
INDRA WIJAYA
Marwah, TKI korban rusuh Jeddah akan dimakamkan di Arab Saudi
MERDEKA.COM. Pemerintah Indonesia telah memberitahukan kepada keluarga Marwah binti Hasan, TKW yang menjadi korban tewas saat terjadi insiden kerusuhan di Kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, Arab Saudi. Keputusannya, pihak keluarga memutuskan jenazah TKW berusia 57 tahun itu untuk dimakamkan di Arab Saudi.
"Pilihan mereka jenazah tidak dipulangkan dan dimakamkan di Saudi," kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dalam keterangan persnya di Kantor Menko Polhukam Jakarta, Selasa (11/6).
Untuk biaya pemakaman akan ditanggung seluruhnya oleh pemerintah Indonesia. "Keluarga di Saudi dan Indonesia sudah dihubungi," ujarnya.
Marwah tewas setelah terjadi kerusuhan di Kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, Minggu (9/6). Ia tewas terinjak-injak saat puluhan ribu orang mengantre untuk mengurus dokumen di KJRI tersebut.
"Kita juga menyesalkan ada seorang TKI yang meninggal karena dehidrasi dan diinjak-injak," kata Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto.
Selain korban tewas, ada juga korban luka. Dia adalah Mustafa, satpam KJRI yang mengalami luka serius.
Sumber: Merdeka.com
Presiden Utus Denny Indrayana ke Jeddah
Presiden Utus Denny Indrayana ke Jeddah |
Kepala BNP2TKI: Ada mafia yang provokasi TKI di Jeddah
Kepala BNP2TKI: Ada mafia yang provokasi TKI di Jeddah |
Dubes RI Arab Saudi Belum Tahu Insiden Penangkapa
Dubes RI Arab Saudi Belum Tahu Insiden Penangkapan |
Lagi, Seorang WNI Meninggal dalam Kerusuhan Jedda
Lagi, Seorang WNI Meninggal dalam Kerusuhan Jeddah |
TEMPO.CO, Bandung - Anggota Komisi IX DPR, Rieke Dyah Pitaloka, mengaku mendapat informasi, ada seorang lagi warga Indonesia yang meninggal sebagai buntut peristiwa kerusuhan di Konsulat Jenderal RI di Jeddah, Arab Saudi. "Saya mendesak Kementerian Luar Negeri untuk segera menelusuri laporan yang masuk itu," kata dia kepada Tempo, Selasa, 11 Juni 2013. WNI asal Nusa Tenggara Barat itu meninggal di Rumah Sakit Malik Fahad akibat terinjak-injak dalam kerusuhan di Konsulat Jenderal RI di Jeddah, Ahad, 10 Juni 2013. Sebelumnya, disebutkan korban tewas akibat kerusuhan itu hanya satu orang, yakni Marwah, asal Sampang. "Total korban meninggal dua orang," kata Rieke. Rieke juga mendesak pemerintah Indonesia untuk menelusuri informasi ditahannya puluhan warga Indonesia oleh petugas keamanan Arab Saudi pasca-kerusuhan di Konsulat Jenderal RI di Jeddah. Informasi itu dia terima dari salah seorang istri korban penangkapan petugas keamanan Arab Saudi dengan tuduhan sebagai provokator kerusuhan itu. "Sekitar 30 orang (ditahan)," ujarnya. Menurut Rieke, informasi itu diterima dari Aisah, warga Cikijing, Majalengka, yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Aisah mengabarkan, suaminya, Suhendi, 45 tahun, ditahan di penjara Tarhill. Suhendi diciduk oleh polisi setempat bersama sekitar 30 warga Indonesia pada 10 Juni 2013. Peristiwa bermula ketika pasangan suami-istri itu mengurus Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) di Konsulat Jenderal RI Jeddah. Karena antrean mengurus SPLP antara laki-laki dan perempuan terpisah, keduanya pun berpisah. Setelah selesai sore harinya, Aisyah menghubungi suaminya via ponsel, tapi tak berhasil. Pada pukul 18.00 waktu setempat, suaminya berkirim SMS, isinya, "Saya ketangkap, kamu langsung pulang ke rumah." Selang satu jam, Aisyah terima lagi SMS dari suaminya yang menulis, "Beresin barang kamu, jual dan pulang ke Indonesia." Keesokan harinya, pukul 2 dinihari, suaminya mengirim SMS lagi. "Saya sudah di depan penjara Tarhill. Kemungkinan besar tidak bisa komunikasi lagi." Suhendi juga mengabarkan bahwa dia bersama 30 WNI sempat diperiksa di kantor polisi Samali Hirehab. Aisah dan Suhendi sejatinya akan pulang ke Tanah Air pada 12 Juni 2013, setelah urusan SPLP selesai. Tapi polisi keburu menangkap suaminya. AHMAD FIKRI
Muhaimin Iskandar Dinilai Gagal Lindungi TKI
Tenaga kerja Indonesia, ilustrasi |
Rusuh di KJRI Jeddah, Polri dan Kepolisian Arab Saudi Koordinasi
"Kita sesalkan bersama, tapi meski lokasinya di Arab Saudi, koordinasi
tetap kami tempuh melalui Kepolisian Arab Saudi dan Kementerian Luar
Negeri,"
Skalanews - Polri berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan juga Kepolisian Arab Saudi terkait kerusuhan yang terjadi di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah, Arab Saudi.
Meski, saat ini dipastikan Polri situasi di sana sudah berangsur kondusif.
"Kita sesalkan bersama, tapi meski lokasinya di Arab Saudi, koordinasi tetap kami tempuh melalui Kepolisian Arab Saudi dan Kementerian Luar Negeri," kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol Suhardi Alius di Humas Polri, Jakarta, Senin (10/6)
Dijelaskan Suhardi, kerjasama dengan kepolisian Arab Saudi dapat dilakukan karena dua institusi kepolisian ini telah menjalin hubungan sejak lama. Polri pun memiliki liasion officer sehingga mempermudah melakukan koordinasi tersebut.
Saat ini, jelasnya 100 orang Polisi Arab Saudi telah berada di lokasi untuk membantu proses pengamanan, karena lokasi kejadian berada di luar pagar KJRI yang artinya ada di otoritas pemerintah Arab Saudi.
Kerusuhan sendiri bermula saat sekitar 15 ribu TKI mendatangi KJRI untuk mengurus surat perjalanan laksana paspor. Hingga terjadi antrean menumpuk karena kemampuan KJRI melayani permintaan tersebut hanya sebatas 8 ribu orang.
"Dalam antrean tersebut ada satu TKI yang meninggal karena kelelahan mengantre, mungkin itu yang menjadi pemicu," jelasnya. (frida astuti/bus)
Irjen Pol. Suhardi Alius |
Monday, June 10, 2013
KBRI Verifikasi Korban Kerusuhan TKI di Jeddah
KBRI Verifikasi Korban Kerusuhan TKI di Jeddah |
TKI Bangkalan Jawa Timur Tewas Akibat Kerusuhan Jeddah
Kerusuhan Konsulat RI Jeddah, credit AN arabnews.com |
JEDDAH,BB – Nama korban tewas akibat berdesakan hingga rusuh di Konsulat RI Jeddah Arab Saudi Minggu 9 Juni 2013 adalah Marwah binti Hasan warga Bangkalan, Jawa Timur
Tenaga kerja berusia 55 tahun itu meninggal karena berdesakan saat pintu dibuka.
“Terjadi desak-desakan, ketika pintu dibuka, ada ibu usia 55 tahun, terdesak dan dehidrasi sehingga kritis dan meninggal dunia,” kata Tatang Budie Utama Razak, Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri seperti dilansir dari wawancara Metrotv.
Marwah datang ke Arab Saudi sejak 2005 seusai melakukan ibadah Umroh. Sejak itu hingga saat ini, ia tidak mengantongi dokumen apa pun. Rencananya, KJRI akan memfasilitasi pemulangan jenazah korban.
Laporan: Cr17/Jan
Konsulat Jenderal RI di Jeddah Rusuh
Kerusuhan dikabarkan terjadi di Konsulat Jendral RI di Jeddah, Arab Saudi, Minggu (9/6/2013). Kerusuhan dipicu proses pengurusan dokumen izin tinggal dan perjalanan. |
JEDDAH, KOMPAS.com — Ribuan pekerja Indonesia di Jeddah, Arab Saudi, dikabarkan mengamuk di Konsulat Jenderal RI, Minggu (9/6/2013) waktu setempat. Mereka membakar beragam perkakas di pintu masuk Konsulat dan berusaha menerobos untuk melakukan pembakaran gedung. Aksi tersebut dipicu kemarahan atas proses dokumen perjalanan. "Kami masih memeriksa apakah ada korban atau berapa banyak pekerja terluka," kata Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansyur seperti dikutip Arab News. Dia mengatakan bahwa semua diplomat dan staf konsuler aman. Kru Pertahanan Sipil, polisi, pasukan khusus, dan ambulans Bulan Sabit Merah turun ke tempat kejadian untuk memulihkan ketertiban. Jalan menuju ke Konsulat ditutup. Saksi mata mengatakan, api masih menyala hingga pukul 22.00 waktu setempat. Petugas pemadam kebakaran pun masih terlihat berupaya memadamkannya. Kerusuhan ini adalah buntut insiden pada Sabtu (8/6/2013). Saat itu para pekerja perempuan Indonesia "menyerbu" Konsulat untuk mendapatkan dokumen perjalanan. Setidaknya tiga perempuan terluka dan pingsan. Para pekerja Indonesia di Arab Saudi yang tak memiliki izin bekerja punya tenggat waktu hingga 3 Juli 2013 untuk "melegalkan" keberadaan dan aktivitas mereka. Dokumen yang harus dipastikan mereka miliki adalah visa kerja. Perseteruan antara para pekerja, polisi, dan pejabat Konsulat diduga dipicu oleh frustrasi para pekerja karena lamanya pengurusan dokumen dan kurangnya pengorganisasian di Konsulat. "Kami telah mengalami masalah dengan Konsulat sejak kami tiba dua hari lalu," kata seorang asisten rumah tangga dari Indonesia, yang tidak ingin namanya dipublikasikan. "Kemarin saya jatuh dan terluka karena Konsulat tidak tahu apa yang mereka lakukan dan tidak bisa mengendalikan massa." Pekerja lainnya yang mengaku bekerja di bidang konstruksi mengeluh karena tidak bisa masuk ke Konsulat untuk mengurus dokumen perjalanan. "Percayalah, sekarang saya hanya ingin pulang," kata dia. Sumber : arabnews Editor : Palupi Annisa Auliani Ikuti perkembangan berita ini dalam topik: KJRI Jeddah Dibakar
Sunday, June 9, 2013
Sosok Peduli TKI Telah Pergi
JPNN.COM JAKARTA – Almarhum Ketua MPR RI
Taufik Kiemas, merupakan tokoh yang secara terus menerus mendorong
lahirnya regenerasi kepemimpinan di Indonesia. Selain itu, ia juga
merupakan tokoh yang memiliki kepedulian tinggi terhadap segudang
permasalahan TKI di luar negeri.
Kedua hal inilah yang paling membekas dalam ingatan Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Jumhur Hidayat, ketika berbicara sosok politisi senior pendiri partai politik PDI Perjuangan tersebut.
“Kerja-kerja pelayanan TKI yang saya lakukan, itu dimonitor oleh beliau (Taufik). Beliau benar-benar memberi arahan, sekaligus memotivasi saya untuk lebih maksimal lagi dalam menjalankan tugas-tugas yang ada,” ujarnya di Jakarta, Minggu (9/6).
Perhatian khusus tersebut menurut Jumhur, diberikan tidak saja ketika di media massa ramai diberitakan terkait kasus-kasus penistaan yang dialami TKI di berbagai negara. Namun jauh sebelum itu, Taufik kerap mendorong pemerintah benar-benar lebih tanggap terhadap kesejahteraan para TKI yang ada. “Jadi beliau tidak pernah berhenti memberi perhatian langsung dengan meminta pemerintah lebih tanggap melakukan perlindungan maksimal,” katanya.
Karena itu mantan aktivis mahasiswa yang berasal dari Institut Teknologi Bandung era 80-an ini, menyatakan Indonesia sangat kehilangan sosok peduli wong cilik almarhum Taufik Kiemas, yang meninggal dalam perawatan di Rumah Sakit Nasional Singapura pada Sabtu (8/6) pukul 19.05 waktu setempat akibat menderita penyakit jantung.
"TK (Taufik Kiemas) adalah simbol pemaknaan nasionalis religius, yang saat ini fenomenanya memang berkembang cukup luas di PDIP. Hal ini tentu tidak lepas dari semangat dan cita-citanya, yakni menciptakan gairah perjuangan baru kepada wong cilik melalui kehadiran elemen muda Islam di PDIP,” ujarnya.
Jumhur mengaku kepergian TK telah mewariskan ruh perjuangan bagi orang muda pada umumnya. Karena semasa hidup, almarhum sangat menaruh perhatian terhadap regenerasi bangsa, baik dalam keperluan lingkup kepemimpinan partai maupun menyangkut agenda tampuk pimpinan nasional.
"Beliau di akhir hayatnya bagai tanpa henti memberi dukungan moral untuk kaum muda dan bahkan kerap meminta elit nasional agar melapangkan orang-orang muda menjadi calon pemimpin masa depan bangsa," ujarnya.
Karena itu Jumhur berharap semangat dan cita-cita almarhum tidak boleh dipadamkan utamanya terkait hasrat mewujudkan kehadiran orang muda di panggung kepemimpinan nasional.(gir/jpnn)
Kedua hal inilah yang paling membekas dalam ingatan Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Jumhur Hidayat, ketika berbicara sosok politisi senior pendiri partai politik PDI Perjuangan tersebut.
“Kerja-kerja pelayanan TKI yang saya lakukan, itu dimonitor oleh beliau (Taufik). Beliau benar-benar memberi arahan, sekaligus memotivasi saya untuk lebih maksimal lagi dalam menjalankan tugas-tugas yang ada,” ujarnya di Jakarta, Minggu (9/6).
Perhatian khusus tersebut menurut Jumhur, diberikan tidak saja ketika di media massa ramai diberitakan terkait kasus-kasus penistaan yang dialami TKI di berbagai negara. Namun jauh sebelum itu, Taufik kerap mendorong pemerintah benar-benar lebih tanggap terhadap kesejahteraan para TKI yang ada. “Jadi beliau tidak pernah berhenti memberi perhatian langsung dengan meminta pemerintah lebih tanggap melakukan perlindungan maksimal,” katanya.
Karena itu mantan aktivis mahasiswa yang berasal dari Institut Teknologi Bandung era 80-an ini, menyatakan Indonesia sangat kehilangan sosok peduli wong cilik almarhum Taufik Kiemas, yang meninggal dalam perawatan di Rumah Sakit Nasional Singapura pada Sabtu (8/6) pukul 19.05 waktu setempat akibat menderita penyakit jantung.
"TK (Taufik Kiemas) adalah simbol pemaknaan nasionalis religius, yang saat ini fenomenanya memang berkembang cukup luas di PDIP. Hal ini tentu tidak lepas dari semangat dan cita-citanya, yakni menciptakan gairah perjuangan baru kepada wong cilik melalui kehadiran elemen muda Islam di PDIP,” ujarnya.
Jumhur mengaku kepergian TK telah mewariskan ruh perjuangan bagi orang muda pada umumnya. Karena semasa hidup, almarhum sangat menaruh perhatian terhadap regenerasi bangsa, baik dalam keperluan lingkup kepemimpinan partai maupun menyangkut agenda tampuk pimpinan nasional.
"Beliau di akhir hayatnya bagai tanpa henti memberi dukungan moral untuk kaum muda dan bahkan kerap meminta elit nasional agar melapangkan orang-orang muda menjadi calon pemimpin masa depan bangsa," ujarnya.
Karena itu Jumhur berharap semangat dan cita-cita almarhum tidak boleh dipadamkan utamanya terkait hasrat mewujudkan kehadiran orang muda di panggung kepemimpinan nasional.(gir/jpnn)
PJE "Pekanbaru Job Expo" tawarkan 4.500 lowongan kerja luar negeri
Sejumlah pencari kerja mengamati daftar perusahaan pada bursa tenaga kerja "Pekanbaru Job Expo 2012" di Pekanbaru, Senin (16/4). Tahun ini PJE digelar pada 10 hingga 13 Juni 2013. (FOTO ANTARA/FB Anggoro) |
Cak Imin Pastikan Tutup Perusahaan yang Masih Pekerjakan Anak
detikfinance Jakarta - Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar pastikan mencabut izin kerja perusahaan yang mempekerjakan pekerja anak. Bahkan, pihak perusahaan bisa mendapat sanksi pidana. "Para pengusaha harus tahu bahwa dalam UU Perlindungan Anak mempekerjakan anak di bawah umur adalah dilarang. Bagi yang tetap memaksakan anak untuk bekerja, perlu mendapat tindakan tegas dan dilaporkan kepada pihak yang berwajib dengan tuntutan sanksi pidana," kata Muhaimin dalam keterangan tertulisnya, Minggu (9/6/2013) Alasannya, menurut Muhaimin jelas karena belum cukup secara umur dan dimungkinkan berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan anak. Sejauh ini, Ia menuturkan sosialisasi dan pendekatan khusus berupa persuasif dan bantuan ekonomi untuk mencegah bertambahnya pekerja anak pun telah dilakukan. "Kita telah melakukan pendekatan khusus untuk melarang anak usia sekolah untuk bekerja bersekolah. Kita terus kerahkan para pengawas ketenagakerjaan untuk melakukan monitoring dan penindakan tegas terhadap keberadaan pekerja anak ini," jelasnya. Sebagai contoh, Ia menceritakan kasus perusahaan kuali di Tangerang yang telah mempekerjakan pekerja anak telah dituntut atas pelanggaran UU Ketenagakerjaan karena mempekerjakan anak pada bentuk pekerjaan terburuk. Maka perusahaan dituntut hukuman pidana maksimal 5 tahun dan atau denda maksimal 500 juta. "Diperlukan upaya-upaya untuk menganalisa dampak jangka panjang dari program tersebut. Apa saja kendala mereka, apakah mereka masih tetap berada di unit pendidikan, atau apakah mereka kembali lagi ke pekerjaan semula karena tuntutan ekonomi keluarga," ucapnya. Untuk itu harus ditingkatkan sinergitas antar sektor, karena tanpa kerjasama dari para stakeholder, baik aparatur pusat maupun daerah, pihak pengusaha, elemen masyarakat maupun media, Program Penanggulangan Pekerja Anak tidak dapat terwujud "Peran serta masyarakat, pemerintah pusat dan daerah serta instansi terkait dibutuhkan untuk meningkatkan sinergitas guna mengurangi jumlah pekerja anak dan mengembalikannya ke dunia pendidikan," tegasnya.
Saturday, June 8, 2013
Menantu Ical mengaku pernah jadi TKI ilegal
merdeka.com Menantu Aburizal Bakrie, Taufan Eko Nugroho Rotorasiko ternyata pernah menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal. Kondisi itu berlangsung saat dirinya masih menjalani kuliah di Amerika Serikat. "Saya kerja di restoran, cuci piring dan mengepel, sebagai TKI ilegal untuk menambah biaya kuliah," kata Taufan saat sosialisasi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) di Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (7/6), seperti dilansir Antara. Pria yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) menceritakan pengalamannya kepada ribuan warga yang berkumpul di Lapangan Maos. Taufan bercerita, orang tuanya hanya mampu membiayai tahun pertama kuliahnya di Strayer College, Washington DC, AS. Padahal, kuliah waktu selama empat tahun hingga mendapat gelar sebagai sarjana informatika. Usai lulus pada Juni 1998, dia tidak lantas kembali ke Indonesia. Taufan justru mendapat tawaran untuk bekerja di sebuah perusahaan telekomunikasi. "Namun setelah lulus kuliah, saya menjadi TKI legal setelah mendapat tawaran bekerja di AS pada perusahaan telekomunikasi," katanya. Setelah empat tahun bekerja, Taufan memutuskan kembali ke Indonesia dan mengaplikasikan pengalamannya ke perusahaan Tanah Air. Dia pun bergabung ke sebuah anak usaha milik Ical hingga menjadi pimpinan di grup Bakrie. Menurutnya, selama bekerja ke luar negeri merupakan pengalaman yang luar biasa. "Jangan takut untuk mengubah nasib dengan bekerja ke luar negeri," kata Taufan yang juga menjadi calon anggota DPR pada Pemilu 2014 itu.
Friday, June 7, 2013
BNP2TKI: vonis mati dua TKI Kalbar janggal
ilustrasi Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh. Jumhur Hidayat (kanan) berbincang dengan siswa pelatihan kerja saat meninjau Lembaga Pelatihan Kerja Sumber Bakatinsani MS Nieuw Jakarta Training Center, Cikarang, Jawa Barat, Selasa (14/5). .(ANTARA FOTO/Reno Esnir) () |
Eks TKI Malaysia Jadi Mediator Pelarian Imigran Gelap
KENDARI, KOMPAS.com — Rusmin (56), salah seorang
kurir yang meloloskan pelarian imigran gelap menuturkan, telah menerima
uang sebesar Rp 700 juta dari orang bernama Rosadi di Jakarta.
Uang itu digunakan Rusmin untuk menjalankan bisnis ilegal di Kendari. Ia mengaku dipertemukan dengan Rosadi melalui orang bernama Restu, warga Medan, Sumatera Utara. Belakangan diketahui, Restu berasal dari Kendari dan lama bekerja di Malaysia sebagai buruh bangunan.
"Baru dua bulan menjalankan profesinya. Saya dapat uang dari Rosadi di Jakarta, lalu ke Kendari untuk mengantar uang sebanyak Rp 700 juta ke Yusran untuk meloloskan 70 orang imigran dari hotel. Saya tidak tahu Yusran menyerahkan uang itu kepada siapa," tuturnya saat ditemui di sel Markas Polda Sultra, Jumat (7/6/2013).
Sementara itu, Panit 1 subdit 3 Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Polda Sultra, Iptu Ahmad Ardi, mengatakan, telah mengendus aktivitas para kurir tersebut sejak lama. Namun, pihak-pihak yang terlibat dalam kasus itu belum tertangkap tangan.
"Pengakuan sementara para tersangka, uang Rp 700 juta itu digunakan untuk membayar kapal, BBM, uang tiket para imigran, logistik, mobil, dan untuk kepala seksi keimigrasian sebesar Rp 50 juta," ungkapnya.
Selain itu, kata Ardi, dia juga menemukan ada keterlibatan satu anggota Brimob Polda Sultra berpangkat Ajun Inspektur satu (Aiptu) berinisial A. "Seorang anggota Brimob itu terlibat berdasarkan pengakuan para tersangka, karena rumahnya sering dijadikan penampungan sementara para imigran sebelum diantar ke kapal. Oknum Brimob itu mendapat bagian dana sebesar Rp 20 Juta," tegasnya.
Menurut Ardi, kronologi penangkapan tersangka itu yakni, Kamis dini hari pihaknya membuntuti pelaku dari hotel Srikandi kemudian menuju ke salah satu perumahan yang diduga menampung para imigran. Lima pelaku ke arah Polresta Kendari dengan menggunakan mobil Avanza dan dicegat, tapi mereka sempat melakukan perlawanan sebelum digiring ke Mapolresta Kendari.
Diberitakan sebelumnya, Polda Sultra menangkap Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kendari bernama Rahmat, bersama empat orang lainnya. Mereka kedapatan meloloskan puluhan imigran gelap yang telah ditangkap Satgas People Summgling Polda Sultra di berbagai perairan di Sulawesi Tenggara.
Uang itu digunakan Rusmin untuk menjalankan bisnis ilegal di Kendari. Ia mengaku dipertemukan dengan Rosadi melalui orang bernama Restu, warga Medan, Sumatera Utara. Belakangan diketahui, Restu berasal dari Kendari dan lama bekerja di Malaysia sebagai buruh bangunan.
"Baru dua bulan menjalankan profesinya. Saya dapat uang dari Rosadi di Jakarta, lalu ke Kendari untuk mengantar uang sebanyak Rp 700 juta ke Yusran untuk meloloskan 70 orang imigran dari hotel. Saya tidak tahu Yusran menyerahkan uang itu kepada siapa," tuturnya saat ditemui di sel Markas Polda Sultra, Jumat (7/6/2013).
Sementara itu, Panit 1 subdit 3 Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Polda Sultra, Iptu Ahmad Ardi, mengatakan, telah mengendus aktivitas para kurir tersebut sejak lama. Namun, pihak-pihak yang terlibat dalam kasus itu belum tertangkap tangan.
"Pengakuan sementara para tersangka, uang Rp 700 juta itu digunakan untuk membayar kapal, BBM, uang tiket para imigran, logistik, mobil, dan untuk kepala seksi keimigrasian sebesar Rp 50 juta," ungkapnya.
Selain itu, kata Ardi, dia juga menemukan ada keterlibatan satu anggota Brimob Polda Sultra berpangkat Ajun Inspektur satu (Aiptu) berinisial A. "Seorang anggota Brimob itu terlibat berdasarkan pengakuan para tersangka, karena rumahnya sering dijadikan penampungan sementara para imigran sebelum diantar ke kapal. Oknum Brimob itu mendapat bagian dana sebesar Rp 20 Juta," tegasnya.
Menurut Ardi, kronologi penangkapan tersangka itu yakni, Kamis dini hari pihaknya membuntuti pelaku dari hotel Srikandi kemudian menuju ke salah satu perumahan yang diduga menampung para imigran. Lima pelaku ke arah Polresta Kendari dengan menggunakan mobil Avanza dan dicegat, tapi mereka sempat melakukan perlawanan sebelum digiring ke Mapolresta Kendari.
Diberitakan sebelumnya, Polda Sultra menangkap Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kendari bernama Rahmat, bersama empat orang lainnya. Mereka kedapatan meloloskan puluhan imigran gelap yang telah ditangkap Satgas People Summgling Polda Sultra di berbagai perairan di Sulawesi Tenggara.
Editor : Glori K. Wadrianto
7 Orang TKI Kehilangan Kontak Dengan Keluarganya
Liranews.com - Kasus tenaga kerja Indonesia (TKI) yang hilang kontak di luar negeri masih tinggi. Di awal 2013 ini saja sudah ada tujuh kasus TKI hilang kontak yang berasal dari Kabupaten Sukabumi dan Cianjur. Data Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jawa Barat (Jabar) menyebutkan, dari tujuh kasus ini sebanyak empat kasus TKI berasal dari Sukabumi dan sisanya Cianjur. Empat TKI asal Sukabumi yang hilang kontak berasal dari Kecamatan Cibadak, Caringin, Sagaranten, dan Kebon Pedes. ‘’Rata-rata TKI hilang kontak dengan keluarga selama empat tahun hingga sepuluh tahun, ujar Ketua SBMI Jabar, Jejen Nurjanah di Sukabumi, Kamis (9/5). Para TKI ini kebanyakan bekerja di negara-negara Timur Tengah. Saat ini, kata Jejen, SBMI dan instansi terkait lainnya tengah berupaya menelusuri keberadaan tujuh orang TKI tersebut. Diharapkan keberadaan mereka segera ditemukan dan di bawa pulang ke kampung halamannya.
Ratusan TKI Korban Kebakaran Hidup Memprihatinkan di Malaysia
Tonton Videonya disini Metrotvnews.com, Selangor: Lebih 200 tenaga kerja
Indonesia (TKI) yang menjadi korban kebakaran rumah bedeng di Selangor,
Malaysia, hidup memprihatinkan. Harta mereka ludes. Mereka pun terancam
ditangkap Polisi Diraja Malaysia karena dokumen-dokumen ikut hangus
terbakar.
Kebakaran terjadi pada Mei 2013. Namun hingga awal Juni, ratusan TKI yang berasal dari Madura, Jawa Timur, itu belum mendapat tempat tinggal baru. Mereka pun bertahan di Rumah Bedeng Kayu.
Rumah itu tak layak huni. Lokasinya berada di sekitar proyek Aman Height Kondominium.
Mereka juga hidup di Negeri Jiran tanpa mengantongi paspor maupun surat izin kerja. Pasalnya, saat kejadian, mereka tak sempat menyelamatkan dokumen-dokumen itu.
Meski demikian, pimpinan proyek tetap meminta para TKI bekerja. Bila tidak, pimpinan proyek mengancam akan memanggil polisi menangkap mereka.
Sementara itu, Kedutaan Besar RI di Selangor berjanji mengurus dokumen baru untuk para TKI. Namun, sebulan berlalu, janji itu tak kunjung direalisasikan.
Editor: Laela Badriyah
Kebakaran terjadi pada Mei 2013. Namun hingga awal Juni, ratusan TKI yang berasal dari Madura, Jawa Timur, itu belum mendapat tempat tinggal baru. Mereka pun bertahan di Rumah Bedeng Kayu.
Rumah itu tak layak huni. Lokasinya berada di sekitar proyek Aman Height Kondominium.
Mereka juga hidup di Negeri Jiran tanpa mengantongi paspor maupun surat izin kerja. Pasalnya, saat kejadian, mereka tak sempat menyelamatkan dokumen-dokumen itu.
Meski demikian, pimpinan proyek tetap meminta para TKI bekerja. Bila tidak, pimpinan proyek mengancam akan memanggil polisi menangkap mereka.
Sementara itu, Kedutaan Besar RI di Selangor berjanji mengurus dokumen baru untuk para TKI. Namun, sebulan berlalu, janji itu tak kunjung direalisasikan.
Editor: Laela Badriyah
Anggota DPR yang Tak Mendukung UU PRT Dikecam
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Komite Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran menilai Rancangan Undang -undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga sangat penting untuk memberikan perlindungan kepada PRT yang bekerja di wilayah privat dan rentan kekerasan dan pelanggaran hak-haknya sebagai pekerja.
“RUU PPRT ini penting sebagai bagian dari konsisten Indonesia dalam memperjuangkan perlindungan PRT di dalam negeri dan luar negeri,” ujar juru bicara Komite Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran, Lita Anggraeni dalam pesan elektronik yang diterima wartawan, Jumat (7/6/2013).
Menurut Lita, RUU PPRT ini menjadi bagian dari agenda Indonesia sebagaimana disampaikan oleh Presiden SBY dalam Sidang Perburuhan Internasional ke -100 pada 14 Juni 2011 yang menyampaikan bahwa RI akan segera membuat RUU PPRT dan mengacu pada Konvensi ILO 189 Kerja Layak PRT. " Dan kami tegaskan bahwa UU PPRT ini disusun juga dengan mengakomodir culture dan praktek-praktek terbaik yang sudah ada yang melindungi PRT," kata Lita
Dalam Rilis yang sama Komite Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran menyesalkan atas sikap dan pendapat dari dua anggota DPR RI dalam rapat Rabu,5 Juni 2013. Saat itu, Baleg DPR RI bersama Komisi IX DPR mengadakan Rapat Harmonisasi RUU PPRT. Kedua Anggota DPR ini tidak setuju dengan RUU PPRT dan menggangap bahwa RUU PPRT ini akan merusak tatanan bangsa.
“Kedua anggota DPR ini lebih membahas praktek di rumah masing-masing daripada melihat fakta situasi PRT yang mengalami pelanggaran hak-hak dan kekerasan,"tandasnya.
Bahkan, kata Lita, anggota DPR yang dimaksud secara terus terang mengatakan dirinya sebagai Pemilik PJTKI, menentang pembatasan usia minimum PRTdan menentang pendidikan pelatihan PRT karena PRT cukup dilatih oleh Majikan.
Sikap kedua anggota DPR ini menurut Lita, merupakan aksi menutup mata terhadap 653 kasus kekerasan terhadap PRT dimana 30 persen diantaranya adalah Pekerja Rumah Tangga Anak dan 80 persen kasus adalah multi kekerasan termasuk upah yang tidak dibayar .
Sebagai wakil rakyat seharusnya mereka mengedepankan kepentingan rakyat dan kaum pekerja yang termarginalkan yaitu salah satunya PRT. RUU PPRT untuk menghapus praktek budaya feodal dan perbudakan dengan berbagai bungkus istilah dan dalam hubungan kerja tanpa batasan dan ditentukan oleh majikan,” pungkasnya.
Thursday, June 6, 2013
Dua TKI Bersaudara Asal Pontianak Terancam Hukuman Gantung di Malaysia
Pontianak - Pemerintah Provinsi Kalbar terus memantau perkembangan kasus hukum dua Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Pontianak, Frans Hiu, 22 dan Dharry Frully Hiu, 21 yang divonis hukuman mati pengadilan di Malaysia. Frans dan Dharry divonis hukuman mati oleh Mahkamah Tinggi, Shah Alam, Selangor pada 18 Oktober 2012 lalu. “Biro hukum kita sudah berkunjung ke sana. Saya juga sudah terima laporannya. Yang seharusnya Maret disidang tetapi berdasarkan laporan masih belum,” kata Wakil Gubernur Kalbar, Drs Christiandy Sanjaya, SE MM, Kamis (6/6/2013) kepada detik.com Christiandy mengakui, kesulitan menanggani kasus ini secara advokasi dengan maksimal. "Upaya hukumnya harus pemerintah pusat, tidak bisa pemerinta provinsi. Mengingat otonomi daerah untuk hubungan luar negeri tidak dilimpahkan ke daerah," keluhnya. Christiandy menambahkan dua bersaudara ini dalam kondisi baik selama berada di penjara malaysia. "Targetnya dua TKI bersaudara tersebut dibebaskan, kita minta mereka bebas," tegasnya. Berbagai upaya hukum sudah ditempuh, bahkan pemprov Kalbar telah meminta bantuan langsung Kemenkopolhukam. "Informasinya, tidak hanya Hiu bersaudara, ada ratusan TKI kita yang saat ini di luar negeri divonis hukuman mati,” tuturnya. Kedua Bersaudara itu harus duduk di pesakitan saat seseorang memasuki warung Play Station di tempat mereka bekerja. Frans berusaha menangkap pencuri berpostur tinggi besar itu. Sementara Dharry berusaha lari menyelamatkan diri karena takut. Setelah beberapa lama bergelut dengan pencuri tersebut, Frans berhasil menangkapnya. Kemudian diketahui seseorang yang berniat jahat itu bernama Kharti Raja. Frans mencekik lehernya dari belakang hingga kehabisan napas dan meninggal dunia. Pengadilan Selangor menjatuhkan hukuman mati terhadap kedua TKI itu. Mereka pun mengajukan banding ke Mahkamah Banding (Mahkamah Rayuan) karena merasa tidak bersalah. Sayangnya, permintaan banding tersebut tidak dikabulkan. Hakim tunggal Nur Cahaya Rashad tetap mengabulkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Zainal Azwar yang menjerat keduanya menggunakan pasal 302 Undang-Undang Pidana Malaysia dengan hukuman maksimal digantung sampai mati. Sampai saat ini proses banding masih berjalan.
TKI Korban Perampokan di Malaysia Dimakamkan di Lamongan
Liputan6.com, Lamongan : Seorang TKI asal Lamongan
bernama Hisbullah (35) yang tewas akibat dirampok di Malaysia, tiba di
Indonesia. Hisbullah dibawa pulang ke kampung halaman di Lamongan, Jawa
Timur, untuk dimakamkan.
Pantauan Liputan 6 SCTV, Kamis (6/6/2013), isak tangis mewarnai kedatangan jenazah Hisbullah asal Desa Karanganom, Kecamatan Karangbinangun. Hisbullah merupakan TKI yang tewas dibunuh perampok di Negeri Jiran, saat pulang kerja. Hisbullah yang mengalami luka tusuk senjata tajam di bagian tulang belakang tewas di tempat kejadian sebelum dibawa ke rumah sakit.
Setelah disemayamkan di rumah duka, jasad Hisbullah disalatkan di masjid desa untuk selanjutnya dimakamkan. Menurut Kades Karanganom Ainur Rofiq, Hisbullah ditusuk orang tidak dikenal dari belakang.
Hisbullah yang baru 1 tahun bekerja sebagai kuli bangunan di Malaysia itu meninggalkan istri bernama Jaiyah dan anaknya Sabil Akwam yang masih berusia 4 bulan.
Kematian Hisbullah menambah daftar panjang tewasnya TKI di Negeri Jiran itu. Keluarga Hisbullah berharap pemerintah membantu mengusut tuntas tewasnya Hisbullah. (Adi/Sss)
Pantauan Liputan 6 SCTV, Kamis (6/6/2013), isak tangis mewarnai kedatangan jenazah Hisbullah asal Desa Karanganom, Kecamatan Karangbinangun. Hisbullah merupakan TKI yang tewas dibunuh perampok di Negeri Jiran, saat pulang kerja. Hisbullah yang mengalami luka tusuk senjata tajam di bagian tulang belakang tewas di tempat kejadian sebelum dibawa ke rumah sakit.
Setelah disemayamkan di rumah duka, jasad Hisbullah disalatkan di masjid desa untuk selanjutnya dimakamkan. Menurut Kades Karanganom Ainur Rofiq, Hisbullah ditusuk orang tidak dikenal dari belakang.
Hisbullah yang baru 1 tahun bekerja sebagai kuli bangunan di Malaysia itu meninggalkan istri bernama Jaiyah dan anaknya Sabil Akwam yang masih berusia 4 bulan.
Kematian Hisbullah menambah daftar panjang tewasnya TKI di Negeri Jiran itu. Keluarga Hisbullah berharap pemerintah membantu mengusut tuntas tewasnya Hisbullah. (Adi/Sss)
Mayat TKI Nenih Dibuang Suami Dekat Masjid KJRI Jeddah
Anak tenaga kerja Indonesia (TKI) ikut berunjukrasa bersama puluhan aktivis Migrant Care di sekitar bundaran HI Jakarta Pusat, Selasa (18/12/2012). Unjukrasa ini memperingati hari buruh migran internasional, sekaligus untuk mengingatkan pemerintah lebih peduli dengan TKI. TRIBUNNEWS/HERUDIN |
RUU PPRT jamin kepastian hukum bagi PRT
Poempida Hidayatullah (ANTARA/Widodo S. Jusuf) |
Editor: Aditia Maruli
Wednesday, June 5, 2013
58 Guru dari Indonesia Mengajar Anak-anak TKI
Video: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) mengirimkan 58 guru SD dan SMP ke Sabah,
Malaysia. Para guru tersebut harus berjibaku untuk mendidik anak-anak
TKI yang selama ini terlantar pendidikannya.
Para guru dikirim ke Malaysia pada awal Juni 2013 oleh Kemendikbud. Pemerintah berupaya mendidik anak TKI yang tidak mendapat akses pendidikan di tempat orang tuanya bekerja di Sabah. Para anak TKI diajarkan rasa kebangsaan dan kepribadian sebagai WNI.
Para guru bantu akan ditugaskan di layanan pendidikan formal di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu. Lainnya akan ditempatkan di layanan pendidikan nonformal Community Learning Centre setingkat SD dan SMP terbuka di seluruh Sabah.
Sebelum para guru diterjungkan ke daerah terpencil di seluruh Sabah, Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan memberikan pembekalan kepada para pendidik.
Pengiriman ini merupakan tahap keempat dari total 230 orang pendidik, bukan PNS yang direkrut sejak 2011.
Editor: Deni Fauzan
ingin berlangganan artikel blog ini klik disini
TKW Sukabumi Disiksa di Taiwan
Para calon TKW tengah menjalani proses pelatihan sebelum diberangkatkan ke negara-negara tujuan. |
REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Kekerasan terhadap Tenaga Kerja
Wanita Indonesia kembali terjadi. TKW asal Kabupaten Sukabumi berinisial
GN warga Cimahi, Desa Cibaraja, Kecamatan Cisaat, menjadi korban
penyiksaan oleh majikannya di Taiwan.
"Saat ini GN masih trauma akibat siksaan tersebut, namun sudah mendapatkan pengobatan. Korban bisa pulang setelah melarikan diri dan kami jemput di bandara," kata Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Cabang Jawa Barat, Jejen Nurjanah, Rabu.
Selain mendapatkan siksaan, korban juga dipaksa bekerja dari pagi hingga malam hari untuk mencari kayu bakar dan bertani dengan makan seadanya yang diberikan oleh majikannya.
Akibat dari penyiksaan ini, korban mengalami luka lebam hampir di sekujur tubuhnya. Jejen mengatakan pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia atau BNP2TKI untuk memperjuangkan hak-haknya selama bekerja di Taiwan tersebut.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukabumi Aam Amar Halim mengatakan pihaknya akan membantu korban untuk membantu permasalahannya. Namun, sampai saat ini belum ada laporan dari pihak keluarganya perihal kasus penyiksaan GN di Taiwan.
"Kami menduga GN merupakan korban perdagangan manusia atau Human Trafficking, karena korban tidak terdata sebagai TKW dan diduga PJTKI yang memberangkatkannya ilegal atau tidak ada izin beroperasi di Kabupaten Sukabumi. Namun demikian kami akan memberikan bantuan dan memfasilitasi apa yang diingikan oleh si korban tersebut," kata Aam.
"Saat ini GN masih trauma akibat siksaan tersebut, namun sudah mendapatkan pengobatan. Korban bisa pulang setelah melarikan diri dan kami jemput di bandara," kata Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Cabang Jawa Barat, Jejen Nurjanah, Rabu.
Selain mendapatkan siksaan, korban juga dipaksa bekerja dari pagi hingga malam hari untuk mencari kayu bakar dan bertani dengan makan seadanya yang diberikan oleh majikannya.
Akibat dari penyiksaan ini, korban mengalami luka lebam hampir di sekujur tubuhnya. Jejen mengatakan pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia atau BNP2TKI untuk memperjuangkan hak-haknya selama bekerja di Taiwan tersebut.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukabumi Aam Amar Halim mengatakan pihaknya akan membantu korban untuk membantu permasalahannya. Namun, sampai saat ini belum ada laporan dari pihak keluarganya perihal kasus penyiksaan GN di Taiwan.
"Kami menduga GN merupakan korban perdagangan manusia atau Human Trafficking, karena korban tidak terdata sebagai TKW dan diduga PJTKI yang memberangkatkannya ilegal atau tidak ada izin beroperasi di Kabupaten Sukabumi. Namun demikian kami akan memberikan bantuan dan memfasilitasi apa yang diingikan oleh si korban tersebut," kata Aam.
Redaktur : Hazliansyah | |||
Sumber : Antara Info agen pulsa/PPOB/tiket pesawat-tiket KA Klik disini |
Wednesday, May 22, 2013
Kecelakaan Bus, 5 TKI Asal Kendal Tewas di Malaysia
KENDAL, KOMPAS.com - Lima tenaga kerja Indonesia
(TKI) asal Kendal, Jawa Tengah yang bekerja di Malaysia Senin
(20/5/2013) malam kemarin meninggal dunia. Lima pekerja yang berasal
dari Desa Sukodadi, Kecamatan Kangkung Kabupaten Kendal itu, meninggal
dunia setelah minibus yang ditumpangi TKI bertabrakan dengan sebuah bus
di Jalan Rengit, Malaysia.
Lima TKI yang tewas adalah Muh Mujiono ( 22); Mukholil ( 33); istri Mukholil, Mita Nurmalasari (19); Muh Muhson ( 29) dan istrinya Nita Talia (27). Jenazah Muh Mujiono, Mukholil, dan Muh Muhson akan dimakamkan di pemakaman umum desa setempat. Sedangkan jenazah Nita Talia akan dimakamkan di tanah kelahirannya, Binjai, Medan. Sementara jenazah Mita akan dimakamkan di tanah kelahirannya, Tulungagung, Jatim. Jenazah diperkirakan akan tiba di kampung halaman malam ini lewat bandara Ahmad Yani, Semarang.
Menurut keterangan ayah korban Muhson, Sunawar ( 65), anaknya sudah bekerja di negeri Jiran sejak tujuh tahun silam. Muhson selama ini bekerja di sebuah supermarket di Malaysia. Anaknya pulang ke kampung halaman tiap 1,5 tahun hingga 2 tahun. Dia mengetahui anaknya meninggal dunia setelah ditelepon adik korban, Rohmat (22) yang juga bekerja di Malaysia.
"Saya menerima kabar duka dari Rohmat, Selasa pagi kemarin. Setelah menerima kabar itu, kami sekeluarga kaget," ujar Sunawar, Rabu (22/5).
Sunawar mengaku tidak mendapat firasat apapun sebelum anaknya meninggal. Namun begitu sang istri, Mustofiyah (58), sebelumnya pernah bermimpi menebang pohon pisang yang ada buahnya.
"Setelah ditebang, bagian tengah buah sudah matang. Padahal bagian lainnya belum," akunya.
Menurut Sunawar, terakhir kali menerima telepon dari anaknya sekitar lima hari sebelum berita duka diterima. Ia tidak menduga kalau percakapan lewat telpon itu adalah pembicaraan terakhir dengan putra nomor empat dari enam bersaudara itu. Sunawar mengatakan, perkawinan Muhson dan Nita Talia dikaruniai anak perempuan berusia delapan bulan.
Sementara ibu korban Mukholil, Kibtiyah (53), mengaku kali terakhir menerima telepon dari anaknya sekitar 25 hari lalu. Anaknya sudah bekerja di Malaysia sejak enam tahun silam. Mukholil baru menikahi Mita pada November 2012. Mita yang berasal dari Tulungagung, Jatim baru menyusul suaminya pada Sabtu 18 Mei lalu. Mita dijemput suaminya di Batam dan melanjutkan perjalanan ke Malaysia.
"Namun baru di sana dua hari, dia keburu meninggal dunia bersama suaminya," ujar Kibtiyah sedih.
Menurut Kibtiyah, menantunya sebenarnya pernah hamil selama satu bulan. Namun mengalami keguguran. Ia mengaku pernah bermimpi memiliki hajat lagi. Tapi dia tidak tahu siapa yang akan dihajatkan. Dia kaget karena baru menggelar hajat pada November lalu. Itu terjadi sejak satu bulan silam.
"Saya tidak tahu kalau mimpi itu ternyata firasat buruk," jelasnya.
Lima TKI yang tewas adalah Muh Mujiono ( 22); Mukholil ( 33); istri Mukholil, Mita Nurmalasari (19); Muh Muhson ( 29) dan istrinya Nita Talia (27). Jenazah Muh Mujiono, Mukholil, dan Muh Muhson akan dimakamkan di pemakaman umum desa setempat. Sedangkan jenazah Nita Talia akan dimakamkan di tanah kelahirannya, Binjai, Medan. Sementara jenazah Mita akan dimakamkan di tanah kelahirannya, Tulungagung, Jatim. Jenazah diperkirakan akan tiba di kampung halaman malam ini lewat bandara Ahmad Yani, Semarang.
Menurut keterangan ayah korban Muhson, Sunawar ( 65), anaknya sudah bekerja di negeri Jiran sejak tujuh tahun silam. Muhson selama ini bekerja di sebuah supermarket di Malaysia. Anaknya pulang ke kampung halaman tiap 1,5 tahun hingga 2 tahun. Dia mengetahui anaknya meninggal dunia setelah ditelepon adik korban, Rohmat (22) yang juga bekerja di Malaysia.
"Saya menerima kabar duka dari Rohmat, Selasa pagi kemarin. Setelah menerima kabar itu, kami sekeluarga kaget," ujar Sunawar, Rabu (22/5).
Sunawar mengaku tidak mendapat firasat apapun sebelum anaknya meninggal. Namun begitu sang istri, Mustofiyah (58), sebelumnya pernah bermimpi menebang pohon pisang yang ada buahnya.
"Setelah ditebang, bagian tengah buah sudah matang. Padahal bagian lainnya belum," akunya.
Menurut Sunawar, terakhir kali menerima telepon dari anaknya sekitar lima hari sebelum berita duka diterima. Ia tidak menduga kalau percakapan lewat telpon itu adalah pembicaraan terakhir dengan putra nomor empat dari enam bersaudara itu. Sunawar mengatakan, perkawinan Muhson dan Nita Talia dikaruniai anak perempuan berusia delapan bulan.
Sementara ibu korban Mukholil, Kibtiyah (53), mengaku kali terakhir menerima telepon dari anaknya sekitar 25 hari lalu. Anaknya sudah bekerja di Malaysia sejak enam tahun silam. Mukholil baru menikahi Mita pada November 2012. Mita yang berasal dari Tulungagung, Jatim baru menyusul suaminya pada Sabtu 18 Mei lalu. Mita dijemput suaminya di Batam dan melanjutkan perjalanan ke Malaysia.
"Namun baru di sana dua hari, dia keburu meninggal dunia bersama suaminya," ujar Kibtiyah sedih.
Menurut Kibtiyah, menantunya sebenarnya pernah hamil selama satu bulan. Namun mengalami keguguran. Ia mengaku pernah bermimpi memiliki hajat lagi. Tapi dia tidak tahu siapa yang akan dihajatkan. Dia kaget karena baru menggelar hajat pada November lalu. Itu terjadi sejak satu bulan silam.
"Saya tidak tahu kalau mimpi itu ternyata firasat buruk," jelasnya.
Editor :
Farid Assifa regional.kompas.com/read/2013/05/22/19293081/Kecelakaan.Bus..5.TKI.Asal.Kendal.Tewas.di.Malaysia
Anak TKI Ini Tertinggal di Sarawak Sejak 2010
Joshua, anak TKI yang tertinggal di Sarawak sejak 2010 dan sedang mencari ibunya. |
Pada Senin (20/5/2013) lalu, Joshua tiba di Jakarta, tetapi keberadaan ibunya tidak diketahui.
Direktur Yayasan Nanda Dian Nusantara, Devi Tiomana, Rabu (22/5/2013), di Pontianak, menjelaskan, Joshua diserahkan oleh kakeknya, Christopher, kepada Konsulat Jenderal RI di Kuching, karena dokumen kewarganegaraannya tidak bisa diproses di Sarawak.
Ibu Joshua yakni Ayuni Ibat, berasal dari Kalimantan Barat, tetapi tidak diketahui pasti di mana tempat tinggalnya. Joshua adalah anak hasil hubungan Ayuni Ibat dengan Jerome Yong Jiew Khien, warga negara Malaysia. Namun, perkawinan mereka tidak tercatat di Malaysia.
Tidak diketahui apa sebabnya, Ayuni Ibat pulang ke Kalbar pada tahun 2010. Setahun berikutnya, Jerome meninggal sehingga Joshua hanya tinggal bersama dengan kakek dan neneknya. Tak lama setelah Tahun Baru Imlek 2564, nenek Joshua juga meninggal.
"Kami masih terus berusaha melacak di mana keberadaan Ayuni Ibat. Rencananya, 1 Juni mendatang, Joshua kami bawa ke Pontianak, supaya proses pencarian lebih mudah, dan apabila kakeknya ingin menengok juga dekat," kata Devi.
Editor :
Agus Mulyadi nasional.kompas.com/read/2013/05/22/19031742/Anak.TKI.Ini.Tertinggal.di.Sarawak.Sejak.2010
Pemerintah Tak Rela Melindungi TKI
Kalangan LSM dan serikat pekerja yang memantau pembahasan RUU PPILN
keempat di DPR menilai pemerintah tak rela untuk memberi perlindungan
terhadap pekerja migran. Menurut Koordinator JARI-PPTKLN dari serikat
pekerja Aspek Indonesia, Nurus Mufidah, dalam pembahasan yang
berlangsung sekitar dua jam itu pemerintah masih bersikukuh untuk
mengajukan judul “Penempatan dan Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar
Negeri.”
Dari pantauannya, perempuan yang disapa Fida itu mengatakan dalam sidang itu pemerintah menilai bahwa judul UU harus mencerminkan isi. Mengingat, pemerintah mencatat lebih dari 40 persen ketentuan dalam RUU PPILN mengatur soal penempatan, maka judul pemerintah itu dianggap tepat. Walau begitu, usai berjibaku dengan sejumlah fraksi yang menginginkan agar RUU tersebut menggunakan kata awal “Perlindungan,” dengan terpaksa pemerintah menyepakatinya.
Melihat hal itu Fida menyebut, koalisi mendesak pemerintah untuk serius melakukan perubahan dalam melindungi pekerja migran Indonesia. “Pemerintah harusnya belajar dari pengalaman kegagalan memberikan perlindungan kepada pekerja migran Indonesia di luar negeri sehingga selama ini banyak pekerja migran Indonesia yang menjadi korban,” katanya dalam keterangan pers yang diterima hukumonline, Senin (20/5).
Kekecewaan serupa menurut Fida juga dialami koalisi ketika melihat sikap sejumlah fraksi yang mengakomodir keinginan pemerintah untuk meletakan kata “penempatan” dalam RUU PPILN. Ia menilai sikap itu sebagai menurunkan standar karena selama ini sejumlah fraksi sangat tegas untuk tidak menggunakan kata “penempatan” dalam rangka mengutamakan perlindungan untuk pekerja migran. Sementara fraksi Demokrat sejak awal menurut Fida tidak menunjukkan keberpihakannya melindungi pekerja migran. “Sama sekali tidak mempunyai itikad baik,” keluhnya.
Selain itu Fida mengapresiasi sikap yang diambil anggota fraksi Golkar, Poempida Hidayatulloh yang dianggap konsisten menolak kata “penempatan” sebagai judul RUU PPILN. Tapi yang jelas, secara umum koalisi berharap agar semua fraksi serius dalam membahas RUU tersebut dengan tujuan memberikan perlindungan yang maksimal untuk pekerja migran Indonesia.
Sementara, anggota Komisi IX dari fraksi Golkar, Poempida Hidayatulloh, mengatakan salah satu hal utama yang membuat dirinya tetap menolak kata “penempatan' karena khawatir RUU PPILN menjadi tak fokus. Oleh karenanya, jika kata tersebut dimasukan, bakal berpotensi terjadi pemisahan basis referensi yang ujungnya pembahasan itu tak fokus pada perlindungan, tapi penempatan semata. Apalagi, terjadinya komersialisasi selama ini dalam proses pengiriman pekerja migran Indonesia ke luar negeri berlangsung pada saat penempatan.
Atas dasar itu Poempida berharap dengan memposisikan perlindungan sebagai judul utama, maka pekerja migran dapat berangkat ke luar negeri secara mandiri, aman dan nyaman karena terlindungi. Ketika kata “penempatan” ditambahkan dalam judul, maka memformalkan kekuasaan dalam konteks penempatan pekerja migran berada di bawah pemerintah.
"Saya sampai sekarang tidak akan bisa menjamin bahwa pemerintah dapat menjalankannya (perlindungan,-red) secara baik. Oleh karenanya, Fraksi Golkar akan tetap 'ngotot', sampai titik darah penghabisan, kita tidak akan berubah, tetap pada judul yang awal, yaitu perlindungan saja, tidak ada kata penempatan," katanya dalam rilis yang diterima hukumonline, Selasa (21/5).
Sejalan dengan itu Poempida mengatakan, basis tanggung jawab pemerintah sesungguhnya bukan pada penempatan ke luar negeri, tapi menyediakan tenaga kerjanya. Untuk penempatan, Poempida lebih setuju jika pekerja migran dapat bekerja ke luar negeri secara mandiri. Misalnya, ada pekerja migran yang berpengalaman bekerja di luar negeri, ketika pekerja migran itu mampu, maka tidak masalah untuk berangkat mandiri.
Terkait dengan hasil rapat Panja RUU PPILN yang dilakukan kemarin, Poempida mengatakan belum ada hal yang bisa diputuskan disana. Dalam rapat itu hanya membahas permasalahan judul RUU. "Hasilnya belum diputuskan sebab ini Panja. Kalau Panja ini kan kerjaannya hanya membahas, sehingga tidak bisa memutuskan. Yang bisa memutuskan nantinya adalah Raker (Rapat Kerja) daripada Pansus (Panitia Khusus)," pungkasnya.
sumber:hukumonline.com
Dari pantauannya, perempuan yang disapa Fida itu mengatakan dalam sidang itu pemerintah menilai bahwa judul UU harus mencerminkan isi. Mengingat, pemerintah mencatat lebih dari 40 persen ketentuan dalam RUU PPILN mengatur soal penempatan, maka judul pemerintah itu dianggap tepat. Walau begitu, usai berjibaku dengan sejumlah fraksi yang menginginkan agar RUU tersebut menggunakan kata awal “Perlindungan,” dengan terpaksa pemerintah menyepakatinya.
Melihat hal itu Fida menyebut, koalisi mendesak pemerintah untuk serius melakukan perubahan dalam melindungi pekerja migran Indonesia. “Pemerintah harusnya belajar dari pengalaman kegagalan memberikan perlindungan kepada pekerja migran Indonesia di luar negeri sehingga selama ini banyak pekerja migran Indonesia yang menjadi korban,” katanya dalam keterangan pers yang diterima hukumonline, Senin (20/5).
Kekecewaan serupa menurut Fida juga dialami koalisi ketika melihat sikap sejumlah fraksi yang mengakomodir keinginan pemerintah untuk meletakan kata “penempatan” dalam RUU PPILN. Ia menilai sikap itu sebagai menurunkan standar karena selama ini sejumlah fraksi sangat tegas untuk tidak menggunakan kata “penempatan” dalam rangka mengutamakan perlindungan untuk pekerja migran. Sementara fraksi Demokrat sejak awal menurut Fida tidak menunjukkan keberpihakannya melindungi pekerja migran. “Sama sekali tidak mempunyai itikad baik,” keluhnya.
Selain itu Fida mengapresiasi sikap yang diambil anggota fraksi Golkar, Poempida Hidayatulloh yang dianggap konsisten menolak kata “penempatan” sebagai judul RUU PPILN. Tapi yang jelas, secara umum koalisi berharap agar semua fraksi serius dalam membahas RUU tersebut dengan tujuan memberikan perlindungan yang maksimal untuk pekerja migran Indonesia.
Sementara, anggota Komisi IX dari fraksi Golkar, Poempida Hidayatulloh, mengatakan salah satu hal utama yang membuat dirinya tetap menolak kata “penempatan' karena khawatir RUU PPILN menjadi tak fokus. Oleh karenanya, jika kata tersebut dimasukan, bakal berpotensi terjadi pemisahan basis referensi yang ujungnya pembahasan itu tak fokus pada perlindungan, tapi penempatan semata. Apalagi, terjadinya komersialisasi selama ini dalam proses pengiriman pekerja migran Indonesia ke luar negeri berlangsung pada saat penempatan.
Atas dasar itu Poempida berharap dengan memposisikan perlindungan sebagai judul utama, maka pekerja migran dapat berangkat ke luar negeri secara mandiri, aman dan nyaman karena terlindungi. Ketika kata “penempatan” ditambahkan dalam judul, maka memformalkan kekuasaan dalam konteks penempatan pekerja migran berada di bawah pemerintah.
"Saya sampai sekarang tidak akan bisa menjamin bahwa pemerintah dapat menjalankannya (perlindungan,-red) secara baik. Oleh karenanya, Fraksi Golkar akan tetap 'ngotot', sampai titik darah penghabisan, kita tidak akan berubah, tetap pada judul yang awal, yaitu perlindungan saja, tidak ada kata penempatan," katanya dalam rilis yang diterima hukumonline, Selasa (21/5).
Sejalan dengan itu Poempida mengatakan, basis tanggung jawab pemerintah sesungguhnya bukan pada penempatan ke luar negeri, tapi menyediakan tenaga kerjanya. Untuk penempatan, Poempida lebih setuju jika pekerja migran dapat bekerja ke luar negeri secara mandiri. Misalnya, ada pekerja migran yang berpengalaman bekerja di luar negeri, ketika pekerja migran itu mampu, maka tidak masalah untuk berangkat mandiri.
Terkait dengan hasil rapat Panja RUU PPILN yang dilakukan kemarin, Poempida mengatakan belum ada hal yang bisa diputuskan disana. Dalam rapat itu hanya membahas permasalahan judul RUU. "Hasilnya belum diputuskan sebab ini Panja. Kalau Panja ini kan kerjaannya hanya membahas, sehingga tidak bisa memutuskan. Yang bisa memutuskan nantinya adalah Raker (Rapat Kerja) daripada Pansus (Panitia Khusus)," pungkasnya.
sumber:hukumonline.com
Buruh Migran Indonesia Masih Dianggap Komoditas
TEMPO.CO , Jakarta:Pakar
Demografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Riwanto Tirtosudarmo,
mengatakan secara regulasi, buruh migran dari Indonesia masih dianggap
sebagai komoditas. Hal tersebut disampaikan pada peluncuran buku Migrant
Care yang berjudul "Selusur Kebijakan (Minus) Perlindungan Buruh Migran
Indonesia" di Hotel Sari Pan Pacific, Selasa 21 Mei 2013.
Dengan latar belakang 15 tahun reformasi, Migrant Care meluncurkan kajian mereka dalam bentuk buku mengenai penempatan buruh migran. Perspektif yang dikritisi adalah kebijakan penempatan buruh yang hanya mengedepankan peran Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) dari BNP2TKI yang tercermin dalam Undang-Undang No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI ke Luar Negeri.
"Tenaga kerja Indonesia mengalami komodifikasi," kata Riwanto. Menurut Riwanto, hal tersebut berkaitan dengan kurangnya pendalaman pada subjek dalam aturan itu sendiri, yaitu tenaga kerjanya.
Sebelumnya, Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat yang hadir pada kesempatan yang sama menyatakan, "TKI turut mengurangi 30% dari kemiskinan."
Dalam kesempatan yang sama, Indriaswati Dyah Saptaningrum dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat menyampaikan bagaimana UU No. 39 tersebut tidak berpihak pada buruh migran. "Undang-undang ini lebih banyak membahas regulasi usaha atau derivasi ketenagakerjaannya," kata Indriaswati. Indriaswati mengatakan untuk perlindungan hanya terdapat satu pasal dalam undang-undang tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Suprapto dari Departemen Luar Negeri selaku staf Bidang Hubungan Kelembagaan mengatakan mengenai perlidungan selalu dilimpahkan pada institusinya. "Upaya kami adalah salah satunya dengan moratorium pengiriman tenaga kerja ke beberapa negara tujuan," kata Suprapto.
Dengan latar belakang 15 tahun reformasi, Migrant Care meluncurkan kajian mereka dalam bentuk buku mengenai penempatan buruh migran. Perspektif yang dikritisi adalah kebijakan penempatan buruh yang hanya mengedepankan peran Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) dari BNP2TKI yang tercermin dalam Undang-Undang No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI ke Luar Negeri.
"Tenaga kerja Indonesia mengalami komodifikasi," kata Riwanto. Menurut Riwanto, hal tersebut berkaitan dengan kurangnya pendalaman pada subjek dalam aturan itu sendiri, yaitu tenaga kerjanya.
Sebelumnya, Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat yang hadir pada kesempatan yang sama menyatakan, "TKI turut mengurangi 30% dari kemiskinan."
Dalam kesempatan yang sama, Indriaswati Dyah Saptaningrum dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat menyampaikan bagaimana UU No. 39 tersebut tidak berpihak pada buruh migran. "Undang-undang ini lebih banyak membahas regulasi usaha atau derivasi ketenagakerjaannya," kata Indriaswati. Indriaswati mengatakan untuk perlindungan hanya terdapat satu pasal dalam undang-undang tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Suprapto dari Departemen Luar Negeri selaku staf Bidang Hubungan Kelembagaan mengatakan mengenai perlidungan selalu dilimpahkan pada institusinya. "Upaya kami adalah salah satunya dengan moratorium pengiriman tenaga kerja ke beberapa negara tujuan," kata Suprapto.
Monday, May 20, 2013
Aturan Baru Arab Saudi untuk TKI-Haji
Makkah diguyur hujan |
Perbaikan itu juga ditujukan bagi tenaga kerja serta memanfaatkan semaksimal mungkin pengecualian dan kemudahan yang telah disetujui oleh Raja Arab Saudi sebelum habisnya masa waktu dispensasi yang diberikan yaitu hingga 24 Sya'ban 1434 H (bertepatan dengan 3 Juli 2013 (Masa Amnesti Raja-penj).
Penegasan tersebut disampaikan staf penerangan KJRI Jeddah Abdullah
M Umar. Ia mengatakan, kedua instansi tersebut menegaskan bahwa setelah
masa amnesti habis maka akan dilakukan pemeriksaan/ razia dan penerapan
sanksi tegas terhadap pemilik perusahaan, majikan dan para pekerja
pendatang yang melanggar.
Ada pun pengecualian dan keringanan yang diberikan adalah:
Ada pun pengecualian dan keringanan yang diberikan adalah:
- Pertama, seluruh warga pendatang pelanggar aturan imigrasi dan tenaga kerja yang ingin memperbaiki statusnya dan ingin tetap tinggal di Arab Saudi dibebaskan dari sanksi dan denda terkait pelanggaran yang dilakukan kecuali biaya iqomah. Hal ini terkait bagi mereka yang melanggar sebelum tanggal 6 April 2013 atau 25 Jumadal Awal 1434 H.
- Kedua, bagi yang meninggalkan Saudi (exit only) pada periode tersebut akan dibebaskan dari biaya iqomah, kartu tenaga kerja, sanksi dan denda terkait dengan pelanggaran yang dilakukan selama tinggal di Arab Saudi.
Pengambilan sidik jari tetap dilakukan(bagi yang belum melakukan)
untuk memperbarui data. Pemerintah tidak melakukan cekal terhadap mereka
yang keluar dari Saudi pada periode ini jika nantinya memperoleh visa
dan kembali lagi ke Arab Saudi(proses ini dilakukan melalui kantor
Imigrasi).
Pindah kafil yang dilakukan kepada majikan baru sektor swasta yang
jumlah pekerjanya 10 orang atau lebih tidak menyebabkan perusahaan
tersebut turun zona dari warna hijau. Perpindahan kafil maksimal empat
pekerja asing tidak boleh mengubah status perusahaan hijau terkecil yang
jumlah pekerjanya kurang dari sembilan orang, dan perusahaan tersebut
harus mempekerjakan sedikitnya satu warga Arab Saudi atau paling tidak
pemilik perusahaan itu sendiri dengan gaji tidak kurang dari 3000 Real
dengan syarat jumlah pegawai setelah proses pindah kafil tidak lebih
dari sembilan orang (proses ini dilakukan melalui kementerian tenaga
kerja).
Ada pun syarat yang harus dipenuhi adalah jumlah pekerja pada satu
keluarga tidak melebihi empat orang setelah proses pindah kafil, proses
pindah kafil ke perusahan yang pekerjanya 10 orang atau lebih tidak
mengubah statusnya dari zona hijau.
Perpindahan kafil maksimal empat pekerja asing tidak boleh mengubah
status perusahaan hijau terkecil yang jumlah pekerjanya kurang dari
sembilan orang, dan perusahaan tersebut harus mempekerjakan sedikitnya
satu warga Arab Saudi atau paling tidak pemilik perusahaan itu sendiri
dengan gaji tidak kurang dari 3000 Real dengan syarat jumlah pegawai
setelah proses pindah kafil tidak lebih dari sembilan orang.
Over stayer
Abdullah M Umar juga menjelaskan perihal para over stayer haji dan
umroh sebelum tanggal 28 Jumal stani 1429 H atau 3 Juli 2008 dapat
memperbaiki statusnya sebagai pekerja rumah tangga pada perorangan
(proses ini dilakukan di Direktorat Imigrasi Saudi/Jawazat) atau kepada
perusahaan swasta (proses ini dilakukan melalui Jawazat terlebih dahulu
untuk mendata pekerja asing kemudian ke kantor tenaga kerja untuk
persetujuan perusahaan) sesuai dengan syarat sebagai berikut: Proses ini
tidak menyebabkan satu keluarga memiliki lebih dari empat pekerja asing
setelah perbaikan status.
Ketentuan Umum
Sumber dari Kementerian Dalam Negeri setempat juga menyebutkan
bahwa mempekerjakan dan menampung pendatang illegal termasuk pelanggaran
yang menyebabkan pelaku dapat diganjar dengan hukuman maksimal dua
tahun penjara dan denda maksimal SR. 100.000 per kepala. Denda akan
berlipat sesuai dengan warga illegal yang ditampung/ dipekerjakan.
Di antara kewajiban majikan adalah memberikan kartu tenaga kerja
dan iqomah kepada pekerja yang masih berlaku selama pekerja berada di
Arab Saudi. Jika dilanggar maka pekerja dapat membatalkan perjanjian
antara dia dengan majikannya. Dan dimungkinkan bagi pekerja untuk pindah
kafil lagi tanpa persetujuan kafil aslinya. Ketentuan ini tetap berlaku
meskipun masa amnesti telah habis.
Pekerja pendatang yang bekerja pada perusahaan yang dimiliki oleh
investor asing dapat melakukan pindah kafil atau exit only tanpa
persetujuan majikan jika investor asingnya telah keluar dari Arab Saudi
dan tidak adanya perwakilan resmi yang diserahkan untuk mengurusi
perusahaan.
Kementerian Dalam Negeri dan Tenaga Kerja setempat mengimbau para
pendatang yang ingin memperbaiki statusnya untuk memanfaatkan kemudahan
dan pengecualian selama masa amnesti sesuai dengan aturan pelaksanaan
dengan cara mengunjungi website Kementerian Dalam Negeri www.moi.gov.sa
atau website kementerian tenaga kerja www.mol.gov.sa untuk mendapatkan
aturan pelaksanaan atau menghubungi pusat layanan konsumen 920001173.SUMBER:http://ow.ly/lcce6
Berbekal Rp 300 Juta, 14 TKI di Jepang Siap Pulang Jadi Pengusaha
Para TKI Jepang yang siap kembali ke Indonesia dan jadi pengusaha |
Dalam acara Business Matching yang diselenggarakan oleh Kenshusei Network Solution (KNS) para TKI tersebut saat ini menyiapkan berbagai keperluan sebelum terjun menjadi pengusaha di Indonesia. Salah satu yang dilakukan adalah mencari mitra bisnis yang tepat dalam menjalankan usaha tersebut. Untuk itu, para mantan TKI itu salah satunya mencari merek waralaba yang sesuai dengan ketrampilannya.
Pemrakarsa acara Business Matching, Mahmudi Fukumoto dalam siaran pers Senin (20/5/2013) menuturkan dalam acara ini dihadirkan para pembicara yang bisa memberi masukan kepada TKI agar bisa menjalankan bisnisnya dengan baik.
"Salah satu waralaba yang menawarkan kemitraan adalah yang bergerak di bidang laundry, 'Simply Fresh'. Dalam acara ini, 14 calon pengusaha muda Indonesia dari Jepang telah lahir, dari sekitar 150 peserta yang terdiri dari para kenshusei atau TKI yang datang dari seluruh penjuru Jepang," ujarnya.
Acara yang diselenggarakan di Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT), Tokyo, Minggu (19/5/2013) juga dihadiri oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia di Tokyo, Detty H. Agustono, serta sejumlah pimpinan Bank BNI 46 Cabang Tokyo.
Hingga akhir 2012, jumlah TKI yang bekerja di Jepang mencapai 27.600 orang dengan jumlah dana yang dikirimkan ke Indonesia melalui remitansi sebesar 176 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,7 triliun.
Pekerja tersebut rata-rata terikat kontrak kerja selama 3 tahun dengan ketrampilan yang spesifik sepanjang kontrak tersebut. Adapun rata-rata usia para TKI yang bekerja antara 24–30 tahun.
Pada masa akhir kerja, rata-rata tabungan setiap pekerja yang bisa dibawa pulang mencapai sekitarRp 300 juta. "Hal ini memberikan potensi kemampuan permodalan untukmenuju kewirausahaan," lanjut Mahmudi.
Editor :
Bambang Priyo Jatmiko sumber:http://ow.ly/lc2Sy
Subscribe to:
Posts (Atom)