http://infobmi.blogspot.com/. Powered by Blogger.

Friday, June 21, 2013

Ini Kronologi Penangkapan WNI di Jeddah

JAKARTA, Buntut dari kerusuhan di Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Jeddah, Arab Saudi, Minggu (9/6/2013) malam waktu setempat, terjadi penangkapan terhadap puluhan warga negara Indonesia oleh otoritas keamanan Arab Saudi. Tuduhan yang dikenakan adalah provokator. Berikut adalah kronologi penangkapan satu di antara puluhan WNI tersebut.

Berdasarkan informasi yang didapatkan anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka, salah satu WNI yang ditangkap dengan tuduhan provokator di KJRI Jeddah bernama Suhendi (45). Lelaki ini berasal dari Cikijing, Majalengka, Jawa Barat. “Selama 12 tahun terakhir, dia bekerja menjadi sopir untuk majikan yang tinggal di daerah Jamiah,” kata Rieke dalam siaran pers yang dikirim melalui layanan pesan, Selasa (11/6/2013).
Istri Suhendi, Aisah (32), juga ada di Arab Saudi. Selama dua tahun terakhir, dia bekerja menjadi asisten rumah tangga di keluarga yang sama tempat Suhendi menjadi sopir.
Rieke mendapatkan informasi dari Aisah mengenai kronologi sampai ditangkapnya Suhendi oleh otoritas keamanan Arab Saudi. Berikut kronologi itu.
1. Tanggal 10 Juni pukul 16.30 waktu setempat, Suhendi dan Aisah berangkat dari kediaman majikan mereka, menumpang naik taksi ke KJRI Jeddah.
2. Pukul 17.00-an, mereka sampai di KJRI Jeddah.
3. Mereka terpisah di pintu masuk KJRI karena dibedakan jalur laki-laki dan perempuan. Setelah di dalam, mereka baru bersama-sama kembali untuk pengurusan SPLP.
4. Setelah di dalam, istri (Aisah) menelepon suami setelah dia selesai mengurus SPLP. Dia menelepon sampai 20 kali, tetapi belum dibalas. Nada telepon sibuk atau malah mati.
5. Pukul 18.00, ada SMS masuk dari sang suami. Kata-kata di SMS, “Saya ketangkap, kamu langsung pulang ke rumah“.
6. Istri (Aisah) pulang sambil menangis. Pukul 19.00, ada SMS masuk dari Suhendi. “Beresin barang kamu, jual, dan pulang ke Indonesia.”
7. Setelah itu, Aisah berusaha telepon, tetapi tidak bisa.
8. Pukul 2 pagi (waktu Arab Saudi), suami kembali SMS, “Saya sudah di depan penjara Tarhill. Kemungkinan besar tidak bisa komunikasi lagi“. Suami juga mengatakan bahwa ada sekitar 30 orang (termasuk dia) diciduk oleh polisi setempat dan selama diamankan di kantor polisi Samali Hirehab selama 9-10 jam (pukul 17.00 – 02.00) tidak diberi makan dan minum.
8. Keinginan mereka mengurus SPLP adalah supaya dapat pulang meskipun tiket bayar sendiri. Seharusnya Rabu, 12 Juni 2013, exit permit sudah didapat pasangan ini.

Menurut Rieke, Aisah mengatakan, dia dan suaminya hanya mengurus SPLP untuk pulang. Mereka berdua juga telah membawa dokumen yang dipersyaratkan KJRI, berupa selebaran kartu kuning untuk mengurus SPLP. sumber disini

MOHON DO'ANYA UNTUK SAUDARA KITA YG SEDANG MENDAPAT MUSIBAH

Foto: SEKILAS INFO |  Abu Ameera

MOHON DO'ANYA UNTUK SAUDARA KITA YG SEDANG MENDAPAT MUSIBAH DAN MOHON BANTUAN UNTUK MEMBERITAHUKAN KASUS INI KE KJRI RIYADH SUPAYA DAPAT SEGERA MEMBANTU DALAM HAL ADVOKASI/BANTUAN HUKUM DAN PENERJEMAH DALAM MASA INTEROGASI DAN PROSES BERIKUTNYA KEPADA PANDI.

Beberapa hari yg lalu admin pernah mempostingkan kejadian penangkapan yg dialami salah seorang rekan kita bernama PANDI TKI asal Cianjur yg ditahan di Tarhil selama 6 hari. PANDI ditahan Petugas Tarhil saat melakukan sidik jari/basma karena terdapat black-list dengan tuduhan membunuh majikan asli.

Menurut istrinya HERLINA, tuduhan itu tidak benar dan hanya Fitnah majikan lama kepada suaminya. 

Pagi harinya HERLINA istrinya inbox admin, kalau suaminya sdh dibawa dari Tarhil ke Riyadh untuk menjalani proses interogasi dari polisi setempat, sayangnya semenjak kemarin baik PANDI maupun istrinya HERLINA sdh tidak bisa dihubungi lg lewat telpon maupun Facebook.SEKILAS INFO | Abu Ameera

MOHON DO'ANYA UNTUK SAUDARA KITA YG SEDANG MENDAPAT MUSIBAH DAN MOHON BANTUAN UNTUK MEMBERITAHUKAN KASUS INI KE KJRI RIYADH SUPAYA DAPAT SEGERA MEMBANTU DALAM HAL ADVOKASI/BANTUAN HUKUM DAN PENERJEMAH DALAM MASA INTEROGASI DAN PROSES BERIKUTNYA KEPADA PANDI.

Beberapa hari yg lalu admin pernah mempostingkan kejadian penangkapan yg dialami salah seorang rekan kita bernama PANDI TKI asal Cianjur yg ditahan di Tarhil selama 6 hari. PANDI ditahan Petugas Tarhil saat melakukan sidik jari/basma karena terdapat black-list dengan tuduhan membunuh majikan asli.

Menurut istrinya HERLINA, tuduhan itu tidak benar dan hanya Fitnah majikan lama kepada suaminya.

Pagi harinya HERLINA istrinya inbox admin, kalau suaminya sdh dibawa dari Tarhil ke Riyadh untuk menjalani proses interogasi dari polisi setempat, sayangnya semenjak kemarin baik PANDI maupun istrinya HERLINA sdh tidak bisa dihubungi lg lewat telpon maupun Facebook.

Thursday, June 20, 2013

Kondisi TKI Lucky Semakin Membaik

Jakarta (Antara) - Kondisi tenaga kerja Indonesia (TKI) Lucky Tri Wahyuni (20) yang mengalami kelelahan saat bekerja di Malaysia, saat ini sudah membaik dan sedang ditangani tim medis Rumah Sakit Polri Sukanto, Jakarta.

"Berat badan sekarang sudah naik, kami atur pola makannya," kata dokter Andre T Faizal, di RS Sukanto, Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan Lucky yang dirawat di RS sejak 11 Juni 2013, menderita Tuberculosis (TBC) dengan gangguan makan.

Sementara selaku juru bicara pihak Lucky, Arman Mahadi, menjelaskan dia menerima laporan tentang kondisi yang dialami Lucky sekitar empat bulan lalu. Dia menambahkan Lucky tidak mengalami kekerasan fisik, namun penyakitnya disebabkan karena pekerjaan yang dilakukannya terlalu berat.

"Tidak mengalami kekerasan fisik tapi diforsir pekerjaaannya sampai sakit seperti itu," katanya.

Menurut dia, Lucky juga mengaku pada tujuh bulan terakhir ini belum menerima gaji.

Kondisi Lucky ini mendapat perhatian dari Menteri BUMN Dahlan Iskan yang datang menjenguk Lucky pada Kamis siang (20/6).

Dahlan mendapat penjelasan bahwa pihak RS dan lembaga internasional perburuhan siap untuk membantu biaya pengobatan Lucky. "Yang penting pasien bisa tertangani dengan baik, tidak masalah siapapun yang membiayai," katanya.

Dahlan juga mengatakan bahwa PT Askes bersedia memberikan bantuan biaya apabila nanti dibutuhkan.(*)

10.000 TKI Taiwan Dukung Jumhur Ikut Konvensi Capres


10.000 TKI Taiwan Dukung Jumhur Ikut Konvensi Capres
Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Sekitar 10.000 TKI yang bekerja di Taiwan mengadakan acara Panggung Hiburan dan Rapat Akbar Buruh Migran, Minggu 16 Juni 2013, bertempat di Lapangan Toyuen, Taiwan Utara. Acara tersebut diselenggarakan Forum Kerukunan Warga Indonesia di Taiwan (Fokwit) bekerjasama Paguyuban TKI Pantura (Pantai Utara Jawa) di wilayah Taiwan. Menurut Hartono Beru selaku penanggungjawab kegiatan yang juga pendiri Fokwit, menjelaskan, rapat akbar itu membahas berbagai permasalahan TKI mulai mahalnya biaya penempatan TKI di Taiwan oleh lembaga keuangan maupun Pelaksana Penempatan TKI swasta (PPTKIS). Selain itu, pengembalian sisa pajak dan jaminan ke TKI dari agensi perekrut TKI di Taiwan, kendala penempatan TKI yang sama ke majikan yang sama pula berdasarkan program ’direct hiring/re-entry hiring’, serta jaminan kemudahan perpanjangan paspor TKI tanpa biaya. Selain itu, kata Hartono peserta rapat akbar juga menyatakan dukungan agar Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat, untuk maju ke agenda Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat yang akan digelar sekitar dua bulan ke depan. Terkait alasan dukungan kepada Moh Jumhur Hidayat mengikuti Konvensi Capres Demokrat, Hartono menjelaskan, Jumhur Hidayat merupakan sosok pimpinan di lembaga pemerintah yang mengurus pelayanan TKI dengan sejumlah keberhasilan, di antaranya beberapa kali menaikkan upah/gaji TKI baik yang berada di kawasan Asia Pasifik maupun Timur Tengah. "Jumhur Hidayat telah membuat terobosan dalam pelayanan pengaduan kasus TKI, dengan mengembangkan kelembagagaan ’crisis center’ sejak 2008 dan kemudian mendirikan Call Center TKI gratis bagi TKI dan keluarganya di nomor telepon 0800-1000, guna mempercepat akses keadilan dalam penyelesaian permasalahan TKI termasuk untuk calon TKI," ujarnya dalam rilis yang diterim Tribunnews.com, Kamis (20/6/2013). Selain itu, di bawah kepemimpinan Jumhur Hidayat, BNP2TKI dinilai berkomitmen tanpa henti dalam mengatasi persoalan calon TKI tidak berdokumen sejak di tanah air, di samping aktif memberantas jenis percaloan yang kerap menjerat TKI sebagai korban perdagangan orang (human trafficking), termasuk bentuk-bentuk pemalsuan dokumen terhadap TKI. Sebagai Kepala BNP2TKI, Jumhur berhasil membuat program prestisius berupa sistem pelayanan online (berjaringan komputer) dengan pemda-pemda terkait pendokumenan resmi calon TKI yang akan ke luar negeri. Hal ini yang dianggapnya, TKI terbebas dari segala pemalsuan dokumen ataupun risiko perdagangan orang kepada TKI. Sistem online itu melakukan pendataan lengkap dan sahih untuk setiap calon TKI, yang data-datanya terekam di masing-masing pemda hingga terhubung dalam Sistem Komputer Tenaga Kerja Luar Negeri (Sisko-TKLN) BNP2TKI," paparnya. Jumhur juga dinilai banyak memberi sanksi tegas utamanya dengan cara penguncian proses pelayanan TKI kepada kalangan Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) melalui mekanisme online yang ada BNP2TKI. Sementara itu, perusahaan Asuransi TK berikut lembaga/pihak tertentu bilamana terindikasi merendahkan harkat dan martabat TKI, juga tak luput dari sikap tegasnya antara lain melaporkan ke instansi berwenang atau langsung dilakukan skorsing. Jumhur dianggap mampu membangun citra positif BNP2TKI karena terbukti lembaganya memperoleh penghargaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk integritas pelayanan publik pada TKI, juga mendapatkan penilaian terbaik Wajar Tanpa Pengecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan RI atas penyelenggaraan pemerintahan bersih empat kali berturut-turut pada 2008, 2009, 2010, dan 2011. ”Selanjutnya, karena perannya yang kukuh membela TKI, Jumhur pun mendapatkan KPI Award 2013 sebagai Pahlawan Pelaut Indonesia akibat jasa-jasanya dalam menerobos kebuntuan pengaturan para pelaut Indonesia di kapal-kapal berbendera asing, demi kemartabatan para TKI sektor pelaut tersebut,” ujar Hartono.

Politik Transaksional di Balik Program Amnesti Arab Saudi

Suasan antrian TKI yang mengurus Amnesti di KJRI Jeddah
Via Infoburuhmigran “Sudah jatuh, tertimpa tangga pula,” demikianlah situasi yang dialami ratusan ribu Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi. Pasalnya, peluang pengampunan izin tinggal (Amnesti) oleh Pemerintah Arab Saudi justru menjadi lahan mengeruk keuntungan. Pernahkah Anda membayangkan, di tengah kesusahan ribuan TKI yang berjuang mendapat amnesti dari Pemerintah Arab Saudi, ternyata Pemerintah Indonesia diam-diam mengeruk keuntungan hingga US$ 120.960.000 atau sekitar Rp 1,18 triliun? Dari mana uang Rp 1,8 triliun itu berasal? Siapa yang akan menikmati uang Rp 1,18 triliun itu? Dimana uang itu sekarang berada? Ceritanya panjang. Menurut data yang diterima SP di Jakarta, Selasa (18/6) malam, pada tanggal 7 Juni 2013, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenakertrans) No 6 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pembentukan Perwakilan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta di Luar Negeri. Pada butir menimbang dikatakan bahwa peraturan tersebut dibuat untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 UU No 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. “Setelah dicek, tidak ada isi pasal itu. Sungguh mengherankan ketika dicek di pasal terkait, tidak ada perintah untuk membuat peraturan menteri tersebut,” kata anggota Komisi IX DPR RI, Rieke Diah Pitaloka di Jakarta, Selasa. Lalu, mengapa aturan itu bisa ada kalau tidak ada amanat UU di atasnya? Mengapa Kemnakertrans berani melakukan kebohongan publik dengan memanipulasi UU No 39 Tahun 2004? Menurut Rieke, disinyalir aturan dadakan itu dibuat terkait amesti TKI di Arab Saudi. Karena dengan Permen tersebut, APJATI mulai bergerak. Terkumpulah beberapa PJTKI untuk terlibat pemutihan di Arab Saudi. “Rupanya diduga hal tersebut terkait 80% dari TKI overs tay menginginkan kembali bekerja di Saudi. Ini sesuai keterangan Menlu dalam raker dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (18/6),” kata Rieke. Rieke sangat menyesalkan diterbitkannya Permen palsu itu dan terlibatnya PJTKI dalam kasus amnesti. Karena, para TKI yang over stay justru lari dari majikan. Mereka terkatung-katung selama bertahun-tahun tanpa ada bantuan dari PJTKI yang mengirimkan mereka. Tetapi kini, ketika ada amensti dari Pemerintah Arab Saudi, para PJTKI itu datang seperti pahlawan, padahal tak ada satu aturan pun dalam amnesti yangg melibatkan PJTKI. Selebaran Rieke lebih jauh mengatakan, dirinya memperoleh selebaran, yang sekarang ini kabarnya beredar di KBRI Ryadh dan KJRI Jeddah. Isinya kurang lebih seperti ini: Proses bagi TKI/WNI ovestayer pemanfaat amnesti yang ingin tetap bekerja di Saudi harus melalui Perwalu/Apjati dan Persatuan PPTKA di Saudi, dengan syarat : 1. Copy Id Majikan 2. Copy KK Majikan 3. Hasil Medical 4. Print out data kedatangan TKI/WNI atau copy residen permit lama TKI/WNI atau Copy Paspor lama TKI/WNI 5. Isi formulir oleh calon sponsor/majikan 6. Isi biodata calon sponsor/majikan 7. Biaya total 3900 riyal: a. Asuran 6 bulan b. Biaya penerbitan paspor asli c. PK Biaya dikirim melalui rekening ke nomor : ……… 8. Biaya biro jasa proses di imigrasi saudi : 1700 fee biro jasa + Biaya2 keimigrasian Biaya per orang : 3900 real + 1700 real= 5600 real Menurut data pemerintah, kata Rieke, jumlah overstayer yang sudah terdaftar sekitar 72 ribu orang dan 80% menyatakan ingin tetap bekerja di Arab Saudi. “Dari jumlah yang sudah terdaftar saja, misalnya ada 57.600 orang, berapa uang yang terkumpul?” tanya Rieke. Ia mengatakan, jumlah yang terkumpul adalah 57.600 orang x @5600 real = 322 560 000 real atau US$ 120.960. 000 atau Rp 1,18 triliun. “Dari informasi yang saya peroleh, jatah untuk PJTKI sebesar US$ 750 per orang. Artinya, 57.600 orang x US$ 750 = US$ 43.200.000,” katanya. Berapa sisa dari dana yg terkumpul? Sisanya adalah US$ 120.960.000 – US$ 43.200.000 = US$ 77.760.000 . “Ini jatah siapa? Untuk siapa?” tanya dia. Rieke mengatakan, pungli ini masih mungkin bertambah, karena pendataan hingga saat ini masih terus berlangsung. Ribuan TKI setiap hari masih antre di KJRI Jeddah dan sebagian di KBRI Ryadh. Tidak Mengklaim Mantan calon gubernur Jawa Barat itu mengaku tidak mengklaim data dan informasi yang diterimanya itu sebagai sebuah kebenaran. “Saya justru meminta pemerintah untuk mengklarifikasi hal tersebut. Berdasarkan pengalaman terbongkarnya kasus korupsi pasca amnesti di Malaysia beberapa tahun lalu, maka sudah selayaknya pencegahan dilakukan oleh pemerintah,”katanya. (Sumber: www.suarapembaruan.com) Beikut rekam kicauan menyangkut keberadaan APJATI di Arab Saudi: klik disini

Tuesday, June 18, 2013

Enam Pelaku Kerusuhan KJRI Jeddah Diproses Hukum

Enam Pelaku Kerusuhan KJRI Jeddah Diproses Hukum   TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 78 TKI yang ditahan setelah kerusuhan di kantor Konsulat Jenderal RI, Ahad pekan lalu, 9 Juni 2013, akan segera dipulangkan oleh pemerintah Arab Saudi. "Enam di antaranya akan diproses secara hukum terlebih dahulu," kata Marty ketika ditemui sebelum rapat kerja dengan Komisi Tenaga Kerja Dewan Perwakilan Rakyat RI, Selasa, 18 Juni 2013. Dia menuturkan, pemerintah Indonesia akan mematuhi peraturan hukum di Arab Saudi. Menurut Marty, sebanyak 78 orang jelas terlihat melakukan tindakan yang melanggar hukum setempat. Mereka melakukan pembakaran, melempar benda benda keras ke arah gedung KJRI, bahkan berusaha merusak pintu KJRI. Jadi, ini memang tindakan yang melanggar hukum. "Oleh karena itu, mereka ditahan di Deportation Centre, yaitu tempat orang orang yang akan dideportasi ditahan untuk proses deportasi ke Indonesia," tutur Marty. Ahad pekan lalu, 9 Juni 2013, ribuan TKI mendatangi KJRI Jeddah untuk mengurus pemutihan dokumen seputar masa tinggal yang telah habis atau karena tidak memiliki dokumen resmi. Kerusuhan pecah setelah beredar kabar batas waktu pemutihan masa tinggal telah habis. Kabar ini membuat massa mengamuk. Mereka membakar berbagai peralatan di depan gedung Konsulat Jenderal RI. Seorang TKI bernama Marwah binti Hasan asal Bangkalan, Madura, meninggal akibat membeludaknya antrean pada pengajuan pemutihan izin tinggal di gedung KJRI.

Rapat Soal TKI di DPR, Menteri Muhaimin Absen

Rapat Soal TKI di DPR, Menteri Muhaimin Absen  


TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Tenaga Kerja DPR RI menggelar rapat kerja dengan kementerian terkait mengenai kasus kerusuhan di Konsulat Jenderal RI dan tentang amnesti di Arab Saudi. Wakil Ketua Komisi, Irgan Chairul Mahfiz, mengatakan pihaknya mengundang perwakilan dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Agama. "Tapi menteri yang datang malah Menteri Luar Negeri dan Menteri Hukum dan HAM, sementara Menteri Tenaga Kerja tidak datang," ucap Irgan ketika membuka forum tanya jawab ketika di rapat kerja, Selasa, 18 Juni 2013. Menteri yang tampak hadir di rapat adalah Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin. Kementerian Agama diwakili oleh Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar dan Direktur Jenderal Haji dan Umroh Anggito Abimanyu. Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana juga hadir. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigarasi hanya diwakili Dirjen Pembina Pelatihan dan Produktivitas Abdul Wahab Bangkona. "Padahal, masalah TKI ini harusnya Menteri Tenaga Kerja yang lebih berkepentingan untuk datang," kata anggota Komisi dari Fraksi Keadilan Sejahtera, Indra. Dia merasa heran jika Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar malah mewakilkan perannya ke direktur jenderal bukan Sekretaris Jenderal Kementerian Muchtar Lutfie atau Direktur Jenderal Bina Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Reyna Usman. Dirjend Pembina Pelatihan Kemenakertrans, Wahab, mengatakan Muhaimin tidak bisa datang karena menghadiri sidang ILO di Jenewa. Adapun Dirjen Binapenta Reyna Usman masih mengawasi amnesti di KJRI Jeddah, Arab Saudi. Sementara Sekretaris Jenderal Kementerian ada acara lain. Ahad pekan lalu, 9 Juni 2013, ribuan TKI mendatangi KJRI Jeddah untuk mengurus pemutihan dokumen seputar masa tinggal yang telah habis atau karena tidak memiliki dokumen resmi. Kerusuhan pecah setelah beredar kabar batas waktu pemutihan masa tinggal telah habis. Kabar ini membuat massa mengamuk. Mereka membakar berbagai peralatan di depan gedung Konsulat Jenderal RI. Seorang TKI bernama Marwah binti Hasan asal Bangkalan, Madura, meninggal akibat membeludaknya antrean pada pengajuan pemutihan izin tinggal di gedung KJRI. SUNDARI

Pemerintah Indonesia Ajukan Perpanjangan Amnesti TKI/WNI



Pemerintah Indonesia Ajukan Perpanjangan Amnesti TKI/WNI
Jakarta (ANTARA) - Delegasi Indonesia yang dipimpin Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Kemenakertrans Reyna Usman mengajukan perpanjangan amnesti bagi TKI/WNI di Arab Saudi.
Permintaan perpanjangan amnesti itu diajukan dalam pertemuan bilateral dengan Dirjen Penempatan Kementrian Perburuhan Arab Saudi Abdullmonim Y Al Shehri di kantor Kementerian Perburuhan di Jeddah, Senin (16/6) waktu setempat.
"Dalam pertemuan itu kami menyampaikan surat permohonan penundaan dan perpanjangan waktu program Amnesti bagi WNI/TKI dari Menteri Tenaga Kerja Indonesia. Kita sampaikan juga soal perkembangan situasi dan kondisi terkini dari WNI /TKI yang tengah mengurus dokumen amnesti yang jumlahnya sangat banyak dan membutuhkan waktu tambahan bagi pengurusan dokumen," kata Reyna Usman dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa.
Pertemuan itu juga dihadiri oleh Plt. Konjen RI Sunarko, Direktur PWNI/BHI Kemlu Tatang Razak, Atnaker Jedah Budi Hidayat Laksana dan didampingi Ketua Apjati Ayub Basalamah.
Berdasarkan data per 17 Juni 2013, jumlah WNI/TKI yang melakukan pendaftaran pendataan telah mencapai lebih dari 74.000 orang dengan sekitar 80 persen diantaranya ingin bekerja kembali secara legal dan 20 persen ingin pulang ke tanah air.
Pemerintah Arab Saudi memberikan program pengampunan (amnesti) sejak 11 Mei lalu hingga 3 Juli 2013.
"Kita ajukan surat penundaan itu karena dibutuhkan lebih banyak waktu untuk pengurusan kelengkapan dokumen dan keabsahan keimigrasian antara Indonesia dan Arab Saudi sebagai syarat bekerja di Arab Saudi," kata Reyna.
Selain perpanjangan amnesti, Reyna mengatakan pemerintah Indonesia juga menyampaikan usulan perbaikan kontrak kerja bagi TKI yang menekankan pada aspek perlindungan TKI yang bekerja di Arab Saudi

"Kita mendesak agar dalam perjanjian kerja baru dimasukkan soal perbaikan besaran upah, satu hari libur perminggu/kompensasi, gaji ditransfer melalui perbankan, memberikan akses komunikasi bagi keluarga di Indonesia, kejelasan jam istirahat, asuransi dan lain-lain," kata Reyna.
Hasil pertemuan itu disebut Reyna adalah sambutan positif dari Kementrian Perburuhan Arab Saudi yang menyatakan akan segera melakukan pembicaraan khusus pada pertemuan pemerintah KSA.
"Mereka berjanji akan mengadakan pertemuan khusus di lintas kementerian Arab Saudi untuk membahas masalah ini dan segera menyampaikan usulan Menakertrans RI kepada Raja Abdullah bin Abdul Aziz Al-Saud," kata Reyna.(fr)

Monday, June 17, 2013

Keluarga Sumartini Minta Bertemu Presiden

T EMPO.CO, Jakarta - Pihak keluarga meminta waktu untuk mengadukan langsung nasib Sumartini binti Manaungi Galisang, pembantu rumah tangga asal Sumbawa yang terancam dipancung di Arab Saudi, kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hari ini, keluarga Sumartini akan berangkat dari Sumbawa ke Jakarta untuk berupaya menemui Presiden. "Keluarga berharap kepedulian pemerintah terhadap nasib Sumartini," kata Supriansyah dari Komisi Perlindungan TKI Sumbawa, melalui telepon kemarin. Di Jakarta, keluarga Sumartini juga ingin menemui Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Jumhur Hidayat. Sumartini diancam hukuman pancung karena tuduhan menyihir anak majikannya sampai meninggal dunia pada Mei 2010. Peristiwa yang dituduhkan kepada Sumartini terjadi pada 2009. Menurut cerita yang diperoleh keluarga dari rekan Sumartini, kasus itu bermula ketika anak majikannya pergi meninggalkan rumah. Sepuluh hari kemudian, anak majikannya kembali. Tidak berselang lama, si anak meninggal. Setelah itu, Sumartini dilaporkan kepada aparat dan dijebloskan ke penjara. Dari penjara di Al Malaaz, Riyadh, Sumartini mengirim sepucuk surat kepada keluarganya pada 2009. Isinya bantahan atas tuduhan si majikan. "Di surat itu disampaikan bahwa dia dipaksa menandatangani surat pengakuan bahwa dia telah menyihir anak majikannya," kata Supriansyah. Nasib ibu dua anak asal Desa Kukin, Kecamatan Moyo Utara, Sumbawa, itu pernah diadukan ke Dinas Tenaga Kerja Sumbawa pada 2009. Kemudian, Dinas Tenaga Kerja menyampaikan informasi itu ke Kedutaan Indonesia di Arab Saudi. Rabu lalu, keluarga dan para pemerhati buruh migran mengadukan kembali nasib Sumartini kepada DPRD dan Bupati Sumbawa. Soalnya, keluarga mendapat kabar bahwa Sumartini akan dieksekusi mati pada 3 Juli. Dari pertemuan itu, Bupati dan DPRD sepakat membawa surat pengaduan keluarga Sumartini kepada Presiden. Pengaduan keluarga Sumartini akan disertai tanda tangan masyarakat Sumbawa yang bersimpati kepadanya. "Kami berharap semua pihak mendorong pemerintah Indonesia segera turun tangan," kata Supriansyah. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Michel Tene mengatakan, pemerintah Indonesia sudah melakukan berbagai upaya untuk membantu Sumartini. Antara lain menunjuk pengacara untuk mendampingi Sumartini dalam proses persidangan. Pemerintah Indonesia pun telah mengajukan surat permohonan pengampunan kepada Raja Saudi. "Proses hukumnya masih berjalan," kata Tene kemarin. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, mengatakan pemerintah telah mengirim tim untuk memantau proses hukum Sumartini yang akan dijatuhi hukuman mati. "Kami terus berkoordinasi dan memantau," kata Muhaimin di Istana kepresidenan, kemarin. Adapun Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar mengatakan sejauh ini belum ada kabar resmi bahwa Sumartini akan dihukum mati. "Sepengetahuan saya itu enggak ada,” kata Patrialis yang mengaku baru bertemu dengan Duta Besar Arab Saudi dua hari sebelumnya.

Pemerintah Kawal Kasus Pemerkosaan TKW

 
TEMPO.CO, Jakarta -Perlakuan tak senonoh kembali terjadi pada tenaga kerja wanita Indonesia di Malaysia. Seorang TKW—sebut saja Maya--diperkosa tiga polisi di kawasan Perai, Pulau Pinang. Menanggapi permasalahan ini pemerintah berjanji akan mengawal penyelidikan kasus dugaan pemerkosaan tersebut. Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat mengatakan jika pemerkosaan itu sudah di luar batas kewajaran. "Jangan karena pelakunya polisi Malaysia, lalu hukumannya diperingan," kata dia, Minggu, 11 November 2012. Jumhur mengklaim pemerintah sudah berkali-kali memprotes Malaysia karena perlakuan sewenang-wenang terhadap pekerja Indonesia. "Sekalipun yang melakukan itu oknum, tapi, kok, banyak oknumnya dan sering terjadi. Bukan hanya pemerkosaan, tapi juga pemalakan,” ujar Jumhur. Jumhur mengatakan pihaknya sudah berkomunikasi dengan Duta Besar Indonesia di Kuala Lumpur. KJRI (Konsulat Jenderal Republik Indonesia) Penang pun sudah menyiapkan tim hukum. ”Jangan sampai karena pelakunya polisi Malaysia lalu hukumannya diperingan," kata dia. Lembaga Swadaya Masyarakat Migrant Care menilai terulangnya kasus pemerkosaan seperti itu terjadi karena lemahnya diplomasi pemerintah Indonesia. "Hal ini terjadi berulang kali karena penegakan hukum di Malaysia dalam kasus serupa, lemah, dan diplomasi pemerintah kita juga lemah," kata Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah. Menurut Anis, perlindungan pemerintah terhadap TKI selama ini terkesan “musiman”. TKI baru diberi perhatian saat kasus telah terjadi, atau saat ada TKI yang mempersoalkan suatu masalah. "Pemerintah seolah menganggap masalah TKI itu tidak serius, sehingga penanganannya pun tak pernah serius," ujarnya. Anis sedikit menjelaskan kronologis pemerkosaan Maya. Menurut dia, Maya saat itu tengah berada di dalam mobil sewaan yang disopiri Tan, sopir taksi lokal, di Wellesley. Di sebuah pusat perbelanjaan, ternyata polisi menggelar razia. Saat diperiksa, perempuan berusia 25 tahun itu hanya bisa menunjukkan fotokopi paspor sehingga dibawa ke kantor polisi. Kasus ini pun sudah dilaporkan ke pejabat Malaysian Chinese Association Bukit Mertajam, Lau Chiek Tuan. Sopir “Sopir taksi yang ditumpangi siap menjadi saksi,” kata Anis. Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Michael Tene, membenarkan bahwa ada seorang tenaga kerja wanita asal Indonesia yang diperkosa di negeri jiran. Michael mengatakan korban saat ini sudah dalam perlindungan Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Penang. "Benar korban dari Indonesia. Kasusnya sedang ditangani oleh kepolisian," kata Michael. Pihak Kepolisian Malaysia berjanji mengusut tuntas kasus ini. Satuan Reserse Kriminal Pulau Pinang Senior Assistant Commissioner Mazlan Kesah mengatakan satu satuan khusus sudah dibentuk. “Penyelidikan dijalankan tanpa melindungi siapa pun, walau yang ditahan itu anggota polisi,” katanya seperti dikutip dari kantor berita Bernama. Tiga hari lalu, seorang tenaga kerja Indonesia diperkosa tiga polisi di kawasan Perai, Pulau Pinang. Mulanya, perempuan yang bekerja di salah satu restoran di kawasan itu tertangkap dalam sebuah razia. Polisi tetap menahan sekalipun korban memohon dilepaskan. Singkat kata, ketiga polisi ini lalu meniduri korban secara bergiliran di sebuah ruangan di kantor polisi.

Marini, Belasan Tahun Menggelandang di Arab Saudi

Marini, Belasan Tahun Menggelandang di Arab Saudi TEMPO.CO, Purwokerto--Marini, 48 tahun, selama belasan tahun tak bisa pulang ke kampungnya Purwokerto karena tak memiliki uang. Ia berangkat ke negara petro dolar itu tahun 1996 dan hingga kini belum bisa pulang. "Ia dulu kabur dari rumah majikannya karena sering dianiaya majikannya," kata Maryadi, 44 tahun, suami Marini, Rabu 12 Juni 2013. Ia mengatakan, sesekali dirinya masih bisa berkomunikasi dengan istrinya itu. Saat ini, kata dia, Marini hanya bisa bekerja serabutan dan tak mempunyai tempat tinggal. Maryadi menambahkan, isterinya berangkat menjadi TKI ke Arab Saudi sejak 1996 lalu. Di Arab, Marini hanya bekerja selama setahun dan memutuskan kabur karena tak kuat disiksa majikannya. "Selama ini kalau tidur hanya menumpang di sekitar masjid," ujarnya. Ia mengungkapkan, meski isterinya hidupnya terlunta-lunta, tetapi setiap pekan pasti menelepon ke rumah. "Dua atau tiga hari sekali, biasanya menelepon ke sini. Ia menanyakan kabar anaknya dan keluarga," kata dia. Kepala Seksi Perlindungan dan Penempatan TKI Dinas Tenaga Kerja Banyumas, Agus Widodo mengatakan Pemerintah Banyumas siap membantu keluarga Maryadi untuk mencari Marini. "Kami menyarankan agar saat Marini menghubungi agar tanya keberadaannya di mana sehingga nanti bisa dilacak. Kalau saat ini agak sulit karena tidak diketahui posisi Marini di mana dan apakah sudah punya majikan apa belum," kata Agus.

Indonesia Minta Perpanjangan Amnesti TKI di Arab

Indonesia Minta Perpanjangan Amnesti TKI di ArabTEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia meminta Arab Saudi untuk memperpanjang program pengampunan atau amnesti yang diberlakukan pemerintah negara itu sejak 11 Mei-3 Juli 2013. Menurut Deputi Penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Agusdin Subiantoro, dari 150.000 -200.000 buruh migran ilegal, belum ada separuh yang sudah tertangani hingga saat ini.

"Sampai sekarang sudah ada 60.000 TKI yang mengurus dan (baru selesai) 18.000 Surat Perjalanan Laksana Paspor," kata Agusdin ketika dihubungi Sabtu, 15 Juni 2013. Dia beralasan, banyak buruh migran yang lokasi bekerjanya jauh dari Konsulat Jenderal RI di Jeddah dan Kedutaan Besar di Riyadh. Sementara pelayanan amnesti hanya ada di dua daerah tersebut.

Agusdin menuturkan, pemerintah Arab Saudi nampaknya bakal memenuhi permintaan Indonesia. Indonesia membutuhkan waktu sebulan lagi untuk menyelesaikan. Namun, ucapnya, belum ada tanggapan secara tertulis mengenai perpanjangan program amnesti.

Ahad pekan lalu, ribuan TKI mendatangi KJRI Jeddah untuk mengurus pemutihan dokumen seputar masa tinggal yang telah habis, atau karena tidak memiliki dokumen resmi. Kerusuhan pecah setelah beredar kabar batas waktu pemutihan masa tinggal telah habis. Kabar ini membuat massa mengamuk. Mereka membakar berbagai peralatan di depan gedung Konsulat Jenderal RI.

Agusdin mengatakan pemerintah telah menambah loket pelayanan dari yang semula enam loket menjadi 40 loket. "Antrian sudah membaik dan tidak perlu panjang," kata Agusdin.

Data BNP2TKI, jumlah Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi mencapai 2 juta orang. Sedangkan jumlah buruh migran yang ilegal mencapai 150.000-200.000 orang. Para TKI ilegal ini mendapatkan kesempatan mengurus pemutihan hingga 3 Juli 2013.

SUNDARI

Wednesday, June 12, 2013

Banyak WNI Jadi Calo Manfaatkan Kondisi Buta Huruf TKI di Jeddah

Banyak WNI Jadi Calo Manfaatkan Kondisi Buta Huruf TKI di Jeddah
enny Wahid ketika konsultasi dengan Pakde Karwo di sela KLB Partai Demokrat, di Bali, 29 Maret 2013 
TRIBUNNEWS.COM - Yenny Wahid, selaku direktur The Wahid Institute, sebuah yayasan yang berkecimpung dalam penyebaran gagasan Islam yang toleran dan cinta damai, menyatakan keprihatinannya atas insiden yang terjadi di Jeddah. Yenny meminta pemerintah lebih meningkatkan lagi pelayanannya terhadap para TKI dan TKW yang akan mengurus surat izin untuk memperbaiki statusnya dalam rangka kebijakan amnesti yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi. “Kami menyatakan keprihatinan yang mendalam atas insiden yang telah menelan korban jiwa ini. Kami meminta pemerintah serius mengurus dan memfasilitasi proses pemakaman korban meninggal dan terluka,” jelas Direktur the Wahid Institute, Yenny Zannuba Wahid, Selasa(11/6/2013) malam, seperti tertulis dalam rilis yang diterima redaksi Tribunnews.com, Rabu (12/6/2013). Pada Minggu lalu, mereka yang sering dijuluki para pahlawan devisa ini tengah mengurus administrasi kebijakan amnesti atau pengampunan yang diberikan pemerintah Arab Saudi dengan tenggat waktu 3 Juli 2013. Mereka yang melanggar batas ini akan menghadapi hukuman penjara sampai dua tahun dan denda hingga 100.000 riyal, setara Rp 265 juta. Bagi mereka yang tidak mempunyai iqomah atau surat over stay harus segera membuatnya. Untuk mencegah insiden berikutnya, puteri KH. Abdurrahman Wahid ini juga meminta Konsulat. Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Arab Saudi meningkatkan jumlah personil yang memadai, dan dengan layanan yang lebih profesional . Dengan keterbatasan staf KJRI dan banyaknya yang harus dilayani, banyak yang menilai pelayanan KJRI masih sangat jauh dari memadai. “Pihak KJRI sudah banyak menempel pengumuman tentang syarat-syarat pengajuan SPLP, jam kerja/pelayanan dll, namun kebanyakan para TKI/TKW kita itu buta huruf, sehingga membutuhkan penjelasan langsung. Ketika mereka tidak mendapat penjelasan yang memuaskan, dikarenakan terbatasnya personel KJRI, banyak TKI yang panik dan jadi emosi. Apalagi mereka sudah menunggu selama lebih dari 15 jam, belum bisa masuk ketempat pelayanan” jelas Yenny. “KJRI juga perlu memberikan layanan di luar gedung KJRI, tempat TKI antre,” usul Yenny. Ini bisa menjadi salah satu solusi agar mereka tak menjadi korban calo yang berkeliaran di luar gedung. Yenny mendapat informasi bahwa saat ini berkeliaran WNI yang menjadi calo bagi para TKI dan TKW tersebut. “ Praktiknya macam-macam mulai dari menjual formulir pembuatan paspor atau Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) seharga 25 riyal, membantu mengisi formulir seharga 20 riyal, hingga menjual kartu identitas penduduk, surat izin mengemudi atau kartu keluarga palsu seharga 150 riyal," jelas isteri Dhohir Farisi ini.

Masih Banyak Negara Non-Muslim Perlakukan TKW Lebih Manusiawi

Masih Banyak Negara Non-Muslim Perlakukan TKW Lebih Manusiawi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya menghentikan pengiriman tenaga kerja wanita (TKW) permanen ke Arab Saudi, tidak perlu dikhawatirkan. Karena, banyak negara non-Muslim jauh lebih memanusiawikan buruh migran.
"Masih banyak negara yang memerlakukan TKW dengan baik. Dengan berat hati, Taiwan dan Hong Kong yang non-Muslim, memerlakukan TKW lebih manusiawi. Ada hak yang diberikan ke TKW," ujar Ketua Umum Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) KH Said Aqil Siroj yang akrab disapa Kang Said, saat rapat bersama anggota LPOI di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (12/6/2013).
Menurut Kang Said, saat negara Arab lain sudah menandatangani MoU untuk melindungi dan memerlakukan TKW lebih manusiawi, Pemerintah Arab Saudi justru belum melakukannya.
Kang Said menambahkan, LPOI bukan dalam kapasitas menekan Pemerintahan Arab Saudi untuk menandatangani MoU, karena itu dilakukan Government to Government (G to G).
"Tapi ini harga diri kita," katanya.
LPOI beranggotakan Nahdlatul Ulama, Persatuan Islam, Al Irsyad Al Islamiyah, Mathlaul Anwar, Ittihadiyah, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia, IKADI, Azzikra, Syarikat Islam Indonesia, Alwasliyah, dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).
Salah satu sikap keras yang diambil LPOI adalah,p emerintah tidak cukup melakukan moratorium pengiriman TKW, khususnya ke Arab Saudi. Tapi, seharusnya pengiriman TKW disetop selamanya.

Pemerintah Akan Bantu TKI yang Ditangkap di Jeddah

Pemerintah Akan Bantu TKI yang Ditangkap di Jeddah TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur, menjamin akan memberi bantuan hukum kepada puluhan tenaga kerja Indonesia yang ditangkap polisi Saudi. Mereka ditangkap karena diduga terkait dengan kerusuhan di depan gedung Konsulat Jenderal RI di Jeddah, Arab Saudi, Ahad lalu, 9 Juni 2013. "Kami akan memberi bantuan hukum kalau prosesnya sampai di pengadilan," kata Gatot melalui telepon kepada Tempo dari Riyadh, Rabu, 12 Juni 2013. Gatot mengatakan polisi menangkap mereka karena diduga terlibat dalam insiden di depan gedung Konsulat Jeddah. Di samping itu, dia menduga para TKI itu ilegal karena izin tinggalnya sudah kadaluwarsa (overstay). "Kalau diduga terlibat kerusuhan, ada kemungkinan diberikan sanksi. Kami akan memberi pembelaan kalau memang itu terjadi. Tetapi kalau hanya overstayers, kemungkinan mereka akan dideportasi," kata dia. Gatot belum memastikan identitas dan jumlah TKI yang tertangkap polisi Arab Saudi tersebut. Saat ini, mereka ditahan di Karantina Imigrasi Jeddah. Dia mengatakan pemerintah menghormati langkah polisi Saudi tersebut sebagai upaya penegakan hukum. Kemungkinan, ucap Gatot, tindakan polisi itu adalah pelaksanaan penegakan hukum di wilayah kedaulatannya. Karena itu mereka menangkap orang-orang yang diduga melakukan keributan-keributan di wilayah kedaulatannya. Insiden di Konsulat Jeddah terjadi saat ribuan TKI datang untuk mengurus pemutihan dokumen masa tinggal yang telah habis atau TKI yang tidak memiliki dokumen resmi. Kerusuhan pecah setelah beredar kabar batas waktu pemutihan telah habis. Kabar ini membuat massa mengamuk. Mereka membakar berbagai peralatan di depan gedung Konjen RI. Padahal sebenarnya batas akhir adalah 3 Juli mendatang. Selain itu, keterbatasan lokasi pelayanan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) membuat banyak orang tidak sabar. Diperkirakan sekitar 80 ribu warga negara Indonesia akan mengurus surat pengampunan dan pemutihan. Sedangkan tempat pengurusan pemutihan hanya ada di dua lokasi yaitu Kedutaan Besar RI di Riyadh dan Konjen RI di Jeddah. Kerusuhan tersebut menyebabkan seorang TKI asal Sampang, Marwah binti Hasan, tewas karena terimpit dan terinjak-injak. Perempuan 55 tahun itu sudah dimakamkan di Arab Saudi. Menurut Gatot, pasca kerusuhan tersebut, pelayanan pengurusan pemutihan kembali normal. Kedutaan membuka loket layanan seperti biasa dan melayani sekitar 5.000 TKI setiap harinya. RUSMAN PARAQBUEQ

Pemerintah Benarkan Puluhan TKI Ditangkap di Arab

Pemerintah Benarkan Puluhan TKI Ditangkap di Arab TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur, membenarkan bahwa polisi Arab Saudi menangkap puluhan tenaga kerja Indonesia pasca-insiden kerusuhan di kantor Konsulat Jenderal di Jeddah. Namun, Gatot belum mengetahui jumlah pasti dan identitas warga yang tertangkap tersebut. "Berita itu betul, jumlahnya sekitar (30 orang) itu. Tapi kami belum bisa pastikan jumlahnya terakhir," kata Gatot melalui telepon dari Riyadh, Rabu, 12 Juni 2013. Gatot mengatakan penangkapan TKI tersebut terjadi setelah kerusuhan di depan kantor KJRI Jeddah. Meski demikian, dia belum mendapat kepastian dugaan sangkaan terhadap mereka, apa karena alasan terlibat kerusuhan tersebut atau karena termasuk kategori overstayers di Arab Saudi. "Kemungkinan itu adalah pelaksanaan penegakan hukum suatu negara di wilayah kedaulatannya. Karena itu, mereka menangkap orang-orang yang diduga melakukan keributan-keributan di wilayah kedaulatannya. (Keributan) itu di luar KJRI," kata Gatot. Gatot memperoleh informasi puluhan TKI tersebut untuk sementara diamankan di Kantor Karantina Imigrasi di Jeddah. "Jadi bukan diamankan di kantor polisi." Ahad lalu, 9 Juni 2013, ribuan TKI mendatangi KJRI Jeddah untuk mengurus pemutihan dokumen seputar masa tinggal yang telah habis, atau karena tidak memiliki dokumen resmi. Kerusuhan pecah setelah beredar kabar batas waktu pemutihan masa tinggal telah habis. Kabar ini membuat massa mengamuk. Mereka membakar berbagai peralatan di depan gedung Konsulat. Padahal sebenarnya batas akhir adalah 3 Juli mendatang. Selain itu, keterbatasan lokasi pelayanan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) membuat banyak orang tidak sabar. Diperkirakan sekitar 80 ribu warga negara Indonesia akan mengurus surat pengampunan dan pemutihan. Sedangkan loket yang tersedia hanya ada di dua lokasi, yaitu Kedutaan Besar RI di Riyadh dan KJRI di Jeddah. Kerusuhan tersebut menyebabkan seorang TKI asal Sampang, Marwah binti Hasan, tewas karena terimpit dan terinjak-injak. Perempuan 55 tahun itu sudah dimakamkan di Arab Saudi. Menurut Gatot, pasca-kerusuhan tersebut, pelayanan pengurusan pemutihan kembali normal. Kedutaan membuka loket layanan seperti biasa dan melayani sekitar 5.000 TKI setiap hari. "Tidak ada penutupan loket dalam dua hari terakhir. Penutupan terjadi hanya pada saat terjadi keributan itu," kata Gatot. RUSMAN PARAQBUEQ

TKI yang meninggal dalam kerusuhan KJRI Jeddah orang Madura

TKI yang meninggal dalam kerusuhan KJRI Jeddah orang MaduraMERDEKA.COM. Marwah binti Hasan, tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dilaporkan meninggal dunia dalam kericuhan di depan Konsulat Jenderal Indonesia (KJRI) Jeddah, Arab Saudi, Minggu (9/6), berasal dari Kabupaten Sampang, Pulau Madura, Jawa Timur. Seperti dikutip dari Antara, Rabu (12/6).

Marwah binti Hasan merupakan warga Desa Plakaran, Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang. Dia sudah bekerja di Arab Saudi sejak 1998, kata Kepala Desa Plakaran, Moh Ersat, Selasa kemarin. "Ini berdasarkan informasi yang disampaikan langsung oleh Holifah, anak korban yang juga bekerja sebagai TKI di Arab Saudi."

Dia menjelaskan Marwah memang berusia 55 tahun seperti yang disiarkan sejumlah media pascakericuhan di depan KJRI, Jedah itu. Semula TKI yang meninggal dikabarkan berasal dari Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura.

Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bangkalan sebelumnya juga menyatakan Marwah binti Hasan yang dikabarkan meninggal dunia dalam kericuhan di depan KJRI memang merupakan warga Sampang.

Hal itu karena berdasarkan kerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pemkab Bangkalan, tidak ditemukan warga bernama Marwah binti Hasan berumur 55 tahun.

"Memang ada tiga orang warga Bangkalan yang bernama Marwah binti Hasan, akan tetapi umurnya salah dan mereka juga merupakan warga yang tinggal di Bangkalan dan tidak menjadi TKI," kata Kepala Bidang Administrasi Kependudukan Dispenduk Capil Pemkab Bangkalan, Jayus Sayuti.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Michael Tene di Jakarta, Senin (10/6) pagi merilis, satu orang warga negara Indonesia dilaporkan meninggal dunia setelah terjebak dalam kericuhan yang terjadi di depan Konsulat Jenderal Indonesia (KJRI) Jeddah, Arab Saudi, pada Minggu (9/6).

Korban terjebak saat berdesak-desakan di depan loket untuk mengurus Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP). Desak-desakan di depan KJRI Jeddah itu melibatkan ribuan WNI yang ingin mengurus dokumen SPLP.

Pengurusan dokumen itu merupakan kebijakan baru yang dilaksanakan Kedutaan Besar RI di Arab Saudi. Hal itu dilakukan setelah pemerintah setempat mengumumkan akan memberikan amnesti bagi warga negara asing yang tidak memiliki dokumen lengkap guna menyempurnakan data diri mereka.

Pendaftaran dibuka sejak 13 Mei hingga 3 Juli 2013. Kebijakan pemutihan itu berlaku untuk semua "overstayers" dari berbagai negara. Karena itu, sejumlah negara yang memiliki "overstayers" dalam jumlah besar di Arab Saudi, termasuk Indonesia, memanfaatkan kebijakan amnesti tersebut dalam waktu yang terbatas dengan berbagai pemasalahannya.

Perkiraan jumlah "overstayers" beberapa negara lainnya yakni Filipina sekitar 20.000 orang, India (40.000) dan Bangladesh (100.000). Kegiatan pelayanan oleh KJRI Jeddah berlangsung Sabtu hingga Kamis, sejak pukul 06.00 sampai 17.00 dan pengambilan SPLP dilakukan sejak 17.00 hingga 22.00 waktu setempat.

Mengingat cuaca dalam seminggu terakhir yang semakin panas, demi keselamatan dan kelancaran pelayanan, KJRI Jeddah sejak tanggal 8 Juni 2013 mengubah jam layanan permohonan SPLP menjadi pukul 16.00 hingga dini hari.

Sementara itu, pemrosesan dokumen dimaksud dilakukan pada pagi hari hingga sore. Warga diminta mengikuti jadwal pelayanan yang telah ditetapkan tersebut. Sampai hari Sabtu (8/6), warga Indonesia yang sudah mendaftar berjumlah 48.260 dan keseluruhannya telah diproses.

Dari jumlah tersebut 12.877 sudah diserahkan dokumennya dan pada Senin (10/6) akan kembali diserahkan sebanyak 5.000 dokumen. Setiap hari rata-rata 7.000 WNI mendaftarkan diri. Angka tersebut cenderung meningkat.
Sumber: Merdeka.com

Aisah, TKI Jeddah: Saya Cuma Mau Pulang

Aisah, TKI Jeddah: Saya Cuma Mau Pulang TEMPO.CO , Jeddah: Aisah, 32 tahun, tak henti-hentinya menangis. Tenaga kerja Indonesia asal Cikijing, Majalengka itu bingung dan risau. Suaminya, Suhendi, 45 tahun, ditangkap polisi Arab Saudi karena dituduh terlibat huru-hara pembakaran Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Jeddah, Senin, lalu. »Kami cuma mau pulang, tadinya mau mendapatkan dokumen supaya bisa keluar dari Arab Saudi, uang tiket dari gaji yang masih di tangan majikan, sekarang tidak tahu harus bagaimana,” kata Aisah tersedu-sedu. Aisah dan suaminya bekerja di majikan yang sama di Jamiah, Jeddah. Mereka mengetahui pemutihan dari laman Facebook dimana Suhendi ikut bergabung. Keduanya ingin mengurus Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) agar dapat kembali ke kampung halaman meskipun bayar tiket sendiri. Seharusnya, surat izin keluar diperoleh Rabu hari ini. Namun, rupanya nasib berkata lain. Senin kemarin, keduanya tiba di KJRI Jeddah sekitar pukul 17.00. Aisah berpisah dengan suaminya di pintu masuk KJRI karena jalur laki-laki dan perempuan dibedakan. Mereka akan kembali bersama-sama setelah di dalam untuk pengurusan SPLP. Aisah tiba di dalam dan selesai mengurus SPLP terlebih dulu. Tapi, dia tak bertemu suaminya. Aisah menelepon hingga hampir 20 kali, tapi tak diangkat. Kadang terdengar nada sibuk, atau mati. Baru sekitar pukul enam sore, Suhendi menulis pesan singkat. Bunyinya mengagetkan: »Saya ketangkap, kamu langsung pulang ke rumah.” Aisah pun pulang sambil menangis. Sekitar pukul 7 malam, Suhendi kembali mengirim pesan singkat: »Beresin barang kamu, jual dan pulang ke Indonesia.” Aisah berusaha menelepon tapi gagal. Sekitar pukul dua pagi waktu Arab Saudi, Suhendi kembali mengirim pesan singkat. »Saya sudah di depan penjara Tarhill, kemungkinan besar tidak bisa komunikasi lagi.” Suami Aisah mengatakan ada sekitar 30-an orang termasuk dia diciduk polisi setempat. Mereka tak diberi makan dan minum selama diamankan di kantor polisi Samali Hirehab, padahal sudah lebih dari 10 jam. »Katanya dia ditangkap lantaran ada berita kumpulan orang-orang bawa senjata, suami saya tidak bersalah, dia tidak bawa apa-apa,” kata Aisah kepada Tempo terisak. Aisah merasa kecewa karena merasa suaminya menjadi korban asal tangkap, tanpa diselidiki lebih dahulu. Dia kini tinggal di penampungan bersama 20 orang lainnya. Dia kebingungan lantaran tidak punya uang, dan tidak tahu harus mengadu ke mana. »Semua orang di sini juga susah,” katanya. »Pemerintah Indonesia mikirin saya atau nggak? Saya ingin pulang, tapi enggak tahu harus bagaimana, uang buat beli tiket enggak ada.” NATALIA SANTI

Demo TKI di Riyadh Bakal Merembet ke Malaysia dan Hongkong?


Ilustrasi (Foto: Doc)
JAKARTA (KRjogja.com) - Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanudin, mengatakan, persoalan yang terjadi di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah merupakan kejadian klasik. Dia menjelaskan, perusakan dan pembakaran oleh para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berdemo bukan sekali ini terjadi. "Alasannya klasik, karena KJRI itu tidak urusi masalah perpanjangan, bantuan hukum, problem-problem hukum yang tidak terselesaikan bertahun-tahun," kata Hasanudin di Gedung DPR, Jakarta, Senin (10/06/2013) malam. Dia mengkhawatirkan peristiwa serupa juga terjadi negara lain seperti Malaysia dan Hongkong. "Ini sebetulnya persoalan lama yang harus diwaspadai di KJRI lainnya, seperti Malaysia dan Hongkong," jelasnya. Politikus PDI Perjuangan itu selalu berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri. Dia juga mengungkapkan siap mengerahkan orang-orang untuk memberikan layanan khusus kepada para TKI yang ada di sana. Sebab, problemnya, kata dia, adalah permasalahan penempatan dan kontrak TKI itu sendiri. "Problemnya itu di hulu, penempatan dan kontrak TKI. Ini terbawa ke hilirnya di negeri asing itu. Itu harus diselesaikan KJRI dan KBRI," kata Hasanudin. Seperti diketahui, para TKI ini berdemo di Kantor KJRI di Jeddah pada Minggu 9 Juni 2013 waktu setempat. Mereka melakukan aksi bakar-bakaran dan berseteru dengan aparat keamanan setempat. Ratusan TKI ini berupaya memperbaiki status imigrasi mereka dari Kerajaan Arab Saudi. (Okz/Ndw)

Tuesday, June 11, 2013

Dirjen: Antrian Dokumen TKI di KJRI Jeddah Membaik

Jakarta (ANTARA) - Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Kemnakertrans Reyna Usman mengatakan bahwa pelayanan pengurusan dokumen WNI dan TKI di KJRI Jeddah, Arab Saudi, sudah relatif kondusif dan berlangsung lebih tertib dibandingkan sebelumnya.
"Sekarang proses pelayanannya sudah relatif lebih baik dalam artian lebih tertib dan lebih cepat prosesnya. Para WNI/TKI tidak lagi antre secara berdiri namun posisinya duduk lesehan sambil berzikir secara bersama-sama," kata Reyna dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa.
Ia telah berada di Jeddah sejak 6 Juni untuk melakukan pengawasan bagi proses pelayanan dokumen di KJRI dan mengatakan kondisi saat ini menjadi relatif lebih kondusif dengan adanya bantuan pengamanan yang melibatkan hampir 200 personel keamanan.
Selain itu, untuk mempercepat pelayanan dokumen dan menertibkan antrean, pengaturan sistem antrean dari WNI/TKI telah diubah dengan dilengkapi adanya penambahan jumlah staf petugas pelayanan.
Untuk menertibkan antrean, Reyna mengatakan para WNI/TKI kini telah dipisahkan lokasinya dimana para wanita dapat mengantre sambil duduk lesehan di halaman dalam, sedangkan para lelaki mengantre secara tertib di lapangan tenis yang berada di KJRI.
Sementara itu, dalam pengurusan dokumen perizinan di Bidang Ketenagakerjaan, Tim Kemnakertrans di Jeddah saat ini terus menerima, mengolah dan memproses data Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) yang diajukan para WNI/TKI.
"Tim Kemnakertrans terus memproses data dan dokumen ketenagakerjaan dari WNI/TKI. Tim ini nantinya akan diperkuat dengan tambahan anggota tim Kemnakertrans yang segera datang dari Jakarta," kata Reyna.
Setiap hari, tim tersebut terus melakukan koordinasi dan evaluasi dengan Imigrasi KSA dan juga menyarankan agar menambah tempat pelayanan khusus Kemnakertrans.
"Rencana tahap pertama kami akan membuka tiga tempat pelayanan di Jedah dan selanjutnya akan dibuka di kota-kota lainnya di Arab Saudi. Tempat pelayanan ini akan digunakan untuk pelayanan dokumen WNI/TKI yang terkait dengan masalah ketenagakerjaan," kata Reyna.
Arab Saudi memberikan pengampunan (amnesti) bagi para warga negara asing ilegal sejak 11 Mei lalu hingga 3 Juli 2013 dan Pemerintah RI telah mengirimkan tim khusus yang terdiri dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kementerian Hukum dan HAM, dan, BNP2TKI.
Selain bertugas membantu pengurusan dokumen, Tim Pemerintah RI juga menginventarisasi sekaligus mengklasifikasi data WNI/TKI kategori program amnesti, baik karena melanggar batas izin tinggal maupun tidak berdokumen ketenagakerjaan.
Bagi TKI yang tetap ingin bekerja di Arab Saudi akan diperbaharui dokumennya dengan melibatkan calon pengguna atau agensi setempat.
Sementara terhadap para TKI amnesti yang menginginkan pulang ke Tanah Air, Tim Pemerintah RI melalui KJRI Jeddah dan KBRI Riyadh akan memfasilitasi proses kepulangannya dengan mengeluarkan dokumen Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP).(fr)

Paska Rusuh, Loket Pemutihan KJRI Jeddah Ditambah

Paska Rusuh, Loket Pemutihan KJRI Jeddah Ditambah TEMPO.CO, Bandung - Sekretaris Jenderal Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muchtar Luthfie mengatakan, pemerintah mengupayakan membuka lokasi loket tambahan untuk melayani pemutihan berkas administrasi tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi. Hal ini menindaklanjuti kerusuhan di KJRI Jeddah yang mengakibatkan satu WNI tewas. "Penambahan tidak hanya di Jeddah dan Riyadh, tapi juga diusahakan di Madinah untuk memecah antrian," kata dia di Bandung, Selasa, 11 Juni 2013. Insiden yang terjadi di Konsulate Jenderal RI di Jeddah itu, akibat beredarnya informasi menyesatkan yang menyebutkan Ahad, 10 Juni 2013, merupakan hari terakhir pelayanan pemutihan berkas administrasi tenga kerja Indonesia di Arab Saudi. Padahal hari terakhir, layanan itu pada 3 Juli 2013. "Sehingga semuanya berdesak-desakan untuk mendapatkan pelayanan pendaftaran," kata Muchtar. Menurut dia, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga sudah mengirim pegawainya ke Arab Saudi, salah satunya untuk membantu memperbanyak loket pendaftaran baru. Muchtar mengatakan, pemerintah Indonesia juga sudah meminta Konsulat Jenderal Republik Indonesia untuk merekrut warga Indonesia setempat untuk membantu petugas melayani pendaftaran pemutihan berkas administrasi tenakga kerja Indonesia di Arab Saudi. Muchtar mengatakan, pengiriman gelombang petama petugas baru sudah dilakukan sejak kemarin, Senin, 10 Juni 2013. "Dengan banyaknya tenaga yang ada di sana, dan juga pembukaan loket-loket baru, diharapkan tidak terjadi antrian cukup panjang," kata dia. Menurut dia, sejumlah kementerian menggelar rapat koordinasi untuk mengetahui kondisi terkini pasca insiden itu. Kementerian yang akan terlibat yaitu Kementerian Luar Negeri, dengan Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. "Kami masih terus memantau perkembangan yang ada di sana," kata Muchtar. Muchtar mengatakan, identifikasi sementara, sekitar 100 ribu warga negara Indonesia yang akan mendaftar meminta pemutihan. Mayoritas, kata dia, warga yang overstay di Arab Saudi, kebanyakan bekerja dengan dalih Umroh. "Terjadi overstayer ada yang umroh," kata dia. Menurut dia, informasi terakhir yang diperolehnya, jumlah warga Indonesia yang sudah mendaftar, jumlahnya bekisar 50 ribu orang. Sisanya, akan dilayani bertahap. Muchtar optimis, penambahan jumlah loket dan lokasi layanan seta petugas, akan melayani semua warga negara Indonesia yang hendak mengurus pemutihan hingga batas waktunya, 3 Juli 2013 nanti. AHMAD FIKRI

Pemerintah Mengelak Disebut Tak Becus Urus TKI

Pemerintah Mengelak Disebut Tak Becus Urus TKI TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Djoko Suyanto, membantah jika pemerintah dituding tak becus dalam mengurus proses perpanjangan izin tinggal tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi. "Perwakilan Indonesia di Arab Saudi sudah mulai memproses perpanjangan izin ini mulai 18 Mei lalu, sejak kerajaan Arab Saudi memulai kebijakan itu pada 10 April lalu," kata Djoko di kantornya, Selasa, 11 Juni 2013. Djoko mengklaim, penyebab kerusuh akibat merebaknya isu menyesatkan di kalangan tenaga kerja Indonesia. Isu itu menyebutkan bahwa proses terakhir pengurusan amnesty terjadi pada 9 Juni 2013, atau saat kejadian. Akibatnya, TKI mengepung kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Jeddah. Konsulat Jeddah yang biasa melayani pendaftaran sampai enam ribu TKI, pada hari itu diserbu sekitar 12 ribu orang. Ditambah lagi, cuaca di Jeddah yang sangat panas, yang berkisar 40-45 derajat celcius sehingga membuat sebagian TKI frustrasi. "Sehingga ada ketidaknyamanan dan terjadi aksi yang sangat disesalkan karena berlangsung di negara lain," kata Djoko. "Bahkan ada satu warga kita yang meninggal akibat berdesakan dan dehidrasi." Soal pembakaran gedung Konsulat Jeddah, Djoko membantah. Dia mengklaim hanya plastik pembatas gedung yang menjadi sasaran amuk TKI. Djoko mengatakan kondisi terakhir di Konsulat Jeddah hari ini sudah kondusif. Berdasar komunikasi terakhir Djoko dengan Direktur Perlindungan Warga Kedutaan Besar Republik Indonesia di Arab Saudi, menyebutkan, antrean TKI di kantor Konsulat Jeddah sudah mengular hingga 200 meter. Namun prosesnya berjalan lancar. Kepolisian kerajaan Arab Saudi juga turut andil menambah jumlah personel di Konsulat Jedah. "Sebelumnya hanya ada 30 personel kini ditambah menjadi 100 personel. Semoga kejadian serupa tak terulang lagi." Pada Ahad, 9 Juni 2013, warga negara Indonesia yang datang ke Konsulat Jenderal sejak awal telah terkonsentrasi di sepanjang jalan hingga di depan pintu gerbang Konsulat. Ketika pintu tersebut akan dibuka, sejumlah WNI dalam antrean tidak tertib dan berdesakan. AKibatnya, satu orang WNI tewas dan ratusan lainnya pingsan. INDRA WIJAYA

Marwah, TKI korban rusuh Jeddah akan dimakamkan di Arab Saudi

http://l1.yimg.com/bt/api/res/1.2/4TBM2V8Do1_1_Gu1wnGU6w--/YXBwaWQ9eW5ld3M7Y2g9MjcwO2NyPTE7Y3c9NTQwO2R4PTA7ZHk9MDtmaT11bGNyb3A7aD05NTtxPTg1O3c9MTkw/http://media.zenfs.com/id_ID/News/Merdaka/marwah-tki-korban-rusuh-jeddah-akan-dimakamkan-di-arab-saudi.jpg MERDEKA.COM. Pemerintah Indonesia telah memberitahukan kepada keluarga Marwah binti Hasan, TKW yang menjadi korban tewas saat terjadi insiden kerusuhan di Kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, Arab Saudi. Keputusannya, pihak keluarga memutuskan jenazah TKW berusia 57 tahun itu untuk dimakamkan di Arab Saudi. "Pilihan mereka jenazah tidak dipulangkan dan dimakamkan di Saudi," kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dalam keterangan persnya di Kantor Menko Polhukam Jakarta, Selasa (11/6). Untuk biaya pemakaman akan ditanggung seluruhnya oleh pemerintah Indonesia. "Keluarga di Saudi dan Indonesia sudah dihubungi," ujarnya. Marwah tewas setelah terjadi kerusuhan di Kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, Minggu (9/6). Ia tewas terinjak-injak saat puluhan ribu orang mengantre untuk mengurus dokumen di KJRI tersebut. "Kita juga menyesalkan ada seorang TKI yang meninggal karena dehidrasi dan diinjak-injak," kata Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto. Selain korban tewas, ada juga korban luka. Dia adalah Mustafa, satpam KJRI yang mengalami luka serius. Sumber: Merdeka.com

Presiden Utus Denny Indrayana ke Jeddah


Presiden Utus Denny Indrayana ke Jeddah
Presiden Utus Denny Indrayana ke Jeddah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyesalkan rusuh yang terjadi di KJRI Jeddah, Arab Saudi, dua hari lalu menyebabkan satu TKI tewas. Presiden mengutus Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana ke Jeddah mengatasi kisruh di sana. "Kejadian ini sepatutnya tidak terjadi bilamana memang ada langkah-langkah yang telah dilakukan diantisipasi lebih awal," kata Juru Bicara Presiden, Julian Aldrian Pasha, di kantor Presiden Jakarta, Selasa (11/6/2013). Presiden SBY, menurut Julian, meminta kepada jajaran di bawah Kementerian Luar Negeri khususnya yang menangani mereka para WNI yang overstay di Arab Saudi bisa ditangani lebih baik dan lebih cepat. "Karena itu sudah diputuskan mengirim tim ke sana untuk mempercepat pengurusan SPLP itu di bawah Wamenkumham Denny Indrayana dan jajarannya agar bisa memproses karena sampai hari ini dilaporkan soal itu," kata Julian. Diharapkan lebih dari 40 ribu orang yang terdaftar untuk pengajuan SPLP itu bisa diselesaikan dan ada koordinasi lebih baik antara Kemenlu, Kemenkumham dan Kemenakertrans. "Memang pemerintah telah mendengar masukan dan laporan dri beberapa pihak, pemerintah juga telah berusaha tidak hanya membuka satu loket tidak hanya di KJRI Jeddah dan juga di beberapa titik lain, di pos lain yang juga bisa memfasilitasi SPLP," kata dia.

Kepala BNP2TKI: Ada mafia yang provokasi TKI di Jeddah


Kepala BNP2TKI: Ada mafia yang provokasi TKI di Jeddah
Kepala BNP2TKI: Ada mafia yang provokasi TKI di Jeddah
MERDEKA.COM. Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mensinyalir ada pihak yang memprovokasi terjadinya kericuhan program pemutihan izin kerja TKI yang terjadi di Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Jeddah, Arab Saudi. Menurutnya, pihak tersebut merupakan bagian dari jaringan yang selama ini mengambil keuntungan dari keberadaan TKI ilegal di Arab Saudi. "Gerakan itu dilakukan oleh mafia yang menampung dan mempekerjakan TKI ilegal, karena khawatir seluruh tenaga kerja yang mereka tampung akan menjadi legal dengan adanya program pemutihan dari Kerajaan Arab Saudi. Kondisi tersebut membuat nasib mereka yang mengambil keuntungan dari keberadaan TKI ilegal menjadi hilang," katanya usai berdialog dalam acara pembukaan Jambore Buruh Migran Indonesia di Balai Desa Sidaurip Kecamatan Binangung, Cilacap, Selasa (11/6). Menurut Jumhur, para mafia tersebut menampung para TKI ilegal di tempat penampungan yang mereka miliki. Biasanya para TKI teriming-iming dengan janji penghasilan kerja yang lebih tinggi dari pekerja resmi. "Ketika TKI yang resmi mendapat gaji di atas 800 real atau sekitar Rp 2 juta, kemudian ada yang menawari mereka dengan gaji di atas 800 real. Kondisi tersebut membuat TKI terbujuk yang membuat mereka bekerja tidak sesuai dengan prosedural yang berlaku," ujarnya. TKI yang ditampung para mafia tersebut, lanjutnya, merupakan pekerja berkasus dan orang yang ikut dalam travel perjalanan umroh, tetapi mempunyai keinginan bekerja di Arab Saudi. Dalam mengusut jaringan tersebut, Jumhur menjelaskan Kepolisian Arab Saudi pun tidak bisa mendeteksi lokasi penampungan ilegal. "Tempat penampungannya sendiri dilakukan sembunyi-sembunyi dan itu dikendalikan orang Indonesia, bahkan disesuaikan dengan etnisnya," paparnya. Program pemutihan tersebut, sebenarnya juga menjadi bagian dari upaya untuk mencegah para pekerja agar tidak terjerumus dalam jaringan. Karena itulah, Jumhur mengungkapkan, ketika ada program pemutihan tersebut, pemerintah Indonesia ikut mendorong TKI agar menjadi legal kembali. Hingga saat ini, jumlah TKI yang dilayani dalam program ini sudah mencapai 54 ribu orang. "Kalau diperkirakan, mungkin masih ada 100 hingga 200 ribu TKI. Tetapi kita tidak tahu angka pastinya," jelas Jumhur. Saat dikonfirmasi tentang kerusuhan yang terjadi di Konjen Jeddah, Jumhur menjelaskan yang terjadi sebenarnya bukan kerusuhan, melainkan kericuhan yang dipicu pembakaran pembatas jalan dan sampah di sekitar kantor. Dia mengungkapkan, program pemutihan yang diumumkan mendadak oleh pemerintah Arab Saudi membuat kepanikan di kalangan TKI. "Dan itu juga karena provokasi serta adanya isu kalau kemarin (Senin, 9/6) adalah hari terakhir pelayanan program pemutihan. Padahal, sebenarnya pelayanan dilakukan hingga tanggal 3 Juli. Bahkan, ada kabar kalau pemerintah Arab Saudi akan memperpanjang hingga 4 Oktober," jelasnya. Sumber: Merdeka.com

Dubes RI Arab Saudi Belum Tahu Insiden Penangkapa


Dubes RI Arab Saudi Belum Tahu Insiden Penangkapan
Dubes RI Arab Saudi Belum Tahu Insiden Penangkapan
TEMPO.CO, Jakarta--Duta Besar RI untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansyur menyatakan belum mengetahui perkara penangkapan 30 WNI terkait kerusuhan di Konsulat Jenderal RI di Jeddah. "Tidak bisa konfirmasi, itu penegakan hukum dari pemerintah setempat," kata Gatot ketika dihubungi Tempo, hari ini, Selasa 11 Juni 2013. Menurut dia, jika kepolisian setempat menangkap WNI, maka prosedurnya ketika ke pengadilan, pihaknya akan mendampingi. Sejauh ini, pelayanan amnesti masih berlangsung pasca kerusuhan. Namun kali ini lebih tertib. Antrean dibuat menjadi tiga ring, dan massa tidak mendekat ke KJRI, tetapi dalam radius 200 meter. Jumlah dokumen yang diselesaikan setiap hari mencapai 6.000 dokumen. Sehari setelah insiden, sekitar 5.900 orang telah dilayani KJRI. Sebelumnya diberitakan, 30 orang ditangkap terkait kerusuhan di KJRI Jeddah, Senin, 10 Juni 2013. Selama diamankan di kantor polisi Samali Hirehab sekitar 9-10 jam mereka sama sekali tidak diberi makan atau minum. Ke-30 orang tersebut kemudian dibawa ke Penjara Tarhill. NATALIA SANTI

Lagi, Seorang WNI Meninggal dalam Kerusuhan Jedda

Lagi, Seorang WNI Meninggal dalam Kerusuhan Jeddah  
Lagi, Seorang WNI Meninggal dalam Kerusuhan Jeddah  


TEMPO.CO, Bandung - Anggota Komisi IX DPR, Rieke Dyah Pitaloka, mengaku mendapat informasi, ada seorang lagi warga Indonesia yang meninggal sebagai buntut peristiwa kerusuhan di Konsulat Jenderal RI di Jeddah, Arab Saudi. "Saya mendesak Kementerian Luar Negeri untuk segera menelusuri laporan yang masuk itu," kata dia kepada Tempo, Selasa, 11 Juni 2013. WNI asal Nusa Tenggara Barat itu meninggal di Rumah Sakit Malik Fahad akibat terinjak-injak dalam kerusuhan di Konsulat Jenderal RI di Jeddah, Ahad, 10 Juni 2013. Sebelumnya, disebutkan korban tewas akibat kerusuhan itu hanya satu orang, yakni Marwah, asal Sampang. "Total korban meninggal dua orang," kata Rieke. Rieke juga mendesak pemerintah Indonesia untuk menelusuri informasi ditahannya puluhan warga Indonesia oleh petugas keamanan Arab Saudi pasca-kerusuhan di Konsulat Jenderal RI di Jeddah. Informasi itu dia terima dari salah seorang istri korban penangkapan petugas keamanan Arab Saudi dengan tuduhan sebagai provokator kerusuhan itu. "Sekitar 30 orang (ditahan)," ujarnya. Menurut Rieke, informasi itu diterima dari Aisah, warga Cikijing, Majalengka, yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Aisah mengabarkan, suaminya, Suhendi, 45 tahun, ditahan di penjara Tarhill. Suhendi diciduk oleh polisi setempat bersama sekitar 30 warga Indonesia pada 10 Juni 2013. Peristiwa bermula ketika pasangan suami-istri itu mengurus Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) di Konsulat Jenderal RI Jeddah. Karena antrean mengurus SPLP antara laki-laki dan perempuan terpisah, keduanya pun berpisah. Setelah selesai sore harinya, Aisyah menghubungi suaminya via ponsel, tapi tak berhasil. Pada pukul 18.00 waktu setempat, suaminya berkirim SMS, isinya, "Saya ketangkap, kamu langsung pulang ke rumah." Selang satu jam, Aisyah terima lagi SMS dari suaminya yang menulis, "Beresin barang kamu, jual dan pulang ke Indonesia." Keesokan harinya, pukul 2 dinihari, suaminya mengirim SMS lagi. "Saya sudah di depan penjara Tarhill. Kemungkinan besar tidak bisa komunikasi lagi." Suhendi juga mengabarkan bahwa dia bersama 30 WNI sempat diperiksa di kantor polisi Samali Hirehab. Aisah dan Suhendi sejatinya akan pulang ke Tanah Air pada 12 Juni 2013, setelah urusan SPLP selesai. Tapi polisi keburu menangkap suaminya. AHMAD FIKRI

Muhaimin Iskandar Dinilai Gagal Lindungi TKI


Tenaga kerja Indonesia, ilustrasi
Tenaga kerja Indonesia, ilustrasi
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Jaringan Advokasi Revisi Undang-undang Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga kerja Indonesia keluar negeri (JARI-PPTKLN) Nurus S. Mufidah menilai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar gagal memberikan perlindungan kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Nurus juga menyesalkan pernyataan Muhaimin yang terkesan menggampangkan masalah tentang aksi rusuh TKI di KJRI Jeddah. "Menteri selalu menggampangkan persoalan tidak melihat akar masalah," katanya saat dihubungi Republika, Senin (11/6). Nurus mencontohkan pemerintah melaporkan satu TKI yang meninggal karena dehidrasi bukan karena kerusuhan. Namun, akar masalahnya, TKI tersebut berada di lokasi karena antri berjam-jam akibat pelayanan KJRI yang tidak memadai. Selain itu, Nurus mangatakan pemerintah memandang TKI sebagai komoditas bukan manusia. Hal ini terlihat dalam draft UU Penempatan dan Perlindungan TKI ke luar negeri dimana pasal perlindungan TKI sangat lemah. "Pemerintah tak fokus melindungi TKI hanya menempatkan," ujarnya. Nurus juga mengkritik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang gagal mengkoordinasikan menteri-menteri yang berkaitan dengan kepentingan TKI. Ia menilai Kemenakertrans dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) sering menghadapi permasalahan TKI sendiri-sendiri. Reporter : Hafidz Muftisany Redaktur : Citra Listya Rini

Rusuh di KJRI Jeddah, Polri dan Kepolisian Arab Saudi Koordinasi

"Kita sesalkan bersama, tapi meski lokasinya di Arab Saudi, koordinasi tetap kami tempuh melalui Kepolisian Arab Saudi dan Kementerian Luar Negeri,"
Irjen Pol. Suhardi Alius
Skalanews - Polri berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan juga Kepolisian Arab Saudi terkait kerusuhan yang terjadi di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah, Arab Saudi. Meski, saat ini dipastikan Polri situasi di sana sudah berangsur kondusif. "Kita sesalkan bersama, tapi meski lokasinya di Arab Saudi, koordinasi tetap kami tempuh melalui Kepolisian Arab Saudi dan Kementerian Luar Negeri," kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol Suhardi Alius di Humas Polri, Jakarta, Senin (10/6) Dijelaskan Suhardi, kerjasama dengan kepolisian Arab Saudi dapat dilakukan karena dua institusi kepolisian ini telah menjalin hubungan sejak lama. Polri pun memiliki liasion officer sehingga mempermudah melakukan koordinasi tersebut. Saat ini, jelasnya 100 orang Polisi Arab Saudi telah berada di lokasi untuk membantu proses pengamanan, karena lokasi kejadian berada di luar pagar KJRI yang artinya ada di otoritas pemerintah Arab Saudi. Kerusuhan sendiri bermula saat sekitar 15 ribu TKI mendatangi KJRI untuk mengurus surat perjalanan laksana paspor. Hingga terjadi antrean menumpuk karena kemampuan KJRI melayani permintaan tersebut hanya sebatas 8 ribu orang. "Dalam antrean tersebut ada satu TKI yang meninggal karena kelelahan mengantre, mungkin itu yang menjadi pemicu," jelasnya. (frida astuti/bus)

Monday, June 10, 2013

KBRI Verifikasi Korban Kerusuhan TKI di Jeddah


KBRI Verifikasi Korban Kerusuhan TKI di Jeddah
KBRI Verifikasi Korban Kerusuhan TKI di Jeddah
REPUBLIKA.CO.ID,RIYADH -- KBRI di Arab Saudi menyatakan akan mengklarifikasi jumlah korban kerusuhan di KJRI Jeddah, Ahad (9/6). Namun menurut saksi staf KJRI di Jeddah, ada beberapa korban yang sempat dilarikan ambulans ke rumah sakit terdekat. Duta Besar RI untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansyur mengatakan peristiwa pembakaran terjadi ketika petugas Konsulat Jenderal RI terpaksa menutup pintu pagar besi. Ribuan massa yang kemudian diprovokasi membakar pembatas jalan yang ada di depan KJRI Jeddah. ''Jadi yang dibakar bukan KJRI, tapi plastik pemisah jalan,'' tutur dia kepada Republika, Senin (10/6). Namun kerusuhan mampu diatasi karena kepolisian Arab Saudi mengerahkan 150 pasukan anti huru-hara yang bersenjatakan tameng dan mobil meriam air. Hingga Ahad pukul 2.00 waktu setempat KJRI pun dinyatakan sudah aman.Menanggapi berita soal korban tewas, Gatot belum bisa membenarkan kabar itu. Ia mengatakan akan segera mengklarifikasi jumlah korban kerusuhan KJRI Jeddah pagi ini. Beberapa saksi, ujarnya, memang melihat beberapa TKI di bawa ke ambulans oleh para petugas kesehatan setempat. Namun ia mengaku belum mendapat kabar jumlah korban dari kepolisian atau otoritas Arab Saudi.

TKI Bangkalan Jawa Timur Tewas Akibat Kerusuhan Jeddah

Kerusuhan Konsulat RI Jeddah, credit AN arabnews.com
Kerusuhan Konsulat RI Jeddah, credit AN arabnews.com
JEDDAH,BB – Nama korban tewas akibat berdesakan hingga rusuh di Konsulat RI Jeddah Arab Saudi Minggu 9 Juni 2013 adalah Marwah binti Hasan warga Bangkalan, Jawa Timur
Tenaga kerja berusia 55 tahun itu meninggal karena berdesakan saat pintu dibuka.
“Terjadi desak-desakan, ketika pintu dibuka, ada ibu usia 55 tahun, terdesak dan dehidrasi sehingga kritis dan meninggal dunia,” kata Tatang Budie Utama Razak, Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri seperti dilansir dari wawancara Metrotv.
Marwah datang ke Arab Saudi sejak 2005 seusai melakukan ibadah Umroh. Sejak itu hingga saat ini, ia tidak mengantongi dokumen apa pun. Rencananya, KJRI akan memfasilitasi pemulangan jenazah korban.
Laporan: Cr17/Jan

Konsulat Jenderal RI di Jeddah Rusuh

http://assets.kompas.com/data/photo/2013/06/10/0721357-konsulat-jeddah-620X310.jpg
Kerusuhan dikabarkan terjadi di Konsulat Jendral RI di Jeddah, Arab Saudi, Minggu (9/6/2013). Kerusuhan dipicu proses pengurusan dokumen izin tinggal dan perjalanan.

JEDDAH, KOMPAS.com — Ribuan pekerja Indonesia di Jeddah, Arab Saudi, dikabarkan mengamuk di Konsulat Jenderal RI, Minggu (9/6/2013) waktu setempat. Mereka membakar beragam perkakas di pintu masuk Konsulat dan berusaha menerobos untuk melakukan pembakaran gedung. Aksi tersebut dipicu kemarahan atas proses dokumen perjalanan. "Kami masih memeriksa apakah ada korban atau berapa banyak pekerja terluka," kata Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansyur seperti dikutip Arab News. Dia mengatakan bahwa semua diplomat dan staf konsuler aman. Kru Pertahanan Sipil, polisi, pasukan khusus, dan ambulans Bulan Sabit Merah turun ke tempat kejadian untuk memulihkan ketertiban. Jalan menuju ke Konsulat ditutup. Saksi mata mengatakan, api masih menyala hingga pukul 22.00 waktu setempat. Petugas pemadam kebakaran pun masih terlihat berupaya memadamkannya. Kerusuhan ini adalah buntut insiden pada Sabtu (8/6/2013). Saat itu para pekerja perempuan Indonesia "menyerbu" Konsulat untuk mendapatkan dokumen perjalanan. Setidaknya tiga perempuan terluka dan pingsan. Para pekerja Indonesia di Arab Saudi yang tak memiliki izin bekerja punya tenggat waktu hingga 3 Juli 2013 untuk "melegalkan" keberadaan dan aktivitas mereka. Dokumen yang harus dipastikan mereka miliki adalah visa kerja. Perseteruan antara para pekerja, polisi, dan pejabat Konsulat diduga dipicu oleh frustrasi para pekerja karena lamanya pengurusan dokumen dan kurangnya pengorganisasian di Konsulat. "Kami telah mengalami masalah dengan Konsulat sejak kami tiba dua hari lalu," kata seorang asisten rumah tangga dari Indonesia, yang tidak ingin namanya dipublikasikan. "Kemarin saya jatuh dan terluka karena Konsulat tidak tahu apa yang mereka lakukan dan tidak bisa mengendalikan massa." Pekerja lainnya yang mengaku bekerja di bidang konstruksi mengeluh karena tidak bisa masuk ke Konsulat untuk mengurus dokumen perjalanan. "Percayalah, sekarang saya hanya ingin pulang," kata dia. Sumber : arabnews Editor : Palupi Annisa Auliani Ikuti perkembangan berita ini dalam topik: KJRI Jeddah Dibakar

youtube TKI Arab Saudi vs KJRI Jeddah. MEMBARA

Sunday, June 9, 2013

Sosok Peduli TKI Telah Pergi

JPNN.COM JAKARTAAlmarhum Ketua MPR RI Taufik Kiemas, merupakan tokoh yang secara terus menerus mendorong lahirnya regenerasi kepemimpinan di Indonesia. Selain itu, ia juga merupakan tokoh yang memiliki kepedulian tinggi terhadap segudang permasalahan TKI di luar negeri.

Kedua hal inilah yang paling membekas dalam ingatan Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Jumhur Hidayat, ketika berbicara sosok politisi senior pendiri partai politik PDI Perjuangan tersebut.

“Kerja-kerja pelayanan TKI yang saya lakukan, itu dimonitor oleh beliau (Taufik). Beliau benar-benar memberi arahan, sekaligus memotivasi saya untuk lebih maksimal lagi dalam menjalankan tugas-tugas yang ada,” ujarnya di Jakarta, Minggu (9/6).

Perhatian khusus tersebut menurut Jumhur, diberikan tidak saja ketika di media massa ramai diberitakan terkait kasus-kasus penistaan yang dialami TKI di berbagai negara. Namun jauh sebelum itu, Taufik kerap mendorong pemerintah benar-benar lebih tanggap terhadap kesejahteraan para TKI yang ada. “Jadi beliau tidak pernah berhenti memberi perhatian langsung dengan meminta pemerintah lebih tanggap melakukan perlindungan maksimal,” katanya.

Karena itu mantan aktivis mahasiswa yang berasal dari Institut Teknologi Bandung era 80-an ini, menyatakan Indonesia sangat kehilangan sosok peduli wong cilik almarhum Taufik Kiemas, yang meninggal dalam perawatan di Rumah Sakit Nasional Singapura pada Sabtu (8/6) pukul 19.05 waktu setempat akibat menderita penyakit jantung.

"TK (Taufik Kiemas) adalah simbol pemaknaan nasionalis religius, yang saat ini fenomenanya memang berkembang cukup luas di PDIP. Hal ini tentu tidak lepas dari semangat dan cita-citanya, yakni menciptakan gairah perjuangan baru kepada wong cilik melalui kehadiran elemen muda Islam di PDIP,” ujarnya.

Jumhur mengaku kepergian TK telah mewariskan ruh perjuangan bagi orang muda pada umumnya. Karena semasa hidup, almarhum sangat menaruh perhatian terhadap regenerasi bangsa, baik dalam keperluan lingkup kepemimpinan partai maupun menyangkut agenda tampuk pimpinan nasional.

"Beliau di akhir hayatnya bagai tanpa henti memberi dukungan moral untuk kaum muda dan bahkan kerap meminta elit nasional agar melapangkan orang-orang muda menjadi calon pemimpin masa depan bangsa," ujarnya.

Karena itu Jumhur berharap semangat dan cita-cita almarhum tidak boleh dipadamkan utamanya terkait hasrat mewujudkan kehadiran orang muda di panggung kepemimpinan nasional.(gir/jpnn)

PJE "Pekanbaru Job Expo" tawarkan 4.500 lowongan kerja luar negeri

Sejumlah pencari kerja mengamati daftar perusahaan pada bursa tenaga kerja "Pekanbaru Job Expo 2012" di Pekanbaru, Senin (16/4). Tahun ini PJE digelar pada 10 hingga 13 Juni 2013. (FOTO ANTARA/FB Anggoro)
Pekanbaru (ANTARA News) - Pameran bursa tenaga kerja "Pekanbaru Job Expo" (PJE) akan menawarkan 4.500 lowongan kerja di luar negeri yang bisa dimanfaatkan pencari kerja di Kota Pekanbaru, Riau, dan sekitarnya. "Lowongan kerja yang tersedia bukan hanya untuk kebutuhan lokal, melainkan ada 4.500 lowongan untuk ditempatkan di luar negeri," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru Priabudi di Pekanbaru, Minggu. PJE diselenggarakan Pemko Pekanbaru pada 10-13 Juni di Hotel Mutiara, Pekanbaru. Acara tersebut rutin digelar setiap tahun, dan kali ini dalam rangka meramaikan HUT Kota Pekanbaru ke-229 pada 23 Juni mendatang. Menurut Priabudi, lowongan kerja di luar negeri ini paling mayoritas berasal dari perusahaan di Jepang dan Korea Selatan. Lowongan kerja tersebut membutuhkan tingkat skill yang cukup tinggi karena untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil. Sebabnya, lowongan kerja yang tersedia bukan untuk menjadi tenaga kerja kasar, melainkan untuk sektor formal bidang kesehatan, jasa dan konstruksi. "Lowongan di Korea Selatan itu sebagian besar untuk perawat, tenaga kesehatan. Kemudian di Jepang sebagai pekerja jasa konstruksi bangunan, bukan pembantu rumah tangga," ujarnya. Dengan adanya pameran bursa kerja ini, ia berharap dapat membantu masyarakat yang sedang mencari pekerjaan dan mampu mengurangi tingkat pengangguran. Ia menambahkan, PJE juga akan diikuti oleh 67 perusahaan lokal hingga internasional mulai dari rumah sakit, perusahaan kelapa sawit, hingga perusahaan minyak PT Chevron Pacific Indonesia. Editor: Suryanto

Cak Imin Pastikan Tutup Perusahaan yang Masih Pekerjakan Anak

http://images.detik.com/content/2013/06/09/4/173657_imin.jpeg
detikfinance Jakarta - Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar pastikan mencabut izin kerja perusahaan yang mempekerjakan pekerja anak. Bahkan, pihak perusahaan bisa mendapat sanksi pidana. "Para pengusaha harus tahu bahwa dalam UU Perlindungan Anak mempekerjakan anak di bawah umur adalah dilarang. Bagi yang tetap memaksakan anak untuk bekerja, perlu mendapat tindakan tegas dan dilaporkan kepada pihak yang berwajib dengan tuntutan sanksi pidana," kata Muhaimin dalam keterangan tertulisnya, Minggu (9/6/2013) Alasannya, menurut Muhaimin jelas karena belum cukup secara umur dan dimungkinkan berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan anak. Sejauh ini, Ia menuturkan sosialisasi dan pendekatan khusus berupa persuasif dan bantuan ekonomi untuk mencegah bertambahnya pekerja anak pun telah dilakukan. "Kita telah melakukan pendekatan khusus untuk melarang anak usia sekolah untuk bekerja bersekolah. Kita terus kerahkan para pengawas ketenagakerjaan untuk melakukan monitoring dan penindakan tegas terhadap keberadaan pekerja anak ini," jelasnya. Sebagai contoh, Ia menceritakan kasus perusahaan kuali di Tangerang yang telah mempekerjakan pekerja anak telah dituntut atas pelanggaran UU Ketenagakerjaan karena mempekerjakan anak pada bentuk pekerjaan terburuk. Maka perusahaan dituntut hukuman pidana maksimal 5 tahun dan atau denda maksimal 500 juta. "Diperlukan upaya-upaya untuk menganalisa dampak jangka panjang dari program tersebut. Apa saja kendala mereka, apakah mereka masih tetap berada di unit pendidikan, atau apakah mereka kembali lagi ke pekerjaan semula karena tuntutan ekonomi keluarga," ucapnya. Untuk itu harus ditingkatkan sinergitas antar sektor, karena tanpa kerjasama dari para stakeholder, baik aparatur pusat maupun daerah, pihak pengusaha, elemen masyarakat maupun media, Program Penanggulangan Pekerja Anak tidak dapat terwujud "Peran serta masyarakat, pemerintah pusat dan daerah serta instansi terkait dibutuhkan untuk meningkatkan sinergitas guna mengurangi jumlah pekerja anak dan mengembalikannya ke dunia pendidikan," tegasnya.
 

Tag

IP

My-Yahoo

Blogger Widget Get This Widget

Histast

Total Pengunjung