Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk meminta perpanjangan waktu kepada pemerintah Arab Saudi terkait pemberian masa amnesti (pengampunan) terhadap warga negara Indonesia yang bekerja di negara itu.
"Batasan yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi untuk pengurusan amnesti berakhir pada 3 Juli 2013 masih kurang," kata Wakil Menkumham Denny Indrayana kepada wartawan usai rapat pimpinan tingkat menteri (RPTM) di Kementerian Koordintor Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan bahwa langkah-langkah diplomasi terus mengambil jalur komunikasi tingkat tinggi untuk memastikan bahwa tanggal 3 Juli 2013 sulit untuk dijadikan patokan
Menurut Denny, batasan waktu yang diberikan kerjaan Arab Saudi terlalu sempit, terlebih pengurusannya dalam seminggu pihak pemerintah Arab Saudi hanya memberikan waktu satu hari dengan maksimal 200 orang.
Sedangkan dalam pelayanan amnesti ini, dengan adanya fasilitas dan tenaga tambahan pihak pemerintah Indonesia melalui Konsulat Jenderal RI permohonan surat perjalanan laksana paspor (SPLP) sekitar 80 ribu, sedangkan dalam sehari bisa mengeluarkan 5 ribu SPLP.
Ketika ditanya batas waktu ideal yang diminta Pemerintah Indonesia kepada pihak Kerajaan Arab Saudi, Denny mengatakan bahwa Kementerian Luar Negeri yang tahu hitungannya.
"Tapi yang jelas dalam masa fleksibel yang memungkinkan kebijakan pemutihan atau amnesti ini efektif di lapangan," tandasnya.
Denny mengatakan, hingga tanggal 23 Juni 2013, terdapat 78.921 WNI yang mendaftar untuk mendapat SPLP. Dari jumlah pendaftar tersebut, sebanyak 35.759 SPLP yang telah diterbitkan dan 30.797 SPLP yang sudah diserahkan.
Selanjutnya, proses yang harus dijalankan setelah SPLP dikeluarkan adalah pelimpahan berkas ke Imigrasi Arab Saudi agar pemohon mendapat pemutihan yang dimaksud.
"Kelanjutan setelah menerima dokumen imigrasi, kami membantu proses di Imigrasi Jeddah. Sayangnya, pihak Arab Saudi hanya memberikan waktu sehari dalam seminggu, sehingga tidak mungkin semua WNI yang mendaftar dapat memperoleh pemutihan itu," katanya.
Di tempat yang sama, Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan waktu yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi terlalu sempit untuk proses pengurusan SPLP.
"Pengurusan paspor bagi TKI yang ingin pulang atau ingin bertahan untuk tetap bekerja hanya 1 hari saja dalam seminggu, yaitu hari Rabu. Dalam sehari itu hanya bisa menampung 200 orang TKI yang ingin mendapatkan pelayanan paspor. Itu sangat sempit," katanya.
Upaya pemerintah Indonesia, kata Djoko, terhadap TKI di Arab untuk mendapat pemutihan sudah dilakukan secara maksimal.
"Kita sudah dokumentasikan mereka semua. Dari sana ada yang sudah punya izin resmi, serta ada yang memamg ilegal. Itulah yang akan kita bantu urus dalam mendapatkan legalnya mereka bekerja di sana atau ingin kembali ke Indonesia. Namun permasalahannya adalah kantor Imigrasi Arab Saudinya itu hanya satu hari dalam melayanani TKI kita," jelasnya.
Wakil Menteri Luar Negeri Wardhana menambahkan bagi TKI yang sudah memiliki SPLP bisa mengurus paspor di Kantor Imigrasi Arab Saudi dengan dibantu oleh pihak KJRI setempat.
Namun, bagi warga negara Indonesia yang masih ingin berada di Arab Saudi untuk bekerja, maka harus ada kontrak kerja, unsur perlindungan dan izin tinggal.
Kalau semua persyaratan tersebut sudah tercapai, maka mereka bisa mengajukan paspor. Bagi mereka yang ingin pulang, bisa segera diajukan," katanya.
Ia menilai pemberian amnesti bagi TKI dari pemerintah Arab Saudi memberikan kemudahan bagi TKI yang tidak punya dokumen untuk memperoleh kejelasan status.
Wardhana mengatakan pemerintah Indonesia meminta Arab Saudi untuk memperpanjang program pengampunan atau amnesti yang diberlakukan pemerintah negara itu sejak 11 Mei-3 Juli 2013 karena waktu yang diberikan tidak cukup untu mengurusi semua TKI yang berada di Arab Saudi.
Menurut dia, pemerintah Arab Saudi nampaknya bakal memenuhi permintaan Indonesia, tetapi hingga kini belum ada tanggapan secara tertulis mengenai perpanjangan program amnesti.
"Batas waktu hingga 3 Juli 2013 secara teknis sulit dilakukan dan tak akan tercapai. Paling tidak, kita membutuhkan waktu hingga Lebaran Haji (Idul Adha) nanti," kata Wardhana.(fr) sumber
RIYADH, (PRLM)- Pemerintah Arab Saudi memberi
batas proses pemutihan para pekerja gelap itu selama tiga bulan,
terhitung sejak awal April 2013 lalu sampai 3 Juli 2013. Para pekerja
asing yang tidak melakukan pemutihan sebelum batas waktu 3 Juli terancam
dideportasi atau didenda.
Kebijakan yang mengharuskan para pekerja asing mendaftar ulang itu
diambil untuk menangani meningkatnya pengangguran di negara itu,
khususnya anak-anak muda. Berdasarkan data, tingkat pengangguran di
negara kaya minyak itu mencapai 12 persen.
Menjelang tenggat waktu 3 Juli 2013, baru 1,5 juta pekerja migran
gelap di Arab Saudi yang telah mendaftarkan diri untuk melegalkan
status mereka di negara kerajaan itu.
Hal itu diungkapkan otoritas Kementerian Tenaga Kerja Arab Saudi
seperti dilaporkan Reuters, Minggu (23/6/13). Termasuk dari 1,5 juta
tenaga kerja illegal itu adalah para TKI, pekerja Filipina, Bangladesh,
Sri Lanka, Yaman, India dan Pakistan.
Jumlah pekerja yang melakukan pemutihan itu masih sedikit
dibandingkan jumlah total pekerja illegal di Arab Saudi yang mencapai
sembilan juta orang itu. (A-133/A-108)*** by: pikiran-rakyat.com
REPUBLIKA.CO.ID
Laporan Wartawan



Jakarta (![Anggota Komisi IX DPR RI Rieke Diah Pitaloka (kanan), didampingi Direktur Migrant Care, Anis Hidayah berbicara dalam diskusi tentang kerusuhan TKI di Jeddah, Arab Saudi, di Press Room DPR RI, Jakarta, Kamis (13/6). [SP/Gusti Lesek]](http://www.suarapembaruan.com/media/images/medium2/20130613192929209.jpg)







TEMPO.CO


.jpg)


