http://infobmi.blogspot.com/. Powered by Blogger.

Sunday, March 30, 2014

Proses Pengiriman TKI Harus Ditata Ulang


Capres peserta konvensi Partai Demokrat Jend TNI (Purn) Pramono Edhie Wibowo
Jakarta- Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat (PD)Pramono Edhie Wibowo menegaskan proses pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) harus ditata ulang, sehingga kasus-kasus hukuman mati seperti Satinah tidak terulang kembali.
Menurutnya, bila terpilih menjadi calon presiden (capres) dalam Konvesi PD, mantan KASAD ini menegaskan akan menata ulang pengiriman TKI dan mengevaluasi kembali para agen TKI atau Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI).
“Yang namanya agen bolehlah cari untung. Tapi jangan buat bangsa sendiri, menjadi buntung dengan adanya kasus-kasus seperti ini. Itu yang harus dibicarakan kembali,” kata Pramono di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (29/3).
Pramono menegaskan keberadaan TKI tetap diperlukan, bukan hanya sebagai penghasil devisa negara Indonesia, tetapi dilihat dari tugas tanggung jawab pemerintah Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya.
Namun bukan berarti, akhirnya TKI asal dikirim saja tanpa menyelidiki kondisi hukum dan aturan negara setempat. Tanpa mempersiapkan TKI dengan kemampuan yang lebih baik seperti bahasa, keterampilan rumah tangga dan sebagainya. Serta tanpa memberikan pengetahuan kepada TKI mengenai adat, aturan hukum dan kebiasaan negara tersebut.
“Saya, kok merasa agen-agen yang mengirim TKI tidak melakukannya dengan tepat. Sepertinya menipu TKI, karena tidak menyiapkan TKI dengan kemampuan dan pengetahuan yang maksimal. Kita anggap mereka penyumbang devisa, tapi kita tidak bertanggungjawab terhadap keselamatan mereka,” tukas peraih penghargaan Anugerah Bintang Bhayangkara Utama dari Polri ini.
Agar kasus ini tidak berulang, maka mantan Kasdam IV/Diponegoro ini menegaskan harus dibina komunikasi yang baik antara PJTKI dengan pemerintah. Lalu dibina hubungan diplomatik yang baik, antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah setempat yang menjadi tempat kerja TKI.
Sehingga saat terjadi kasus seperti Satinah, pemerintah Indonesia tidak diperas dengan harus membayar uang jaminan yang begitu besar.
“Pemerintah Indonesia bicara dengan pemerintah setempat, dimana TKI itu bekerja. Kalau saya pribadi menilai, kesannya TKI sengaja di persalahkan, lalu terjadi pemerasan tinggi. Dulu hanya Rp 2 miliar, lalu meningkat Rp 5 miliar, lalu Rp 25 miliar, sekarang dituntut Rp 90 miliar. Jadi kesannya naik terus,” paparnya.
Pramono menegaskan, bukan berarti pemerintah tidak bertanggung-jawab kepada rakyat yang tengah menghadapi masalah hukum di luar negeri. Tapi PJTKI juga perlu bertanggung jawab, termasuk membayardiyath.
“Kalau ada sesuatu terjadi terhadap TKI, itu juga menjadi tanggung-jawab pengirim. Karena itu akan memberi pelajaran kepada agen/PJTKI untuk mengirimkan seseorang. Jadi mesti ada tanggung-jawab PJTKI. Termasuk membayardiyath, karena PJTKI hanya kumpulkan untung, terus kalau seperti ini diserahkan tanggung jawabnya ke negara," tegasnya.
Kalau pembayarandiyathselalu diserahkan kepada negara, lama-kelamaan pemerintah Indonesia akan melakukan kerugian. Bahkan kemungkinan subsidi untuk rakyat Indonesia akan berkurang banyak karena dipakai terus untuk membayar TKI yang dihukum mati.
“Jadi tidak pas pembayarandiyathmenjadi tanggung jawab pemerintah secara keseluruhan. Kalau semua orang melakukan kesalahan, lalu negara yang tanggung jawab, ya tidak pas dong. Lama-lama kesannya jadi pemerasan. Subsidi kita berkurang untuk membayar orang yang dihukum mati terus. Lama-lama kita tidak bisa membangun rumah sakit karena subsidi dialihkan kesana semua,” tuturnya.
Penulis:

Lenny Tristia Tambun

by beritasatu.com
Comments
0 Comments

No comments:

 

Tag

IP

My-Yahoo

Blogger Widget Get This Widget

Histast

Total Pengunjung