
ASATUNEWS - Pencabutan moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi jika tanpa nota kesepahaman (memorandum of understanding) sama dengan perdagangan manusia (human trafficking), kata pemerhati TKI Syech Razie Ali Maula Dawilah.
Razie yang pernah bekerja selama empat tahun di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Dubai, United Arab Emirates, ketika dihubungi dari Semarang, Selasa, mengingatkan pemerintah RI akan pentingnya "memorandum of understanding" (Mou) itu.
Mantan staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Abu Dhabi itu mengemukakan hal itu terkait dengan pernyataan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Reyna Usman bahwa moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi segera dibuka menyusul pembicaraan bilateral antara pemerintah RI dan Arab Saudi.
Rencana pencabutan moratorium juga mengundang pertanyaan pemerhati TKI lainnya, Ninik Andrianie.
Ninik yang juga inisiator pembentukan Tim Pemantau Amnesti Arab Saudi mempertanyakan, "Moratorium dicabut? Mau kirim tenaga kerja lagi ke Saudi? Puluhan ribu TKI tanpa dokumen keimigrasian saja hingga sekarang nggak jelas nasibnya kok." Ia mengungkapkan bahwa mereka yang sudah punya majikan sekarang ini sangat kesulitan mengurus dokumen resmi, mengapa Menaker tidak konsentrasi di situ dahulu? "Itu harusnya dituntaskan dahulu, bukan menambah persoalan yang baru," ucap Ninik.
Sebelumnya, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigasi Muhaimin Iskandar mengadakan pertemuan bilateral dengan Menteri Tenaga Kerja Arab Saudi Adel M. Fakeih di Mexico City, Mexico, Kamis (14/11) waktu setempat.
Pertemuan dua menteri itu guna membahas mengenai penanganan WNI/TKI "overstayers" di Arab Saudi yang mengikuti program perbaikan status ketenagakerjaan (PPSK) atau yang lebih dikenal dengan program amnesti.
Menaker Arab Saudi Adel M. Fakeih dalam pertemuan itu menyampaikan komitmen pemerintah Saudi untuk tetap membantu upaya perbaikan status kerja TKI yang bekerja di Arab Saudi sesuai dengan ketentuan ketenagakerjaan.
"Meskipun program amnesti telah berakhir, pemerintah Arab Saudi akan tetap membantu proses perbaikan status kerja ini. Namun, dengan catatan KBRI dan KJRI segera berkoordinasi dengan memberi tahu dan menyerahkan data-data WNI/TKI yang sudah terdaftar ke pemerintah Saudi," kata Adel M. Fakeih.
Pemerintah Saudi, kata Fakeih, berkomitmen akan menuju kepada penghapusan "illegal worker", bahkan sampai ke titik zero (nol) sehingga tidak ada satu pun pekerja asing yang tidak mendapatkan perlindungan yang memadai, termasuk pekerja dari Indonesia.
Dalam pertemuan bilateral itu juga digunakan kedua menteri tenaga kerja untuk membahas mengenai MoU penempatan dan perlindungan TKI antara kedua negara.
Menteri Tenaga Kerja Arab Saudi Adel M. Fakeih secara khusus meminta kepada pemerintah Indonesia agar nota kesepahaman (MoU) antara Indonesia dan Arab Saudi dapat segera bisa disetujui dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Menanggapi hal tersebut, Menakertrans Muhaimin Iskandar berjanji akan segera mendorong jajarannya agar segera mempercepat dan menyelesaikan perundingan MOU TKI. (ASN/ANT/MHd/015)

.jpg)

Hingar-bingar masalah politik dan ketenagakerjaan beberapa bulan ini seolah melupakan isu terpenting yang akan dihadapi bangsa ini. Isu itu tak lain penerapan Masyarakat Ekonomi Asean atau Asean Economic Community (AEC) 2015 mendatang. Dalam pasar bebas negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) pada akhir 2015 itu, bea masuk barang dan jasa akan dihapus.
Selain membanjirnya arus lalu lintas produk dari negara ASEAN, salah satu hal krusial adalah soal tenaga kerja. Kelak, tenaga kerja terampil dari negara ASEAN akan menyerbu pasar kerja di Tanah Air. Melihat kondisi SDM pekerja di dalam negeri kini, sudah siapkah kita?
Ternyata kesiapan itu masih jauh dari harapan. Peringatan ini diungkap Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Senin lalu (11/11). Organisasi ini mengungkap Indonesia minim tenaga kerja terdidik untuk bersaing di tingkat regional. Misalnya, Indonesia hanya punya 164 orang insinyur per satu juta penduduk. Sementara jumlah insinyur di Malaysia mencapai 50 persen alias separo dari total penduduk!
Kekhawatiran serupa diungkap Direktur Utama PT Telkom Indonesia, Arief Yahya. Saat pasar bebas ASEAN ini diterapkan, ia memperkirakan ribuan tenaga kerja asal Filipina akan menyerbu pasar kerja di dalam negeri. Ia mengakui, bahasa Inggris pekerja asal Filipina lebih bagus dari pekerja Indonesia, dan biaya upahnya pun relatif lebih murah.
Di tengah pesimisme itu, pemerintah pusat melalui Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa kerap menggaungkan kalau Indonesia berdaya saing. Memang, jika merujuk survei Forum Ekonomi Dunia (WEF) awal September lalu, daya saing negara kita tahun ini naik ke posisi 38 dari peringkat 50 tahun lalu. Namun, tetap saja posisi Indonesia masih di bawah beberapa negara ASEAN seperti Thailand di posisi 37, Brunei Darussalam posisi 26 dan Malaysia ke-24. Bahkan Singapura bertahan di posisi dua.
Namun, kondisinya kini di dalam negeri, pengusaha dan buruh terus berkonflik pada masalah klasik yaitu upah. Bahkan, di Ibu Kota Jakarta, para buruh mengancam akan menutup kawasan sentra ekonomi seperti Pelabuhan Tanjung Priok. Kita tahu hal itu, selain membuat anjlok produktivitas juga merusak iklim investasi.
Tak bisa dipungkiri, tingkat persaingan di dunia kerja akan semakin ketat di era Pasar Bebas ASEAN. Jika kita tidak serius mempersiapkan diri, siap-siap saja kita hanya jadi pecundang di negeri sendiri. Pemerintah pusat, pemerintah daerah dan seluruh pemangku kepentingan harus "memeras otak" untuk meningkatkan kualitas SDM dan jumlah tenaga terampil. Misalnya, dengan mengintensifkan kerja sama pendidikan dan ketenagakerjaan dengan negara-negara di ASEAN yang memiliki daya saing di atas negara kita.
Klaim pengusaha bahwa defisit tenaga terampil di negara kita sudah berlangsung 10 tahun ini harus segera diakhiri! Dari situlah baru optimisme kita untuk bisa bersaing dengan negara ASEAN dalam pasar bebas bisa muncul.
SAMBAS- Usaha Erwandi Kimsung (43) sebagai perekrut tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal, berakhir setelah polisi mampu menangkapnya di Jalan Raya Sajingan, Dusun Senipahan, Desa Sentaban, Sambas.Erwandi, yang khusus merekrut TKI ilegal untuk dikirim ke Malaysia itu, ditangkap pada Selasa (12/11/2013).
Penangkapan itu, tak lama setelah ia berhasil merekrut tiga warga Desa Semperiuk, Jawai Selatan, Nunung Anggriani (18), Ridwan Setiawan (22), dan M Fajar (19).
"Saat itu, tersangka dan ketiga korban berada dalam mobil. Selasa sore, tersangka beserta tiga orang TKI ilegal tersebut diamankan saat menumpang mobil taksi," ujar Kasatreskrim Polres Sambas Ajun Komisaris AKP Jajang, Rabu (13/11/2013).
Ia menegaskan, akan menindak tegas praktik TKI ilegal. Dia menyarankan, calon TKI menggunakan penyalur resmi jika ingin bekerja di luar negeri.
"Sebaiknya gunakan PJTKI yang resmi, dan tentunya akan terlindungi secara hukum. Kami tidak segan-segan melakukan tindakan tegas apabila masih melakukan pengiriman TKI secara illegal," ujar Jajang.
Jajang mengatakan, praktik TKI ilegal melanggar Pasal 4 dan Pasal 10 UU RI nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda Rp 600 juta. sumber 





.jpg)


