BNP2TKI, Hongkong (26/6): Rencana pemerintah Indonesia menghentikan pengiriman tenaga kerja domestik atau biasa disebut TKI PLRT (Penata Laksana Rumah Tangga) pada Tahun 2017, membuat warga Hong Kong ketar-ketir. Bahkan dikhawatirkan Hong Kong bakal menghadapi kelangkaan akut ketersediaan pembantu rumah tangga dengan bayaran rendah.
Data Departemen Imigrasi Hong Kong melaporkan lebih dari 290 ribu pembantu rumah tangga (PRT) asing, terutama dari Indonesia, Filipina, dan Thailand, tinggal dan bekerja di wilayah administrasi khusus Hong Kong.
Dikutip dari laman cnn.com, saat ini telah muncul ketakutan akan rencana Indonesia menghentikan ekspor tenaga kerja berketerampilan rendah 2017 nanti yang bisa menyebabkan kelangkaan pekerja dengan bayaran murah. Hal ini membuat pihak agensi mencari PRT dari wilayah lain.
Bahkan pada pekan ini, Hong Kong dilaporkan menerima rombongan PRT pertama dari Bangladesh, India. Negara ini berharap menyediakan banyak lowongan untuk para wanita yang mau bekerja di negara asing dengan bayaran 3.920 dolar Hong Kong atau sekitar Rp 4,2 juta per bulan.
Sebanyak 75 warga Bangladesh berikutnya akan tiba di Hongkong tiga bulan mendatang, diikuti sekitar 150 sampai 200 pembantu tiap bulan setelahnya.
Managing Director dari Technic Employment Service Centre, Teresa Liu Tsui-lan, mengatakan jumlah PRT dari Filipina dan Indonesia saat ini tak terlalu banyak. "Kami punya kursus pelatihan yang baik untuk para PRT di Bangladesh selama tiga bulan di mana mereka belajar masakan China dan Kanton" lanjutnya.
Dia mengatakan banyaknya persaingan dengan Singapura, Malaysia dan Taiwan membuat Hong Kong kesulitan merekrut PRT Indonesia. Meski Hong Kong menawarkan gaji yang lebih tinggi, jarak ketiga negara pesaing yang lebih dekat, memudahkan pekerja Indonesia untuk pulang ke tanah air.
PRT Indonesia memang sangat dibutuhkan mengingat dengan kemampuan bahasa Inggrisnya yang terbatas, kemampuan bahasa Kanton-nya cenderung meningkat pesat.
Sebaliknya PRT Filipina, yang seringkali berbahasa Inggris dengan baik, biasanya berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan para pekerja Hong Kong.
Data departemen imigrasi Hong Kong menemukan sampai saat ini hanya ada 71 pekerja Bangladesh atau jauh lebih sedikit dibandingkan 152.557 PRT asal Indonesia dan 149.009 PRT asal Filipina.
Untuk melamar pekerjaan di Hong Kong, para PRT Bangladesh ini mengaku membayar agensi di negaranya sebesar HK$ 13.000, lebih besar dari gajinya selama tiga bulan.
Salah satu PRT, Khadiza Akter, mengatakan pada media dia akan bekerja di kota ini selama 5 tahun. Wanita satu anak ini ingin memberikan pendidikan yang lebih baik untuk anaknya dan membangun usaha dengan suaminya yang bejerja sebagai sopir taksi. (ARW/Lip6)
RIYADH, (PRLM)- Pemerintah Arab Saudi memberi
batas proses pemutihan para pekerja gelap itu selama tiga bulan,
terhitung sejak awal April 2013 lalu sampai 3 Juli 2013. Para pekerja
asing yang tidak melakukan pemutihan sebelum batas waktu 3 Juli terancam
dideportasi atau didenda.
Kebijakan yang mengharuskan para pekerja asing mendaftar ulang itu
diambil untuk menangani meningkatnya pengangguran di negara itu,
khususnya anak-anak muda. Berdasarkan data, tingkat pengangguran di
negara kaya minyak itu mencapai 12 persen.
Menjelang tenggat waktu 3 Juli 2013, baru 1,5 juta pekerja migran
gelap di Arab Saudi yang telah mendaftarkan diri untuk melegalkan
status mereka di negara kerajaan itu.
Hal itu diungkapkan otoritas Kementerian Tenaga Kerja Arab Saudi
seperti dilaporkan Reuters, Minggu (23/6/13). Termasuk dari 1,5 juta
tenaga kerja illegal itu adalah para TKI, pekerja Filipina, Bangladesh,
Sri Lanka, Yaman, India dan Pakistan.
Jumlah pekerja yang melakukan pemutihan itu masih sedikit
dibandingkan jumlah total pekerja illegal di Arab Saudi yang mencapai
sembilan juta orang itu. (A-133/A-108)*** by: pikiran-rakyat.com
Jakarta (




REPUBLIKA.CO.ID


.jpg)


