http://infobmi.blogspot.com/. Powered by Blogger.

Saturday, October 26, 2013

Selamatkan Ibu (TKI) Kita



Membaca tajuk yang
dimuat Beritasatu.com
pada Kamis, 27
September 2013
dengan judul Setop
Ekspor PRT, menarik
untuk dikaji. Pertama,
Indonesia merupakan salah satu negara
yang penduduknya “hobi” merantau. Entah
itu dalam kota, luar kota bahkan tak jarang
merantau ke luar negeri yang selanjutnya
dikenal dengan istilah tenaga kerja
Indonesia (TKI).
Kedua, keberadaan TKI selain sebagai
penyumbang devisa, kerap menjadi
masalah bahkan cenderung merendahkan
martabat bangsa Indonesia di mata
internasional. Kepala Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia (BNP2TKI), mengatakan
setidaknya ada 6,5 juta jumlah TKI di luar
negeri. Jumlah tersebut tersebar di 142
negara, mulai dari Malaysia, Singapure,
Korea, Jepang, dan banyak negara di Timur
Tengah. Angka tersebut masih belum
termasuk TKI yang illegal, sehingga potensi
jumlah TKI di luar negeri bisa jauh lebih
besar dari data tersebut.
Sebagian besar TKI kita adalah bekerja
sebagai buruh kasar, baik sebagai buruh
bangunan, buruh perkebunan dan
pembantu rumah tangga. Hal ini terjadi
karena kualifikasi pendidikan TKI kita masih
sangat rendah. Rata-rata pendidikan
mereka hanyalah SD, SMP, dan sedikit
sekali yang sudah tamat SMA atau sekolah
sederajat. Kondisi ini tentu sangat rentan
untuk mendapatkan perlakuan tidak adil
dari majikan, di mana TKI tersebut bekerja.
Kasus Wilfrida Soik (20), TKI asal NTT yang
terancam hukuman mati di Kelantan
Malaysia, hanyalah ibarat sebuah puncak
gunung es. Masih banyak TKI di tempat lain
yang diperlakukan seperti budak oleh
majikannya. Mereka hanya diperas
tenaganya, namun tidak mendapatkan
upah yang layak. Belum lagi perlakuan
dehumanisasi lainnya yang diterima oleh
TKI kita, seperti halnya pemerkosaan,
pelecehan seksual dan tindakan asusila
lainnya. Akibatnya dengan alibi
mempertahankan diri, muncul TKI yang
membunuh majikannya, atau bunuh diri
hanya sekedar untuk melarikan diri dari
masalah yang mereka hadapi.
Buah Simalakama
Terbatasnya kesempatan kerja di dalam
negeri merupakan pemicu utama tingginya
animo masyarakat untuk bekerja di luar
negeri. Kalaupun tersedia lapangan kerja,
jumlah pendapatan yang diterima masih
belum sebanding dengan biaya hidup yang
diperlukan. Selain untuk memenuhi
kebutuhan sandang pangan dan papan,
mereka juga harus membiayai pendidikan
anak yang semakin mahal. Kondisi ini tentu
semakin memperlebar jarak antara mimpi
hidup ideal dengan kenyataan. Berangkat
dari persoalan tersebut masyarakat memilih
jalan untuk menjadi TKI untuk menggapai
mimpi mereka.
Pilihan masyarakat menjadi TKI, bagi negara
menimbulkan dampak positif dan negatif.
Dampak positifnya, keberadaan TKI ini
selain dapat menekan angka pengangguran
juga dapat meningkatkan devisa Negara.
Oleh karena itu para TKI ini sering kali
mendapat julukan "Pahlawan Devisa".
Bahkan pada 2012, TKI menyumbang
devisa kepada negara sebesar 6,9 juta US
dolar atau setara Rp 66,6 trilun.
Namun di balik dampak positif tersebut,
dampak negatifnya juga sangat besar.
Selain memperkuat stigma bangsa
Indonesia sebagai bangsa buruh di mata
internasional, banyaknya masalah hukum
yang dihadapi TKI juga menjadi beban
politik baik di dalam negeri ataupun di luar
negeri. Tak jarang pemerintah menjadi
sasaran kritik dan demo dari masyarakat
ketika terjadi masalah hukum yang
menimpa TKI kita di luar negeri. Juga
pemerintah dipaksa “kikuk’’ di hadapan
bangsa lain untuk memperjuangkan
pembebasan hukuman bagi TKI kita.
Dari pengamatan penulis yang tinggal di
daerah di mana masyarakatnya banyak
menjadi TKI, dampak negatif yang paling
besar justru pada kehidupan sosial
bermasyarakat. Jika dilihat dari komposisi
gender, 78 persen dari jumlah TKI yang ada
merupakan kaum perempuan. Di dalamnya
banyak terdapat ibu-ibu rumah tangga.
Kondisi ini merupakan titik awal terjadinya
permasalahan sosial. Banyak anak-anak
yang mestinya tumbuh dan berkembang
dalam asuhan seorang ibu, justru
tertelantarkan. Begitu juga suami yang
terpaksa harus berjauhan dengan sang istri.
Tak jarang hubungan keluarga seperti ini
berujung pada perceraian.
Akibatnya dari kondisi ini banyak anak-
anak yang merupakan harapan bangsa
tumbuh dan berkembang dilingkungan
yang tidak sehat. Banyak anak-anak yang
terjerat pada kenakalan remaja. Jika kondisi
ini terjadi secara terus menerus maka
sebenarnya kita berkontribusi untuk
menyiapkan masa depan yang suram bagi
bangsa Indonesia.
Ciptakan Lapangan Kerja
Tidak ada kata lain, setop ekspor TKI kasar
dan ciptakan lapangan kerja! Itulah yang
mutlak harus kita lakukan, tidak cukup kita
menghentikan pengiriman TKI namun tidak
menciptakan lapangan kerja. Karena sama
saja kita menciptakan kekacauan sosial
baru.
Resepnya sebenarnya sederhana,
meneguhkan komitmen semua komponen
anak bangsa untuk berkontribusi
membangun bangsa, terutama pemerintah
harus mampu menjadi katalisator
pertumbuhan ekonomi. Banyak yang bisa
dimainkan pemerintah untuk bisa menjadi
‘’invisible hand’’ dalam pertumbuhan
ekonomi Negara kita. Mulai dari
menyiapkan infra struktur, pelatihan dan
juga membangun relasi pasar dan
produsen. Kuncinya aparatur pemerintah
harus bekerja on the track dan tidak mejadi
pemburu rente di balik jabatan mereka.
Kondisi ini penulis coba lakukan selama
menjadi pendamping petani. Berbekal
program yang dimiliki oleh pemerintah,
penulis melakukan pemetaan potensi dan
masalah yang ada di masyarakat. Alhasil
penulis melihat potensi ibu-ibu rumah
tangga yang begitu luar biasa, juga potensi
pekarangan yang banyak ditelantarkan. Jika
potensi tersebut digarap serius akan
menjadi kekuatan ekonomi baru yang
menjanjikan.
Ibu-ibu yang semula menganggur
selanjutnya dibekali keterampilan usaha
tani. Dan pekarangan yang semula hanya
lahan tidur kini menjadi lebih produktif.
Alhasil pekarangan kini menjadi lahan
pepaya california, budi daya ternak unggas
dan ikan lele yang bernilai ekonomis cukup
tinggi. Tinggal Pekerjaan Rumah kita adalah
menjembatani dengan pelaku pasar,
menjaga kontinuitas produksi yang
merupakan syarat utama sebuah kegiatan
usaha.
Kasus di atas hanyalah satu dari sekian
banyak model yang masih bisa
dikembangkan. Tinggal membangun team
work dan networking yang kuat, jika
kondisi ini terwujud betapa banyaknya ibu-
ibu yang bisa kita selamatkan untuk tidak
menjadi TKI di luar negeri. Menyelamatkan
ibu-ibu merupakan pangkal dari menjaga
harga diri bangsa Indonesia.
Comments
0 Comments

No comments:

 

Tag

IP

My-Yahoo

Blogger Widget Get This Widget

Histast

Total Pengunjung