JAKARTA --
Pengamat Politik dari Universitas
Airlangga, Haryadi, mengatakan,
jika ada gugatan hasil Pilpres
yang dilakukan oleh salah satu
kubu pasangan capres cawapres
diajukan ke Mahkamah Konstitusi
(MK), maka hal itu tidak akan
mendapat dukungan dan
apresiasi dari elemen masyarakat
manapun.
Bukan itu saja, kata Haryadi,
segala bentuk protes baik aksi
unjuk rasa dan demonstrasi yang
dilakukan ke KPU oleh kubu
yang kalah dalam Pilpres, juga
akan dianggap angin lalu oleh
masyarakat.
Railway Rolling Stock IEC
webstore.ansi.org
"Sebab itu semua akan dianggap
hanya prasangka politik yang tak
mendasar. Jadi tidak akan
mendapat apresiasi masyarakat.
Jika masih ada yang
mengapresiasi, maka itu sama
artinya dengan mengapresiasi
prasangka politik yang tak
mendasar," kata Dosen Politik di
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP) Universitas
Airlangga (Unair) itu, Minggu
(20/7/2014).
Haryadi menjelaskan saat ini
masyarakat berada dalam tahap
yang tenang untuk meninggu
hasil Pilpres serta berharap
semua kubu yang ada
menerimanya dengan lapang
dada.
Karenanya, kata Haryadi, segala
bentuk protes atas hasil Pilpres
yang ditetapkan KPU, akan
dianggap hanya merupakan
instrumen politik untuk
mengurangi rasa malu kubu
mereka yang kalah atas
kontestasinya di Pilpres 2014.
"Jadi itu akan dianggap hanya
sebagai cara untuk tutupi rasa
malu saja. Pilihan langkah yang
salah, karena akan menambah
malu. Tapi ini bisa dimengerti,"
katanya.
Menurut Haryadi yang penting
dan sangat perlu ditegaskan
adalah bahwa faktanya kedua
kubu, yakni masing-masing
pendukung capres telah
melakukan pelanggaran atau
kecurangan dimana hal itu sudah
diatasi di level dimana
kecurangan atau pelanggaran itu
terjadi.
Umumnya, kata dia, pelanggaran
atau kecurangan terjadi karena
pemilih mencoblos dua kali di
TPS yang berbeda.
"Solusi coblos ulang sudah
dilakukan di beberapa TPS.
Sehingga, jika dalam verifikasi dan
penetapan hasilnya di level
provinsi sampai KPU masih ada
protes dan demo, maka hal itu
akan dianggap tak lebih sebagai
kecurigaan dan prasangka yang
tidak berdasarkan fakta saja,"
katanya.
Haryadi menambahkan protes,
walk out serta penolakan
penandatangan hasil rekap oleh
para saksi pendukung Prabowo-
Hatta di beberepa provinsi serta
saat saat rekap nasional di KPU,
nantinya bisa dijadikan dasar
sebagai gugatan hasil Pilpres ke
Mahkamah Konstitusi (MK).
"Sepertinya cara walk-out dan
menolak menandatangani berita
acara penetapan hasil Pilpres di
beberapa provinsi seperti di DKI,
Jawa Timur, dan Bangka,
tampaknya akan menjadi dasar
argumen mereka menggugat
kekalahan Prabowo-Hatta ke
MK," kata Haryadi.
Namun, katanya, sekali lagi hal
itu tidak akan mendapat apresiasi
masyarakat. Menurutnya
kecurigaan adanya kecurangan
yang dihembuskan tim
pemenangan salah satu kubu
hanya sebatas kecurigaan saja
dan bukan hal mendasar.
"Sebagian besar kecurigaaan
kecurangan karena ada warga
yang diperbolehkan mencoblos
dengan bukti KTP dan
keterangan domisili dari
kelurahan atau desa setempat,
tanpa dilengkapi pengantar surat
model A-5 atau surat keterangan
pindah mencoblos. Dan itu sudah
diatasi dengan pemilihan ulang,"
katanya.
Jadi, tambah Haryadi, basis nalar
dari tindakan protes, walk-out,
demo dan rencana menggugat ke
MK itu hanyalah sebatas curiga
saja dan bukan mengacu bukti
faktual perihal pelanggaran.(Budi
Malau)
Baca Juga ↓< /span>
Mahfud MD Belum Bersedia Ucapkan Selamat Kepada Jokowi-JK
Tim Hukum Jokowi-JK Siap Hadapi Gugatan Di MK
Para Relawan Dari Dua Kubu Capres, Adalah Pahlawan Demokrasi
Sumber ↓