http://infobmi.blogspot.com/. Powered by Blogger.

Wednesday, January 29, 2014

Penyebab Kematian M Tahir TKI Asal Sumbawa NTB Simpang Siur


REPUBLIKA.CO.ID, SUMBAWA BESAR -- Informasi penyebab kematian M Tahir (43), seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Dusun Ai Beta, Desa Kerato, Kecamatan Unter Iwis, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, di Malaysia, hingga kini masih simpang siur.
Ardian, juru bicara keluarga M Tahir, yang ditemui di Desa Kerato, Rabu, mengakui jika menerima dua informasi penyebab kematian korban.
Informasi pertama, diterima dari seorang TKI yang tinggal bertetangga mess dengan korban. TKI yang diduga asal Pulau Lombok itu memberitahukan, korban meninggal dunia karena tenggelam saat pergi menjaring ikan di laut setelah kapal yang ditumpanginya terbalik. Sedang informasi kedua berasal dari seorang TKI yang mengaku sebagai teman dekat korban, dan saat ini kebetulan memegang handphone milik M Tahir.
"TKI yang mengaku teman dekat M Tahir mengatakan, korban meninggal dunia karena terjatuh dari ketinggian sekitar enam meter saat memasang instalasi listrik di sebuah bangunan," ujar dia.
Tubuh dan kepala M Tahir terhempas di bibir kolam, lalu jatuh ke dalam kolam. "Inilah barangkali yang akhirnya menjadi ramai dikabarkan kalau M Tahir meninggal karena tenggelam," kata Ardian yang didampingi istri korban Ainun dan dua anaknya, yakni Nining dan Leni Kusnaini.
Terkait kesimpangsiuran informasi ini, lanjut Ardian, memunculkan kecurigaan keluarga yang menilai ada kejanggalan dari kematiannya korban. Meski demikian, Ardian tidak ingin berspekulasi karena masih fokus memikirkan kepulangan jenazah korban. "Yang kami inginkan sekarang bagaimana jenazah saudara kami ini cepat dipulangkan," katanya.
Red:Yudha Manggala P Putra
Sumber:
ANTARANEWS

89 TKI Jadi Sarjana di Hongkong



HONGKONG, KOMPAS.COM — Kabar baik tentang nasib tenaga kerja Indonesia (TKI) datang dari Hongkong. Sebanyak 89 orang TKI di Hongkong diwisuda pada Minggu (26/1/2014) setelah menyelesaikan studi mereka di Saint Mary’s University, sebuah universitas swasta dari Filipina yang buka cabang di Hongkong. Demikian ditulis Dian Kelana dalam blog-nya di Kompasiana hari Selasa ini. Dian Kelana mengaku telah mengadakan pembicaraan jarak jauh dengan Suprapti dan Nissa Mariyana, dua dari 89 wisudawan itu yang sebelumnya hanya tamat SMA dan SMK. Keberhasilan mereka tidak lepas dari peran majikannya yang mendukung keduanya mendapat pendidikan lanjutan. Majikan Suprapti bahkan terpilih sebagai "The Best Boss" bersama empat majikan lainnya, dalam pemilihan The Best Boss atau majikan terbaik yang diadakan Mandiri Sahabatku & Universitas Ciputra Cabang Hongkong pada 20 Januari. Nasib Suprapti dan Nissa Mariyana kontras dengan yang dialami sejumlah TKI lain, seperti Erwiana Sulistyaningsih, yang justru disiksa majikannya sendiri. Erwiana (23 tahun) asal Sragen, Jawa Tengah, harus pulang dari Hongkong dengan kondisi luka parah akibat siksaan yang dilakukan majikannya. Kasusnya itu telah memicu aksi unjuk rasa ribuan pekerja migran di Hongkong pada 16 Januari. Suprapti, seperti ditulis Dian Kelana, mengatakan bahwa dia bercita-cita ingin jadi guru ketika pulang ke Tanah Air nanti. Tetapi, keinginan utamanya saat ini adalah fokus pada rencana mendirikan rumah baca. Berbeda dengan Suprapti yang asal Purwekerto, Jawa Tengah, Nissa Mariyana ingin beternak kambing dan ayam. Saat ini usaha tersebut sudah berjalan, tetapi dikelola kedua orangtuanya di Desa Bibrik, Madiun, Jawa Timur. Suprapti dan Nissa lulus dengan gelar BSEM atau Bachelor of Science in Entrepreneurial Management. Mereka akan mendapat gelar kedua dari Universitas Adhi Niaga, Jakarta, yang buka cabang di Hongkong. Mereka telah mengambil double degree, dua program studi berbeda di universitas berbeda pada periode yang sama. Keduanya tinggal menyelesaikan masa kuliah satu semester lagi. Bila tuntas, Suprati dan Nissa akan pulang dengan dua gelar sarjana, yaitu sarjana ekonomi dan sarjana entrepreneur. (Kisah lengkap tentang mereka baca di Buruh Migran Hongkong) Editor: Egidius Patnistik Sumber:
Kompasiana

Tuesday, January 28, 2014

Muhaimin BersyukurHiu Bersaudara Divonis Bebas


JAKARTA, KOMPAS.com- Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar menyatakan bersyukur atas putusan pengadilan Malaysia yang memberikan vonis bebas murni kepada dua tenaga kerja Indonesia, Frans Hiu dan Dharry Frully Hiu.
"Kami bersyukur Hiu bersaudara ini bebas dari ancaman hukuman mati. Pemerintah akan terus memperjuangkan dengan berbagai upaya secara seoptimal mungkin untuk menyelamatkan semua WNI dan TKI dari ancaman hukuman mati di semua negara penempatan," kata Muhaimin melalui keterangan Humas Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Jakarta seperti dikutip dariAntara, Selasa (28/1/2014).
Dua bersaudara asal Siantan Tengah, Pontianak Utara, Kalimantan Barat, tersebut awalnya terancam hukuman mati setelah didakwa membunuh pencuri yang memasuki kedai arena permainan Play Station milik majikannya Hooi Teong Sim, di Selangor, Malaysia, 2009.
Sidang banding yang dilaksanakan Selasa (28/1) pukul 09.00 waktu setempat di Mahkamah Rayuan Putrajaya Malaysia menyatakan Hiu bersaudara bebas murni dari hukuman mati. Putusan itu diketahui berdasarkan laporan Atase Tenaga Kerja (Atnaker) KBRI di Kuala Lumpur, Malaysia.
Menindaklanjuti keputusan sidang tersebut, Muhaimin mengatakan, dalam waktu dekat KBRI akan membuat Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) untuk memulangkan kedua bersaudara tersebut dengan biaya pemerintah.
"Diharapkan pada saat hari raya Imlek Hiu bersaudara bisa merayakan bersama keluarganya di Kalbar," ujar Muhaimin.
Muhaimin mengatakan, vonis bebasnya Hiu bersaudara itu merupakan hasil kerja sama dan koordinasi yang baik antara banyak pihak termasuk KBRI Malaysia yang menyediakan pengacara untuk Hiu bersaudara dari Gooi & Azura.
Muhaimin menambahkan, pemerintah Indonesia telah melakukan pembelaan dan pendampingan hukum kepada dua TKI tersebut melalui penyediaan pengacara khusus sampai tingkat banding dan kasasi untuk membebaskan keduanya.
"Pemerintah secara maksimal berusaha memberikan pendampingan dan pembelaan hukum kepada semua TKI yang terlibat masalah hukum di negara-negara penempatan. Terutama TKI yang terancam hukuman mati," tutur Muhaimin.
Untuk kasus Hiu bersaudara, Muhaimin mengklaim pemerintah telah mengambil langkah-langkah pendampingan dan perlindungan secara maksimal.
Frans Hiu dan Dharry Frully Hiu bekerja di sebuah kedai arena permainan Play Station milik Hooi Teong Sim, di Selangor, Malaysia sejak 2009 dengan visa pelancong untuk bekerja.
Pada 3 Desember 2010, Frans memergoki seorang pencuri melakukan aksinya di mes perusahaan tempatnya bekerja di Jalan 4 Nomor 34, Taman Sri Sungai Pelek, Sepang, Selangor, Malaysia.
Pencuri tersebut, warga negara Malaysia bernama Kharti Raja akhirnya ditangkap oleh Frans, namun kemudian pencuri itu pingsan dan meninggal dunia di lokasi.
Pemeriksaan lebih lanjut oleh pihak kepolisian Malaysia mendapati pencuri tersebut memiliki narkoba di saku celananya dan visum dokter juga menyebutkan bahwa Kharti Raja meninggal akibat "over dosis" narkoba.
Pengadilan Majelis Rendah Selangor menyidangkan Frans, Dharry serta seorang rekan kerja mereka berkewarganegaraan Malaysia sekitar bulan Juni-Juli tahun 2012 dengan putusan ketiganya dinyatakan tidak bersalah dan diputuskan bebas dari semua tuntutan.
Namun, persidangan selanjutnya menghasilkan vonis yang berbeda hingga akhirnya vonis sidang banding kembali membebaskan kedua bersaudara tersebut.
Editor: Sandro Gatra
Sumber:
nasional.kompas.com/read/2014/01/28/1749038/Muhaimin.Bersyukur.Hiu.Bersaudara.Divonis.Bebas

Polisi Dubai Lambat Menangani Kasus Kekerasan TKI


Farida Aini (kanan), setelah mengikuti kegiatan pertemuan sesama pekerja Indonesia di Dubai

Ketika bekerja pada majikan pertama, saya pernah bersengketa hukum karena istri majikan melakukan kekerasan dengan memukul tangan saya hingga lebam. Saya tak paham dengan motif istri majikan yang memicu ia berbuat demikian. Bagaimanapun dan di negara manapun tindakan kekerasan tidak diperbolehkan. Selang dua hari usai pemukulan, saya memutuskan untuk melapor kepada otoritas polisi Dubai.
Pelaporan tersebut lantaran majikan tidak menepati janji, bahwa saya akan dipekerjakan di kantor bukan di rumah. Majikan juga mengungkapkan jika saya ingin pulang ke Indonesia, biaya kepulangan harus ditanggung diri saya sendiri. Tentu hal tersebut tak sesuai kontrak kerja. Di dalam kontrak kerja dijelaskan bahwa jika pemutusan hubungan kerja dilakukan pihak pertama, maka majikan harus menanggung tiket kepulangan dan gaji penuh pada bulan itu.
Di kantor polisi saya dipertemukan dengan superintendent, beliau bersedia menerima laporan tetapi untuk membuat laporan saya diharuskan untuk pergi visum di Dubai Hospital. Dua jam menunggu, petugas rumah sakit memberi tahu bahwa saya harus visum di Albaraha Hospital yang letaknya berhadapan karena hanya ada satu polisi di dua rumah sakit tersebut. Di Albahara Hospital saya melakukan visum tanpa dipungut biaya dan selang satu jam kemudian hasil visum keluar.
Saya kembali ke kantor polisi Muraqqabat, namun sayangnya petugas telah ganti dan saya harus kembali esok harinya. Petugas sempat mengecek paspor saya dan ternyata ada laporan dari majikan jika saya melarikan diri atau tamim. Polisi sebenarnya akan menahan buruh migran yang dilaporkan melarikan diri. Tetapi dalam kasus ini berbeda, saya melapor terlebih dahulu sebelum majikan melapor. Jadi saya bebas meninggalkan kantor polisi tanpa ditahan.
Esoknya saya kembali ke kantor polisi dan petugas polisi yang sedang berjaga menyuruh saya untuk kembali ke rumah sakit Albaraha guna menerjemahkan hasil visum dalam bahasa Arab. Ketika saya kembali ke kantor polisi sore hari, petugas sempat kaget melihat kedatangan saya lagi. Dengan agak marah polisi bertanya apa yang saya mau, apakah dipulangkan ke Indonesia, atau mendaftarkan kasus saya. Polisi kemudian berinisiatif untuk memanggil majikan memberitahukan bahwa saya berada di kantor polisi dan hendak melaporkan istri majikan.
Majikan tentu saja menghindar dan mengaku sedang pergi ke luar kota. Namun polisi tetap menyuruh majikan untuk datang paling lambat dalam kurun waktu satu jam. Maka satu jam kemudian majikan datang bersama istri dan dua anaknya, mereka memutar balikkan fakta dan kejadian sebenarnya di depan polisi.
Polisi Dubai sempat memihak mereka dan menawarkan pada saya, jika ingin pulang tiket pesawat akan dibayar tetapi gaji hanya dibayar setengahnya. Tetapi saya menolaknya. Saya lantas menunjukkan kontrak kerja dan menyebutkan bahwa kewajiban majikan adalah membayar gaji penuh dan tiket pesawat. Polisi sempat tak mau melihat kontrak kerja dan malah menanyakan kesiapan saya menerima majikan baru.
Setengah jam kemudian polisi bertanya apakah saya tetap ingin mendaftarkan kasus istri majikan. Saya tetap bersikukuh untuk mendaftarkan. Polisi menghubungi majikan dan mengatakan membutuhkan kehadiran istri dan paspornya untuk melengkapi laporan. Majikan dan istrinya datang dengan wajah marah, polisi menahan paspornya, dengan demikian ia tak bisa meninggalkan Uni Emirat Arab. Laporan baru selesai dibuat polisi pada pukul 02.30 dini hari dan polisi memberikan sepucuk surat untuk kemudian saya bawa ke markas Criminal Investigation Department (CID) Dubai membuat visum yang dikeluarkan CID. Butuh dua hari yang melelahkan untuk meyakinkan kepolisian Dubai bahwa saya mendapat kekerasan dari majikan!
Sumber
buruhmigran.or.id/2014/01/28/polisi-dubai-lambat-menangani-kasus-kekerasan-tki/

Penyiksaan TKI Kokom di Saudi Sulit Diproses



Konsul Jenderal Indonesia di Jeddah mengatakan sulit untuk memproses hukum majikan yang diduga menyiksa tenaga kerja Indonesia, Kokom Binti Bama, di Arab Saudi karena kurangnya data dan tidak adanya dokumen resmi.
“Kita sulit memproses hukum, karena dia tidak tahu majikannya di mana, karena Kokom ini kerjanya pindah-pindah dan kerja bebas. Statusnya memang ilegal setelah kabur dari majikan pertama,” kata Konsul Pelayanan Warga di KJRI Jeddah, Sunarko, ketika dihubungi Wartawan BBC Indonesia, Christine Franciska.
Seperti diketahui, Kokom Binti Bama, 35, ditemukan sekitar tiga bulan lalu dan dibawa ke KJRI Jeddah setelah mengalami penyiksaan saat bekerja.
Dia sempat lari dari majikan pertama karena gajinya tak dibayar selama lebih dari satu tahun. Setelah bekerja di tempat lain secara ilegal, dia mengalami penyiksaan dengan sejumlah memar di wajah dan sekujur tubuh.
Kondisi Kokom ketika ditemukan cukup parah. “Kaki kanan kurang berfungsi dengan baik, penglihatannya agak kabur, dan kupingnya juga digunting,” kata sejumlah aktivis Buruh Migran Indonesia Saudi Arabia.
“Perlu dipertanyakan”
Menurut Sunarko, keadaan Kokom yang kini tinggal di tempat penampungan KJRI sudah membaik.
Pihaknya kini sedang memperjuangkan hak-hak berupa gaji pada majikan yang pertama.
“Yang bisa kita upayakan kita menuntut gaji majikan pertama, karena status kerjanya resmi selama satu tahun. Ini sedang kita urus hak-haknya. Tetapi majikan pertama ini tidak melakukan penyiksaan, Kokom kabur saja karena tidak dibayar,” kata Sunarko.
Namun Aktivis Buruh Migran Indonesia Saudi Arabia, Abdul Hadi, mengatakan penanganan kasus penyiksaan TKI di Arab Saudi oleh pemerintah RI kurang bertanggung jawab dan kurang manusiawi.
“Kasus Klik seperti [Erwiana] di Hong Kong, sebetulnya di sini lebih banyak, tetapi penanganannya perlu dipertanyakan,” katanya
Sumber
http://m.poskotanews.com/2014/01/28/penyiksaan-tki-kokom-di-saudi-sulit-diproses/?utm_source=twitterfeed&utm_medium=twitter

Rieke PDIP Desak SBY Tegas Tangani Penganiayaan TKI


Rieke Diah Pitaloka (Liputan 6.com/Andrian M. Tunay)

Liputan6.com, Jakarta: Kasus yang menimpa salah satu Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Indonesia, Erwiana, terbukti tidak dapat selesai begitu saja dengan telepon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada korban dan keluarganya, ataupun mengunggah foto ke media sosial.
Terkait kasus ini, Anggota komisi XI, Rieke Diah Pitaloka, mendesak Presiden SBY untuk melakukan langkah konkret dalam menuntaskan kasus kekerasan yang dialami TKW Indonesia.
"Kali ini, lakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh kepala pemerintah. Instruksikan tegas kepada pembantu-pembantu bapak. Bersikaplah sebagai panglima penyelamat rakyat, sekaligus menjaga harga diri bangsa," cetus politisi PDIP itu di Jakarta, Selasa (28/1/2014).
Kasus kekerasan terhadap TKW yang terjadi, bukan saja hanya menimpa Erwiana. Seorang TKW di Taiwan, Sihatul Alfiah (27 tahun) baru-baru ini mendapat perlakuan keji dari majikannya, Hung Den Jin. Selain mempekerjakan korban di luar kontrak kerja yang telah disepakati dan ditandatangani, yaitu merawat orangtua, Sihatul justru dipekerjakan sebagai pemerah dan pembersih kandang sapi di Liouying, distrik Taiwan.
Jam kerjanya pun di luar konteks manusiawi. Dari pukul 03.30 hingga 10.00 pagi ia sudah bekerja dan mulai bekerja lagi pada pukul 15.00 - 22.00 malam. Selain itu, ia pun harus tidur di dekat kandang sapi.
Karena tidak tahan dengan perlakuan majikannya, ia memberanikan diri untuk mengadu ke PT Sinergi Binakarya, Malang, yaitu jalur legal yang menyalurkan dirinya bekerja di Taiwan. Pihak agen akhirnya mendatangi rumah Den Ji. Namun, Sihatul bukannya terbantu, ia malah mendapatkan siksaan yang semakin parah.
21 September 2013, Sihatul dipukul dengan benda tumpul di bagian belakang. Ia langsung tak sadarkan diri dan mengalami koma selama 1 bulan di rumah sakit. Sekarang, Sihatul telah bangun dari koma dengan ditopang peralatan medis. Ironisnya Sihatul bukannya dibawa ke rumah sakit, melainkan panti jompo. (Tya/Mut)
Sumber
Rieke PDIP Desak SBY Tegas Tangani Penganiayaan TKI

Kasus TKI Erwiana, Pemerintah Dinilai Tidak Tegas



KBRN, Jakarta : Proses hukum atas kasus Erwiana Sulistyaningsih, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang menjadi korban kekerasan majikannya di Hongkong, masih bergulir. Majikan Erwiana yang bernama Law Wan akan menjalani sidang dan menjadi tahanan kota.
“Majikan tidak ditahan melainkan hanya tahanan kota karena membayar uang jaminan senilai Rp 1,5 milyar,” kata Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, dalam perbincangan dengan Pro 3 RRI, Selasa (28/1/2014).
Kendati proses hukum masih berjalan, namun Anis Hidayah menangkap kesan pemerintah tidak bertindak tegas dalam menangani kasus Erwiana. Anis mencontohkan, selain majikannya sudah dijerat hukum, Hongkong juga telah mencoret agen tenaga kerja yang mendatangkan Erwiana. Namun, oleh Pemerintah Indonesia, perusahaan pengirim tenaga kerja tersebut tidak ditindak tegas.
“Tetapi perusahaan yang mengirim dari Indonesia tidak diapa-apakan. Bagaimana menginvestigasi, mulai keberangatannya,trainingdan dokumen. Bagi Pemerintah Indonesia, Erwiana pulang dan hukum di Hongkong bekerja, berarti sudah selesai. Persis, pemerintah tidak melakukan apa-apa,” kata Anis Hidayah.
Padahal, dalam kasus Erwiana ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu proses hukum dan pemenuhan hak-hak sebagai TKI yang dilindungi negara, seperti asuransi, gaji, perawatan medis dan pemulihan psikologis.
Seperti dikutip dari Kantor Berita Antara, Erwiana Sulistyaningsih adalah warga Desa Pucangan, Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Dia bekerja sebagai penata laksana rumah tangga (PLRT) di Apartemen J 38F Blok 5, Beverly Garden 1, Tong Ming Street, Tesung, O Kowloon, Hong Kong.
Erwiana menjadi TKI atas agen jasa tenaga kerja PT Graha Ayu Karsa, Tangerang, Banten, pada 15 Mei 2013. Erwiana kembali ke Tanah Air pada Kamis (9/1/2014) dalam kondisi sakit. Setelah tiba di rumahnya, dia dibawa ke rumah sakit untuk mendapat perawatan intensif.
Anis yang sempat membesuk Erwiana, menceritakan kondisi Erwiana yang memprihatinkan.
“Erwiana masih pusing-pusing intensif akibat pukulan bertubi-tubi. Ada masalah di otak. Dia sedang belajar berjalan. Yang paling serius adalah masalah gizi buruk yang luar biasa. Bekerja selama tujuh bulan, makan tidak layak. Hanya sepotong roti. Berangkat berat badan Erwiana 50 Kg, pas pulang turun 25 Kg,” ungkapnya. (Sgd/HF)
Sumber
KBRN, Jakarta

Mau Menjadi TKI di Hongkong, Harus Bayar Rp 35 Juta


KBRN, Jakarta : Hongkong disebut-sebut sebagai negara tujuan pengiriman tenaga kerja yang paling menarik, selain karena gaji menggiurkan juga kebebasan yang diterima oleh tenaga kerja asing. Berita-berita miring tentang kekerasan terhadap tenaga kerja di Hongkong jarang terdengar. Namun, anggapan itu terpatahkan dengan kasus kekerasan yang menimpa Erwiana Sulistyaningsih.
Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah menampik, jika menyebut Hongkong sebagai surganya untuk TKI. Namun diakui, Hongkong berbeda dengan negara lain tujuan pengiriman TKI, misal secara hukum Hongkong mengakui hak buruh seperti libur dan kebebasan berorganisasi. Tidak heran jika TKI khususnya, tenaga kerja wanita (TKW), memiliki organisasi diluar pekerjaan sehari-hari.
“Namun bukan berarti tidak ada masalah,” kata Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, Selasa (28/1/2014).
Hongkong juga tercatat sebagai negara tujuan pengiriman TKI dengancostyang paling besar. Bayangkan untuk biaya penempatan, satu orang calon TKI dikenakan biaya Rp 35 juta. Biasanya dipotong gaji selama tujuh bulan.
Ia menambahkan, waktu tujuh bulan setelah penempatan merupakan masa yang paling rawan.
“Masa tujuh bulan adalah paling rentan. Dia harus tetap bekerja dalam kondisi apapun. Kalau tidak bisa bekerja maka dia harus membayar,” imbuhnya.
Migrant Care mendorong DPR menuntaskan revisi UU TKI dengan mengadopsi prinsip-prinsip perlindungan yang ada dalam konvensi PBB tentang hak-hak buruh, Konvensi Cedaw, Konvensi ILO 189 tentang PRT, dan 8 konvensi pokok ILO.
Saat kasus Erwiana mencuat pada Januari tahun ini, secara bersamaan kasus TKW Sehatul Alfiyah asal Banyuwangi di Taiwan. mencuat. Sehatul adalah korban dari majikannya.
“Revisi UU sudah dibahas tiga tahun lalu. Indonesia harus memperbaiki kesepakatan negara bilateral negara tujuan,” tegasnya.(Sgd/HF)
Sumber
KBRN JAKARTA

Tahun 2013, 11 TKI Asal Sampang Tewas di Malaysia


KBRN Sampang : Dinsosnakertrans Sampang mencatat selama tahun 2013 ada 11 TKI asal Sampang yang meninggal dunia di Malaysia.
Kasi Penempatan dan Perluasan Tenaga Kerja, Teguh Waluyo, menerangkan, sebelas TKI yang meninggal dunia tersebut rata-rata karena kecelakaan kerja, yang berasal dari wilayah utara seperti Kecamatan Tambelangan, Sokobenah serta Karang Penang dan berstatus ilegal.
"Ada yang terjatuh dari bangunan, ada yang karena kecelakaan lalu lintas, dan kami katakan mereka melalui jalur ilegal karena hanya menggunakan visa visa kunjungan," ucapnya, Selasa (28/01/2014).
Menurut Teguh, meskipun berstatus ilegal, ahli waris dari TKI yang meninggal dunia itu akan tetap menerima bantuan dana dari Malaysia, dimana saat ini sudah ada 4 ahli waris yang sudah diurus sedang lainnya masih dalam proses. (Iswantoro/DS)
Sumber
Tahun 2013, 11 TKI Asal Sampang Tewas di Malaysia

Malaysia Hukum Seumur Hidup 3 TKI Terkait Penculikan

Kuala Lumpur, (tvOne)
Tiga pekerja warga negara Indonesia dijatuhi hukuman seumur hidup dan 15 kali cambuk oleh Pengadilan Tinggi Melaka, Malaysia, setelah dinyatakan bersalah menculik seorang kontraktor untuk mendapatkan uang tebusan 300 ribu ringgit (Rp1 miliar) empat tahun lalu. Pejabat Kehakiman Datuk Abdul Karim Abdul Jalil menjatuhkan hukuman terhadap tiga terdakwa, yaitu Purwanto (31), Sahri Tahe (31), dan Didik Setiawan (29), seperti dikutip media lokal di Kuala Lumpur, Selasa.
Ketiga terdakwa menculik Gun Song Huat (48) dengan niat meminta uang tebusan pada April 2010, di kawasan Kiara Apartment, Taman Mutiara, Melaka Baru, Batu Berendam, Melaka. Mereka kemudian menghubungi istri korban untuk meminta uang tebusan. Terdakwa dijerat dengan Seksyen 3 (1) Akta Culik 1961 dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Abdul Karim mengatakan, majelis hakim setuju dengan pihak jaksa bahwa kasus tersebut adalah kasus serius karena melibatkan warga asing yang bekerja di Malaysia, tetapi melakukan tindak kriminal. "Saya juga ada fakta bahwa korban menginginkan hukuman maksimal kepada ketiga terdakwa, walaupun korban tidak mengalami kecederaan parah namun ia mengalami trauma," katanya lagi.
Sebelumnya, kuasa hukum para terdakwa Nurrul Nadia Norrizan mengatakan, kliennya sudah mengaku salah dan insaf atas perbuatan mereka. "Memang diakui korban telah dipukul dan diikat, namun korban tidak mengalami cedera parah atau mati," katanya.
Selain itu, lanjut dia, terdakwa juga hanya memperoleh 40 ribu ringgit uang tebusan yang diberikan keluarga korban.
PRT Dipenjara
Sementara itu, dalam kasus terpisah di Kota Bharu, Kelantan, seorang pembantu rumah tangga asal Garut, Jawa Barat, dijatuhi hukuman penjara 18 bulan karena mengguncang badan dan kepala anak majikannya yang berusia setahun empat bulan pada 23 Januari 2013.
Hakim Yusuff Yunus menjatuhkan hukuman tersebut, setelah tertuduh Enong Nur Sukma (41) mengaku bersalah atas tuduhan tersebut. Ia dijerat dengan Seksyen 31(1)(a) Akta Kanak-Kanak 2001 dengan ancaman hukuman denda 20 ribu ringgit atau penjara tidak lebih dari 10 tahun atau kedua-duanya.
Saat kejadian, majikan Enong keluar rumah pada pukul 10 malam dan meninggalkan dua anak, yaitu korban dan seorang anak lelaki berusia tiga tahun bersama terdakwa.
Sebelum keluar, majikannya meninggalkan kamera digital yang sedang direkam di kamar terdakwa dan disembunyikan dalam kotak di atas meja rias. Saat pulang setengah jam kemudian, majikannya mengambil kamera tersebut dan melihat rekaman terdakwa mengguncang badan dan kepala anaknya.
Sumber Malaysia Hukum Seumur Hidup 3 TKI Terkait Penculikan

Migrant Institute Desak Pemerintah Investigasi Kasus Sihatul Alfiyah



Migrant Institute Menyalurkan Dana Sumbangan Buruh Migran ke Erwiana, TKI yang Menjadi Korban Penganiayaan Oleh Majikannya di Hongkong (f.mi)

JAKARTA,
www.kepribangkit.com – Lagi-
lagi kasus kekerasan terhadap
buruh migran Indonesia
terulang. Setidaknya dalam
pekan ini ada 3 berita terkait
penyiksaan buruh migran yang
ramai di bincang. Pertama kasus
penyiksaan buruh migran asal
Ngawi di Hongkong. Kedua
penyiksaan buruh migran asal
Sukabumi di Jeddah, dan
terakhir buruh migran asal
Banyuwangi yang mengalami
koma selama 4 bulan akibat
disiksa majikan di Taiwan.
Erwiana, buruh migran asal
Ngawi mengalami penyiksaan
oleh majikan di Hongkong.
Erwiana sempat melaporkan
kejadian ini pada agensi di
Hongkong, namun jawaban
yang memintanya kembali ke
majikan membuat dirinya nekat
pulang ke Indonesia dengan
kondisi yang memprihatinkan.
Nuraeni, buruh migran asal
Sukabumi menyampaiakan
kepada keluarganya bahwa
selama berkerja, majikannya
kerap memukul dengan benda
keras bahkan hampir sekujur
tubuhnya terdapat luka seperti
pada bagian kaki, tangan, wajah
dan kepalanya. Bahkan
ironisnya, selain disiksa korban
juga tidak dibayar gajinya
selama tiga tahun. Dan terakhir,
keluarga dari Sihatul Alfiyah
yang melaporkan bahwa Sihatul
mengalami penyiksaan dari
majikan dengan bekerja tidak
sesuai kontrak yang
mengakibatkan koma selama 4
bulan.
Lagi-lagi, pemerintah selalu
terlambat bertindak bahkan
terkesan tidak memberi
perlindungan pada BMI (Buruh
Migran Indonesia). Hal ini
seperti yang diungkapkan Adi
Candra Utama, Direktur
Eksekutif Migrant Institute
bahwa pemerintah baru
merespon pengaduan BMI
setelah kasusnya marak di
media. “Jika kasus-kasus BMI ini
tidak terungkap di media, maka
kasusnya akan jalan di tempat
bahkan hilang seperti asap,”
ujar Adi Chandra Utama, Senin
27 Januari 2014.
Lebih lanjut, Adi mencontohkan
kasus yang terjadi pada Sihatul
Alfiyah. “Kasus Sihatul itu
terjadi sejak September 2013
lalu, tapi pemerintah baru
bertindak sekarang ketika
media marak menyoroti kasus-
kasus kekerasan BMI,”
tambahnya.
Malah Adi menyayangkan,
meski sudah terungkap di
media terkadang pemerintah
juga selalu salah bersikap dan
berstatemen, seperti yang
terjadi pada ChristofelDe Haan,
Direktur Pelayanan Pengaduan
TKI – BNP2TKI yang member
pernyataan tak berpihak pada
BMI.
Hal serupa juga terjadi pada
kasus Sihatuul, dimana Direktur
Perlindungan Warga Negara
Indonesia (WNI) dan Badan
Hukum Indonesia (BHI) dari
Kementerian Luar Negeri RI,
Bapak Tatang Razak
menyatakan kejadian yang
menimpa Sihatul bukanlah
akibat penyiksaan oleh majikan,
namun Sihatul mengalami gagal
jantung sebelum dilarikan ke
Rumah Sakit. Pernyataan
Tatang ini menurut Adi sangat
premature. “Kenapa Kemlu
tidak investigasi terlebih dahulu
berdasarkan pihak BMI?”
tandasnya.
Padahal merujuk pada UU No
39/2004 tentang penempatan
dan perlindungan tenaga kerja
Indonesia di luar negeri, “Tugas
monitoring dan perlindungan
buruh migrant di luar negeri
menjadi tanggungjawab
Kementrian Luar Negeri melalui
KJRI/KBRI,”.
Pasal 78 (1) menyebutkan
bahwa “Perwakilan Republik
Indonesia memberikan
perlindungan terhadap TKI di
luar negeri sesuai dengan
peraturan perundang-
undangan serta hukum dan
kebiasaan internasional”.
Klausul monitoring terhadap
buruh migrant juga dijabarkan
dalam pasal selanjutnya yakni
“Dalam rangka pemberian
perlindungan selama masa
penempatan TKI di luar negeri,
Perwakilan Republik Indonesia
melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap
perwakilan pelaksana
penempatan TKI swasta dan TKI
yang ditempatkan di luar
negeri”
Penyiksaan yang menimpa
Erwiana, Nuraini dan terakhir
Sihatul adalah cermin betapa
political will dari pemerintah
dalam memberikan
perlindungan buruh migran
sangatlah minim. Kementrian
Luar Negeri yang menjadi lini
terdepan dalam perlindungan
di negara penempatan belum
menjalankan tanggugjawabnya
dengan maksimal.
Sebagai garda terdepan
perlindungan buruh migran,
seyogyanya Kementrian Luar
Negeri menjadi pihak paling
awal yang mengetahui,
merespon dan menginisiasi
bantuan hukum dan sosial bagi
buruh migran di negara-negara
penempatan tanpa harus
didesak oleh keluarga ataupun
masyarakat. Namun tengoklah
pada kasus Erwiana dan Sihatul,
Kemenlu justru merespon
secara resmi setelah media
ramai melansir kasus-kasus
tersebut.
Pada kasus Sihatul Kemenlu
memfasilitasi negosiasi antara
keluarga dan majikan dengan
hasil sang majikan bersedia
mengganti biaya
pengobatan.Tentu kita
mengapresiasi langkah negosiasi
ini, meski demikian bukan
berarti bahwa penegakan
hukum boleh diabaikan.
Dengan menyatakan tidak
adanya penyiksaan maka
Kemenlu telah
mengesampingkan pengalaman
buruh migrant. Hal ini tentu
melukai rasa keadilan korban.
Karenanya investigasi yang
dilakukan oleh Kemenlu patut
untuk dipertanyakan. Tutur
buruh migrant seharusnya
dapat menjadi entry point bagi
pengungkapan kasus kekerasan
dan perbaiakan sistem
perlindungan, pembinaan dan
pengawasan buruh migrant dan
agensi di negara-negara
penempatan.
Merespon hal ini Migrant
Institut mendesak pemerintah
melalui Kementrian Luar negeri
untuk segera melakukan
investigasi objektif berdasarkan
pihak BMI dan keluarga
korban. Selain itu, Migrant
Institute juga menghimbau
pemerintah untuk segera
membenahi sistem
perlindungan bagi buruh
migrant di negara-negara
penempatan. Diantaranya
dengan pertama,
memaksimalkan peran
pengawasan yang efektif baik
untuk buruh migran maupun
agensi di negara-negara
penempatan.
Kedua, membangun pusat
pengaduan dan perlindungan
bagi buruh migran yang mudah
diakses di negara-negara
penempatan. Ketiga,
memperkuat sistem pendataan
buruh migran yang akurat.
Keempat, mendorong
pemerintah untuk
menyelesaiakan persoalan-
persoalan tersebut melalui jalur
hukum. Kelima, responsive dan
memiliki keberpihakan pada
pengentasan kasus buruh
migrant di luar negeri.
Sumber
Migrant Institute Desak Pemerintah Investigasi Kasus Sihatul Alfiyah

Migrant Care Sesalkan Respons BNP2TKI soal TKI Sihatul



Ratusan Tenaga Kerja Indonesia yang overstay tiba di bandara Soekarno - Hatta, Tangerang, Banten, Sabtu (16/11).

Jakarta - Migrant Care menyatakan penyesalannya atas upaya Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang memilih cara damai dan menghindari jalur hukum dalam menuntaskan kasus tenaga kerja Indonesia (TKI) yang disiksa di Taiwan, Sihatul Alfiah. "BNP2TKI diam-diam melakukan mediasi antara keluarga korban dengan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang menghasilkan kesepakatan. Isi kesepakatan, tidak boleh ada masyarakat sipil yang terlibat dalam penanganan kasus ini," kata Direktur Eksekutif BNP2TKI, Anis Hidayah, di Jakarta, Senin (27/1). Migrant Care juga mendapat laporan bahwa perwakilan BNP2TKI di Taiwan berusaha melakukan mediasi pada majikan korban dengan cara meminta mereka membayar biaya rumah sakit korban. Di sisi lain, tidak terlihat upaya BNP2TKI mengusut kasus itu melalui jalur hukum di negara setempat. Padahal, lanjut Anis, kakak Sihatul yang ada di Taiwan sudah melaporkan kasus itu ke Kepolisian. "Karena itu, kami mendesak agar semua pihak mendorong kasus ini diusut sampai tuntas," tegas Anis. Dia mengatakan, Migran Care mendesak BNP2TKI menginvestigasi pejabatnya yang menempuh jalur damai itu saat merespons pengaduan kasus Sihatul. Sihatul (27 tahun), adalah TKI asal desa Plampangrejo Banyuwangi, yang mendapat siksaan dari majikannya di Taiwan. Terakhir, Sihatul berangkat ke Taiwan pada 2012 secara legal melalui PT Sinergi Binakarya, di Malang, dengan kontrak kerja merawat orang tua. Setelah sampai di Taiwan, Sihatul justru tak hanya bekerja merawat orang jompo, dia juga dipekerjakan sebagai pemerah dan pembersih kandang sapi di Liouying, distrik Tainan City. Ia harus memerah dan membersihkan kandang 300 sapi setiap hari. Jam kerjanya tak manusiawi, mulai jam 3.00-10.00. Lalu bekerja lagi pukul 15.00 hingga 22.00. Ia pun tidur di dekat kandang sapi. Di luar itu, Sihatul sering disiksa majikannya yang bernama Huang Deng Jin. Sihatul sempat melapor ke perusahaan yang mengirimkannya, dan direspons dengan mendatangi majikan. Namun Sihatul tetap tak bisa pindah kerja dan malah makin disiksa majikannya. Pada 21 September 2013, Sihatul dipukul benda tumpul oleh majikannya sehingga tak sadarkan diri. Dia lalu dibawa ke UGD RS Chimney Iyen Tainan di Liouying. Hasil pemeriksaan menyatakan, ada luka di bagian belakang kepala. Sihatul pun koma selama sebulan di RS itu. Kini, Sihatul dikabarkan sudah sadarkan diri, namun hidupnya ditopang peralatan medis. Sihatul tak bisa bicara dan bergerak. Berdasarkan laporan dari TKI yang ada di Taiwan, Siharul tak lagi di RS, namun dibantarkan di sebuah panti jompo. Penulis: Markus Junianto Sihaloho/WBP
Sumber
beritasatu.com

Buruh migran Hongkong tuntut agen Erwiana ditutup


Asisten rumah tangga dan simpatisan membawa foto tenaga kerja Indonesia Erwiana Sulistyaningsih saat menggelar aksi untuk menuntut penyelidikan atas penganiayaan yang terjadi pada Erwiana, di Hong Kong, Minggu (19/1). Ribuan orang menggelar aksi di Hong Kong untuk menuntut keadilan atas Erwiana, yang dipukuli hingga luka parah oleh majikannya dalam kasus yang telah menyulut kemarahan besar-besaran dan investigasi polisi atas tuduhan penganiayaan tersebut. (REUTERS/Tyrone Siu )

Bandarlampung (ANTARA News) - Sekitar 4.000 buruh migran Indonesia (BMI) berdemonstrasi menuntut ditutup dan dihukumnya Chan Asia Recruitment, agen yang membawa Erwiana ke Hongkong.
"Kami meminta segera cabut izin Chan Asia Recruitment Centre sebagai bentuk keadilan bagi Erwiana. Jangan sampai ada korban keserakahan dan ketidakbertanggungjawaban agen itu lagi," kata Sringatin, juru bicara Komite Keadilan bagi Erwiana dan semua pekerja migran di Hongkong melalui pernyataan tertulis yang diterima di Bandarlampung, Senin.
Demonstrasi berlangsung pada Minggu (26/1) tersebut, demikian Sringatin, menuntut pemberantasan dan penutupan agen-agen yang melanggar dan membuat buruh migran rentan menjadi korban penganiayaan.
Dalam aksi tersebut, massa juga menuntut Konsulat Indonesia di Hongkong untuk menindak agen-agen pelanggar.
Demonstrasi yang dipimpin Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) dan Komite Keadilan Untuk Erwiana dan Seluruh PRT Migran sebelum menuju Agen Chan Asia Recruitment, berkumpul di lapangan Victoria Park untuk menggelar doa bersama.
Massa aksi yang menggelar demo di depan kantor Chan Asia Agency mengecam tindakan agen yang membawa Erwiana kembali kepada majikannya yang jahat.
"Menurut Erwiana, sejak dia berusaha lari, majikan semakin kejam menyiksanya. Kisah Erwiana dengan agennya adalah pengalaman ribuan buruh migran Indonesia. Kami dibutakan dan dijauhkan dari informasi tentang negara tujuan, ditarik biaya selangit, dipaksa berutang, dan dipaksa bertahan layaknya budak," kata Sringatin lagi.
Dia menambahkan, praktik perbudakan justru dilegalisasikan oleh Pemerintah Indonesia dengan memberi kuasa penuh kepada perusahaan pengerah jasa TKI (PJTKI) dan agen untuk memeras buruh migran atas nama perlindungan.
"Pemerintah seperti melegalisasikan perampasan upah dan menempatkan buruh migran sebagai objek. Karena itu, hanya pemerintah yang bisa mengubah kondisi ini," ujar dia pula.
Di depan Konsulat Indonesia, massa aksi menuntut agar kontrak mandiri diberlakukan, kartu tenaga kerja luar negeri (KTKLN) dicabut, dan mengizinkan buruh migran berganti agency.
Mereka juga mengecam tindakan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang menggunakan kasus Erwiana untuk mencari lowongan kerja, bukan menyelesaikan perubahan kebijakan dan perlakuan yang membuat buruh migran semakin rentan.
"Perlindungan adalah tanggung jawab negara dan jangan dilemparkan kepada PJTKI, agency atau asuransi," ujar Sringatin lagi.
Long Hair, anggota legislatif dari Partai Sosial Demokratik turut memberi semangat kepada buruh migran untuk menuntut keadilan.
"Bagaimana mungkin praktik perbudakan justru dilegalisasikan oleh pemerintah Indonesia dengan memberi kuasa penuh kepada PJTKI dan agen untuk memeras buruh migran atas nama perlindungan. Pemerintah lah yang melegalisasikan perampasan upah dan menempatkan buruh migran sebagai objek," ujar dia lagi.
Long Hair mempertanyakan, dengan kondisi tersebut, apa peran pemerintah sebenarnya.
Menurut Sringatin, Komite yang akan menggalang kasus-kasus pelanggaran agency dan mengangkatnya ke publik serta mengadukan kepada Pemerintah Hongkong dan negara pengirim.
"Pelanggaran harus dihentikan dan hanya bisa dimulai jika semua pemerintahan terlibat, agar lebih tegas menghadapi agen-agen pelanggar yang mengubah peraturan sehingga merugikan hak para," kata Sringatin. (B014)
Editor: B Kunto Wibisono
Sumber
Buruh migran Hongkong tuntut agen Erwiana ditutup

Terkena Serangan Jantung, TKI Asal Madiun Tewas di Saudi Arabia



MADIUN- Seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Desa Putat, Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun meninggal dunia di negara tempatnya bekerja, Saudi Arabia. TKI yang telah bekerja selama 14 tahun tersebut ditemukan tewas di dalam kamar mandi oleh majikannya.
Perempuan bernama Sri Hartatik (42) itu diduga meninggal dunia karena serangan jantung. Kabar kematian ibu dua anak tersebut diketahui oleh keluarga setelah Nova, sang majikan yang juga seorang WNI asal Jambi menelpon anak korban yang bernama Nurwati.
Keluarga tak menyangka, perempuan yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga itu meninggal dunia. Sebab beberapa hari sebelumnya Hartatik masih sempat menelpon keluarga yang di kampung halaman.
Pihak keluarga berharap, jenazah Hartatik segera dipulangkan ke tanah air secepatnya. (gar) (Asfi Manar/Sindo TV) (ahm)
Sumber
Terkena Serangan Jantung, TKI Asal Madiun Tewas di Saudi Arabia

Monday, January 27, 2014

Hasil Pemeriksaan, Jiwa TKI Terancam Hukuman Mati Walfrida Labil

Walfrida terancam hukuman mati di Malaysia lantaran dituduh membunuh.

Sidang terhadap kasus Wilfrida kembali berlangsung di Mahkamah Tinggi Kota Bharu Malaysia, hari Minggu, 17 November 2013.

VIVAnews - Walfrida Soik, TKI asal Nusa Tenggara Timur yang terancam hukuman mati di Malaysia, ternyata labil kejiwaannya. Hasil pemeriksaan selama dua bulan, menunjukan bahwa intelijensia yang berfungsi memroses informasi berada di bawah rata-rata.
Hal itu disampaikan pejabat Konsuler dan Ketua Satuan Tugas Perlindungan WNI KBRI Kuala Lumpur, Dino Wahyudin, ketika dihubungiVIVAnews melalui telepon pada Senin, 27 Januari 2014.
Dino menjelaskan, lantaran masalah itu, kondisi psikis Walfrida cenderung temperamental dan emosional.
Sehingga ketika mengambil keputusan, Walfrida lebih mengedepankan emosi ketimbang akalnya.
"Hal itu diperburuk dengan cara majikan memperlakukan dia. Alhasil hal itu turut memicu emosi Walfrida," papar Dino.
Belum lagi majikan yang diurus Walfrida mengidap penyakit parkinson, sementara dia tidak dilatih untuk menghadapi orang yang menderita sakit semacam itu.
Dino mengatakan hasil pemeriksaan kejiwaan ini dibacakan di bagian kesimpulan di ruang sidang Mahkamah Tinggi Kota Bharu yang digelar pada Minggu, 26 Januari 2014.
Maka bila bercermin dari hasil pemeriksaa kejiwaan tersebut, Dino berpendapat seharusnya Walfrida memang sebaiknya dirawat di RS ketimbang dibui.
"Hasil pemeriksaan kesehatan kejiwaan itu kan dilakukan secara komprehensif. Utusan dari Malaysia turut terbang ke NTT untuk memeriksa keluarganya," ujarnya.
Mereka menyambangi kediaman Walfrida pada tanggal 2-6 Januari 2014. Selain itu, Walfrida juga pernah dirawat di RS Permai, Johor Baru, selama dua bulan.
Namun, persidangan masih terus berjalan dan belum mencapai tahap pembacaan vonis. Sidang selanjutnya akan digelar kembali tanggal 29 Januari 2014 dengan menghadirkan saksi ahli yang nantinya akan meringankan Walfrida.
Kasus Walfrida terjadi tahun 2010 lalu. Dia mengaku merasa jengkel terhadap majikannya, Yeap Seok Pen, yang kerap memarahi dan memperlakukan dirinya secara kasar.
Tak sanggup menahan amarah, pada tanggal 7 Desember 2010, Walfrida kemudian mendorong majikannya hingga jatuh dan menusuknya sebanyak 43 kali hingga tewas. Walfrida akhirnya ditahan di Penjara Pangkalan Chepa dan terancam vonis mati dari pengadilan. (adi)
© VIVA.co.id

Indonesia-Brunei Kembali Bahas MoU TKI

antarajatim - Senin, 27 Jan 2014 17:49:01 | Penulis : Supervisor
Oleh Arie Novarina
Jakarta (Antara) - Pemerintah Indonesia dan pemerintah Brunei Darussalam melanjutkan kembali pembahasan pembaruan nota kesepahaman atau "memorandum of understanding" (MoU) mengenai penempatan tenaga kerja Indonesia yang bekerja disektor formal maupun informal (domestik).
"MoU dalam bidang penempatan dan perlindungan TKI perlu untuk segera terwujud, sehingga memberikan kepastian hukum, baik bagi pengguna maupun TKI itu sendiri," kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) RI Muhaimin Iskandar.
Menakertran mengemukakan itu dalam pertemuan dengan Menteri Hal Ehwal Dalam Negeri Brunei Darussalam Excelency Pehin Udana Khotib Dato Paduka Seri Setia Ustaz Haji Awang Badaruddin Bin Pengarah Dato Paduka Haji Awang Othman di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, Senin.
Dalam keterangan pers Humas Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang diterima di Jakarta, Senin, Menakertrans Muhaimin Iskandar mengatakan pemerintah akan terus mendorong percepatan pembaruan MoU antara Indonesia dengan Brunei Darussalam dalam bidang penempatan dan perlindungan TKI itu.
"Secara umun kerangka acuan untuk perubahan memorandum of understanding (MoU) yang ditetapkan kedua negara pada 2008 telah disepakati. Oleh karena itu kita berharap pembaruan Mou ini bisa diselesaikan dalam waktu dekat ini," kata Muhaimin.
Nota kesepahaman tersebut akan mirip dengan nota kesepahaman dengan negara-negara lain yang memuat tentang pengaturan waktu istirahat penata laksana rumah tangga (PLRT), pengaturan libur sehari dalam seminggu serta hak pegang paspor.
Beberapa hal yang ditekankan Pemerintah Indonesia dalam draf MoU itu adalah besaran gaji minimum TKI, adanya hari libur tiap minggu, adanya jam istirahat atau pembatasan jam kerja, paspor yang boleh dipegang atau dibawa oleh TKI, adanya akses komunikasi dengan perwakilan RI maupun keluarga TKI, adanya uraian tugas TKI yang jelas dan cara penyelesaian perselisihan.
Perubahan peraturan di Brunei Darussalam juga menuntut penyesuaian oleh PPTKIS yaitu kewajiban penggunaan agen dalam perekrutan PLRT, di mana sebelumnya perekrutan itu dilakukan secara perorangan.
"Saat ini Brunei sudah ada aturan untuk penggunaan agen dalam merekrut PLRT, sebelumnya belum ada sehingga dulu dilakukan secara perorangan. Ini yang harus disikronkan dengan aturan PPTKIS di Indonesia," ujar Muhaimin.
Secara umum, Muhaimin mengatakan pemerintah Indonesia sedang melakukan pembenahan terhadap penempatan TKI sektor domestik dan mempersiapkan suatu mekanisme penempatan dan perlindungan TKI sektor domestik yang lebih baik di negara penempatan, termasuk Brunei Darussalam.
Namun untuk Brunei Darussalam, Muhaimin menilai pada umumnya TKI tidak mengalami banyak masalah karena budaya yang relatif sama serta didukung dengan pemerintah setempat yang sangat peduli dan mau bekerja sama dengan KBRI dalam hal penganan kasus TKI.
"Namun, yang perlu dievaluasi saat ini adalah besaran tarif agen penempatan dan penyusunan biaya pemberangkatan," ujar Muhaimin.
Pembaruan nota kesepakatan bersama (MoU) mengenai penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) sektor formal dan informal itu telah sampai pada tahapan penyelenggaraan "joint meeting" antara perwakilan pemerintah RI dengan pemerintah Brunei.
Sumber
Indonesia-Brunei Kembali Bahas MoU TKI

Penyiksaan TKI, bagaimana tindakan yang efektif?

Erwiana Sulistyaningsih diperiksa oleh penyelidik Hong Kong di Rumah Sakit Sragen, Jawa Tengah.Dalam satu bulan saja, dua tenaga kerja Indonesia diduga mengalami penyiksaan berat, Erwiana Sulistyaningsih di Hong Kong dan Sihatul Alfiah di Taiwan.Erwiana Sulistyaningsih dirawat di Rumah Sakit Sragen, Jawa Tengah, setelah pulang dari Hong Kong dalam keadaan tubuh mengalami luka berat.Ia telah dimintai keterangan oleh pihak berwenang Hong Kong di Rumah Sakit Sragen dan majikannya pun telah ditetapkan sebagai tersangka.Tidak lama berselang, dugaan kekerasan menimpa seorang tenaga kerja Indonesia, Sihatul Alfiah, yang merantau di Taiwan.Perempuan asal Banyuwangi itu diberitakan terbaring koma di satu rumah sakit di Taiwan. Ia diduga disiksa oleh majikannya.Itulah dua contoh kekerasan yang selama ini menimpa tenaga kerja Indonesia di luar negeri.Bagaimana mengatasi masalah seperti itu?Apakah pelatihan dan pembekalan yang diberikan kepada calon tenaga kerja tidak cukup sehingga mereka rentan penyiksaan dan eksploitasi?Apakah perlu seleksi lebih ketat terhadap tenaga kerja yang akan dikirim ke luar negeri sehingga hanya mereka yang benar-benar mempunyai bekal ketrampilan dan pengetahuan cukup yang boleh diberangkatkan?Apakah perlu juga seleksi lebih ketat terhadap calon majikan?Bagaimana pihak berwenang harus bertindak dalam menangani kasus-kasus kekerasan yang menimpa tenaga kerja Indonesia di luar negeri?Anda mempunyai saran lain?Sumbangan pemikiran Anda kami nantikan untukForum BBC Indonesiadi radio Kamis, 30 Januari 2014, dan juga di online BB CIndonesia.com.Mohon isi nama dan nomor telepon Anda di kolom bawah untuk kami hubungi guna merekam pendapat Anda.Komentar juga dapat disampaikan lewat Facebook BBC Indonesia. Sumber Penyiksaan TKI, bagaimana tindakan yang efektif?

Sunday, January 26, 2014

Kasus Erwiana: Jumhur Hanya Bicara Job Order, BMI HK Keluar Forum


Aksi Solidaritas Untuk Erwiana dan Perjuangan Perlindungan Bagi Seleruh BMI (Sumber Facebook Fera Nuraini)

Sepuluh orang Buruh Migran (BMI) perwakilan Jaringan BMI cabut UUPPTKILN No. 39/2004 (JBMI) melakukan aksi keluar forum (walk out) di tengah dialog bersama kepada Jumhur Hidayat, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Aksi keluar forum dilakukan di tengah dialog yang difasilitasi KJRI Hong Kong pada Sabtu, 25 Januari 2014, pukul 11:30 waktu Hong Kong.
Aksi keluar forum dilakukan sebagai bentuk kemarahan dan kecaman atas kedatangan Jumhur ke Hong Kong yang dinilai tidak turut memperbaiki kondisi kerja BMI tetapi hanya semata memanfaatkan kasus Erwiana untuk mencari lowongan kerja di sektor perawat dan panti jompo. Hal ini jelas menunjukkan pemerintah tidak fokus pada upaya penyelesaian kasus dan perbaikan kebijakan terlebih dahulu, melainkan hanya memikirkan penempatan dan penempatan semata.
“Kami merasa sangat malu dengan apa yang telah Bapak lakukan di Hong Kong. Di saat yang lain merasa sangat empatik dengan apa yang telah terjadi dengan Erwiana, tapi bapak malah memanfaatkan Erwiana sebagai alat tawar untuk mencari lapangan pekerjaan!,” tutur Sring Atin sesaat di tengah perdebatannya dengan Jumhur.
Kepala BNP2TKI datang ke Hong Kong dan bertemu dengan Menteri Tenaga Kerja untuk membahas kasus Erwiana. Melalui siaran pers bersama KJRI di HK, Jumhur justru menanyakan masalah lowongan kerja kepada otoritas Pemerintah di Hong Kong.
“Jika Bapak memang ingin memperjuangkan perubahan kami, mengapa tidak segera menekan KJRI untuk mencabut aturan pelarangan pindah agen, memberlakukan kontrak mandiri dan mencabut KTKLN. Kami tidak menilai pertemuan ini penting tetapi hanya formalitas semata. Jadi kami tidak perlu ada di ruangan ini,” tegas Sring Atin.
Beberapa saat kemudian, seluruh perwakilan JBMI walk out dan sesampainya di bawah gedung disambut oleh beberapa BMI dan orang-orang lokal. JBMI mengadakan aksi spontan di depan gedung KJRI Hong Kong.
“Kami akan terus berjuang sampai tuntutan kami dipenuhi pemerintah. Sampai Erwiana dan teman-teman BMI mendapat keadilan,” tutup Sring Atin.
Komite Keadilan Untuk Erwiana dan Seluruh PRT Migran akan kembali menggelar forum pada hari Minggu, 26 Januari di Victoria Park pukul 12:00 waktu Hong Kong, kemudian demonstrasi menuju kantor agen Chan Asia Recruitment Centre dan ke KJRI Hong Kong.
======================
Siaran Pers JBMI | Referensi: Sringatin, Juru Bicara (+852 69920878)
Sumber
http://buruhmigran.or.id/2014/01/25/kasus-erwiana-jumhur-hanya-bicara-job-order-bmi-hk-keluar-forum/

Permasalahan TKI isu utama debat capres



Palembang (ANTARA Sumsel) - Permasalahan tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri masih menjadi isu utama dalam debat kadindat calon presiden peserta konvensi Partai Demokrat pada malam kedua di Palembang, Sabtu.
Salah seorang kandidat Endriartono Sutarto mengatakan, memang tenaga kerja Indonesia merupakan aset terutama bila mereka bekerja di sektor menengah ke atas.
Jadi TKI yang bekerja di sektor menengah ke atas harus didukung sehingga akan menambah pendapatan negara, katanya.
Namun, bila TKI yang hanya bekerja pada sektor menengah ke bawah itu harus dipikirkan dan pihaknya kurang mendukung.
Permasalahan TKI itu sendiri karena faktor kesempatan bekerja di dalam negeri belum maksimal, sehingga pihaknya akan memperluas lapangan kerja untuk mengantisipasi TKI yang sekarang ini sering memilih bekerja ke luar negeri.
Sementara Marzuki Alie mengatakan, memang kesejahteraan masyarakat harus ditingkatkan supaya dapat mengatasi permasalahan bangsa yang ada sekarang ini.
Dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu pihaknya akan memaksimalkan sektor pertanian, karena rakyat Indonesia mayoritas petani sehingga sektor tersebut harus diberdayakan.
Sedangkan Anies Baswedan mengatakan, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak terlepas dari kualitas sumber daya manusia, karena itu kualitasnya harus ditingkatkan termasuk tenaga pendidik.
Para guru tingkat kesejahteraannya harus terus ditingkatkan sehingga dalam menjalankan perannya terutama mendidik anak-anak akan semakin maksimal.
Dalam debat kovensi calon presiden dari Partai Demokrat tersebut tidak seramai pada malam pertama yang pengunjungnya mayoritas dari anggota dan sipatisan partai.

Bencana cuaca bawa korban jiwa di Bali


Sejumlah orang menyaksikan ombak menggempur tanggul penahan abrasi di Pantai Tegal Besar, Klungkung, Bali, Jumat (10/1). (ANTARA/Nyoman Budhiana)

Denpasar (ANTARA News) - Bencana akibat cuaca ekstrim berupa hujan deras yang disertai angin kencang melanda Bali dalam beberapa hari belakangan ini, dan merenggut korban jiwa maupun mengalami luka-luka di sejumlah lokasi Pulau Dewata.
Hujan deras dan angin kencang itu terjadi secara merata di delapan kabupaten dan satu kota di daerah itu juga mengakibatkan bencana alam berupa tanah longsor, pohon tumbang dan banjir di sejumlah lokasi.
Di Kabupaten Buleleng, daerah ujung utara Pulau Bali bencana cuaca itu merenggut sedikitnya empat korban jiwa dan di Kabupaten Tabanan seorang meninggal akibat tertimpa pohon.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Buleleng menemukan jasad pengendara sepeda motor Honda Vario, Made Ayu Padmini (18), di areal persawahan Desa Bebetin, Kecamatan Sawan.
Gadis remaja itu terseret arus sungai saat jembatan yang dilintasinya ambruk setelah diguyur hujan deras, Kamis (23/1) malam.
Kepala BPBD Kabupaten Buleleng Putu Dana menyebutkan bahwa Made Ayu Budiutami (13) juga meninggal dunia saat rumahnya di Desa Lokapaksa, Kecamatan Seririt, ambruk, sedangkan kedua orang tuanya, Putu Kasta Ariawan dan Komang Warni luka parah.
Sementara itu, Putu Wijaya dan Sukarman tewas karena laju mobilnya tidak bisa dikendalikan saat hujan deras dan masuk jurang di Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan.
Selain empat korban meninggal dunia dan luka-luka, banjir dan tanah longsor di daerah pesisir utara Pulau Dewata itu juga menyebabkan puluhan rumah dan bangunan lainnya rusak.
Bencana alam yang menimbulkan korban jiwa dan kerugian material yang sedang dalam pendataan itu juga mengakibatkan lima unit sepeda motor hanyut terbawa banjir.
Instansi terkait di tingkat provinsi, maupun pemkab dan pemkot di Bali jauh sebelumnya telah meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, tutur Kepala Biro Humas Pemprov Bali, I Ketut Teneng.
Wakil Bupati Buleleng Nyoman Sutjidra memberikan santunan masing-masing sebesar Rp3 juta kepada keempat ahli waris korban jiwa itu.
Ia mengingatkan warganya untuk mewaspadai bencana banjir dan tanah longsor karena curah hujan masih tinggi dalam beberapa hari ke depan.
Selain itu, masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana, diharapkan untuk mengungsi sementara waktu guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Sebanyak 19 kepala keluarga ditampung dalam tenda pengungsian di depan Pura Cengkede, Desa Galungan sempat ditinjau Kapolres Buleleng Ajun Komisaris Besar Benny Arjanto, Dandim Letkol (Inf) Nugroho Dwi Hermawan dan Sekda Dewa Ketut Puspaka.
Tertimpa pohon
Bencana alam di daerah gudang beras Kabupaten Tabanan menyebabkan Ni Made Mentri (55), Pemilik warung penjual makanan dan minuman tewas tertimpa pohon tumbang di halaman Pura Beji, Dusun Adat Mojan, Desa Mekar, Kabupaten Tabanan.
Peristiwa naas itu terjadi Kamis (23/1) malam, kebetulan di pura sedang ada kegiatan ritual dan korban berjualan makanan dan minuman, seperti yang dituturkan pemuka Dusun Adat Mojan, kata I Wayan Surata.
Korban bernama Ni Made Mentri yang tewas di tempat itu tidak bisa menghindar saat pohon aren setinggi sepuluh meter tumbang saat terjadi hujan deras yang disertai angin kencang pada tengah malam.
Sementara itu, dua orang pembeli yang saat itu ada di warung, Wayan Alit Dursana (20) dan Wayan Noviani (18), mengalami luka-luka yang segera dilarikan ke rumah sakit Tabanan.
Akibat hujan deras itu juga menimbulkan bencana tanah longsor yang memutuskan jalur transportasi yang menghubungkan Desa Mengesta dengan Desa Wangaya Gede di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.
Material tanah longsor itu menutupi jalan desa sepanjang 35 meter dengan ketinggian mencapai dua meter sehingga tidak dapat dilalui semua jenis kendaraan.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tabanan, I Gusti Ngurah Anom Antara menuturkan, pihaknya mengerahkan petugas untuk membersihkan material longsor agar jalan di kedua desa itu bisa dilalui warga.
Demikian pula senderan tebing yang ambruk akibat guyuran hujan deras merusakkan Sekolah Dasar Negeri 1 Jatiluwih, Kecamatan Penebel, namun tidak ada korban jiwa.
Senderan tersebut dibangun Pemerintah Kabupaten Tabanan dengan dana Rp90 juta, termasuk pagar SD negeri 1 Jatiluwih. Longsor itu mengakibatkan sekitar 45 hektare sawah milik anggota Subak Gunung Sari rusak tertutup material tanah.
Akibat hujan deras dan angin kencang yang melanda Bali menyebabkan sejumlah nelayan di Pantai Yeh Gangga, Kabupaten Tabanan, Bali, tidak melaut untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
I Wayan Lapra (50), nelayan asal Pantai Yeh Gangga, Desa Sudimara, Kecamatan Tabanan menuturkan cuaca buruk yang terjadi beberapa hari belakangan ini lebih baik perahunya disandarkan, ketimbang melaut takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di tengah laut.
Sekitar 80 nelayan di Pantai Yeh Gangga mengalihkan pekerjaannya sebagai buruh tani, buruh bangunan, atau peternak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Di Kabupaten Tabanan terdapat 36 kelompok nelayan dengan jumlah anggota sebanyak 742 orang. Selama cuaca memburuk seperti sekarang, mereka tidak melaut. Perahu-perahu nelayan ditutup dengan terpal.
Kini ketinggian gelombang di Selat Bali bagian selatan berkisar antara 1,8 meter hingga 2,5 meter.
"Gelombang yang tinggi dan angin kencang sangat membahayakan perahu nelayan," tutur Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Tabanan I Ketut Arsana Tasa. (*)
Editor: Priyambodo RH

Saturday, January 25, 2014

Dampak Gempa 6,5 SR yang Mengguncang Kebumen

Sejumlah rumah roboh dan rusak parah.

Peta zona rawan bencana di Jawa Tengah.
VIVAnews- Puluhan rumah rusak akibat gempa 6,5 skala Richter yang terjadi di sejumlah daerah di Jawa Tengah, Sabtu 25 Januari 2014. Gempa yang terjadi sekitar pukul 12.14 WIB itu terjadi pada kedalaman 48 km, posisi 104 km barat daya Kebumen.
Berdasarkan data sementara Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah, sejumlah rumah di daerah Jawa Tengah yang terdampak gempa mengalami rusak.
1. Purworejo
- 1 rumah rusak berat di Desa Krandegan, Kecamatan Bayan.
- 1 rumah rusak berat di Desa Tangkisan.
2. Banyumas
- 16 rumah roboh di Kecamatan Pekuncen, termasuk 1 serambi masjid.
- 1 rumah roboh di Desa Babakan, Kecamatan Karanglewas.
3. Kebumen
- 1 unit masjid Jami’ At-Taqwa rusak berat.
- Beberapa rumah di Desa Wonoharjo, Kecamatan Rowokele mengalami retak-retak yang saat ini sedang dilakukan pengecekan lapangan.
4. Cilacap
- 1 rumah rusak berat a.n Setradinata, Desa Adiraja Rt 3/Rw 5, taksiran kerugian Rp17 juta. Korban jiwa nihil.
- 1 rumah rusak berat a.n Dirun (45), Desa Karangsari, Kecamatan Adipala, kerugian ditaksir Rp20 juta.
- 1 rumah rusak berat a.n rohmat (50t), Desa Karangsari, Kecamatan Adipala Rt4/Rw 4, taksiran kerugian Rp25 juta.
- 13 unit rumah rusak ringan.
5. Magelang
- 2 rumah rusak di Desa Majaksingi, Kecamatan Borobudur.
6. Yogyakarta- 5 rumah rusak di Desa Tirtohargo, Kecamatan Bantul
- 3 unit rumah rusak di Desa Srigading, Kecamatan Bantul.
"Hingga saat ini belum ada laporan korban jiwa. Petugas BPBD masih melakukan pendataan," kata Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB, Sutopo Purwo Nugroho. (art)
© VIVA.co.id

Photo: Jenazah Almarhum Agus Hariyanto Dari Taiwan Sudah Sampai Di Kampung Halaman

Friday, January 24, 2014

Kerja di Kandang Sapi, TKW Ini Koma 4 Bulan di Taiwan

Kerja di Kandang  Sapi, TKW Ini Koma  4 Bulan di Taiwan

BANYUWANGI, KOMPAS.com — Sihatul Alfiah (27), warga Desa Plambangrejo, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi, koma selama empat bulan di Taiwan. Menurut Sutiah (50), ibu kandung Sihatul Alfiah, kepada Kompas.com,Jumat (24/1/2013), anak bungsunya yang biasa dipanggil Uul berangkat ke Taiwan pada Februari tahun 2012 lalu.
"Sebelumnya, dia pernah berangkat ke Saudi selama satu tahun. Setelah setengah tahun di Banyuwangi, ia ditawari berangkat ke Taiwan dengan biaya 3 juta rupiah," ujarnya.
Selama empat bulan di penampungan Malang, Uul akhirnya berangkat pada 27 Mei 2013 dengan kontrak kerja yang disepakati, yakni merawat orangtua. "Tapi, ternyata setelah sampai di Taiwan, Uul malah bekerja di peternakan sapi, mulai dari memerah susu sampai membersihkan kandang. Dia sempat bercerita bahwa dirinya tidak kuat dalam bekerja karena jam kerjanya mulai pukul 3 pagi sampai 10 malam. Dia menghubungi keluarga pun dengan sembunyi-sembunyi karenahandphone-nya sering ditahan majikan," ujarnya.
Sutiah mengaku anaknya pernah bercerita ke perusahaan pengerah tenaga kerja bahwa dia ingin pindah kerja, tetapi itu tidak bisa karena ia terikat kontrak. "Setelah ketahuan melapor ke PT itulah, Uul malah sering disiksa sama majikannya."
Keluarga terakhir kali dihubungi oleh Uul pada Minggu, 22 September 2012, sekitar pukul 7 malam. "Dari suaranya terdengar sehat. Dan paginya saya dihubungi kakaknya Uul yang juga kerja di Taiwan kalau Uul sudah koma dan dirawat di rumah sakit. Tapi, saya dapat kabar terbaru katanya Uul sudah dipindahkan di panti jompo. Saya bingung informasinya simpang siur. Apalagi katanya anak saya gagal jantung, padahal sejak kecil dianggakpernah sakit parah," jelasnya.
Selama ini, keluarga mendapatkan informasi keberadaan Uul dari kakaknya, Siti Emilatun, yang juga bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Taiwan, serta beberapa teman TKI lainnya yang ada di sana. Selama bekerja 13 bulan di Taiwan, Uul baru menerima gaji tiga kali yang dikirim oleh pihak agen ke keluarga sebesar Rp 6,9 juta.
"Anehnya, kakaknya Uul bercerita jika Uul berutang ke beberapa kawannya di Taiwan agar bisa mengirim uang ke Indonesia. Terus gajinya selama ini ke mana?" tanyanya.
Berharap Uul dipulangkan
Sementara itu, Suhendik (28), suami Uul, kepada Kompas.com,Jumat (24/1/2014), menceritakan, istrinya memilih bekerja ke luar negeri karena kebutuhan ekonomi.
"Niat kami berdua untuk memperbaiki perekonomian keluarga. Saya juga bekerja di kebun sayur Pahang, Malaysia, sejak 8 bulan yang lalu, tapi bulan Desember 2012 kembali ke Banyuwangi karena khawatir dengan kondisi istri saya. Di Malaysia jauh dari keluarga membuat saya semakin bingung. Apalagi anak saya, Ahmad Nur Izzah, baru berumur 6 tahun dan sering sakit-sakitan," jelasnya.
Setelah kembali di Indonesia, Suhendik mengaku awal Januari 2013 lalu pergi ke Jakarta diajak oleh perusahaan yang memberangkatkan istrinya untuk mengurusi kasus yang menimpa istrinya, dan dijanjikan untuk segera berangkat ke Taiwan.
"Paspor sudah diurusi, tinggal visanya yang belum. Sudah satu minggu ini, tapi masih belum ada kabar kapan berangkat," katanya.
Suhendik berharap kondisi istrinya segera membaik sehingga bisa segera dipulangkan ke Indonesia. Dia juga berharap hak-hak istrinya selama bekerja menjadi TKW dipenuhi, termasuk gajinya. "Termasuk biaya perawatan Uul jika memang dia dipulangkan ke Indonesia," tegasnya.
Menurut Suhendik, istrinya sering sekali menghubungi dirinya dan bercerita perlakuan majikannya yang sering menendang, memukul, dan menampar jika Uul melakukan sedikit kesalahan.
"Saya saja sebagai laki-laki rasanya tidak sanggup membayangkan bagaimana beratnya pekerjaan dia. Saya kasihan dan menyuruh dia untuk berhenti, tetapi dilarang oleh majikannya yang bernama Huang Deng Jin," jelasnya.
Pada 21 September 2013 waktu Taiwan, Uul dipukul dengan benda tumpul oleh majikannya hingga tak sadarkan diri. Uul lalu dilarikan ke UGD RS Chi Mei Medical Centre di Liouying.
Hasil diagnosis resmi menunjukkan, terjadi luka di bagian belakang kepala Uul akibat pukulan menggunakan benda tumpul. Uul mengalami koma selama empat bulan di rumah sakit. Saat ini Uul berada di Min An Rd Baihe District Nomor 1, Tainan City, yang kabarnya bukan rumah sakit, melainkan panti jompo.
Penulis: Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati
Editor: Farid Assifa
Sumber
http://regional.kompas.com/read/2014/01/24/1647396/Kerja.di.Kandang.Sapi.TKW.Ini.Koma.4.Bulan.di.Taiwan

Pemerintah Hongkong Jamin Kasus Erwiana Ditangani Baik



Surya/Sudarmawan
PERBANDINGAN - Puthut, adik Erwiana Sulistyoningsih (22) menunjukkan foto korban saat masih sehat dan paska dianiaya majikannya, Minggu (12/1/2014).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Moh Jumhur Hidayat, mengatakan Pemerintah Hongkong menjamin kasus TKI, Erwiana Sulistyaningsih (23), korban penyiksaan oleh majikan ditangani baik.
Menurut Jumhur, Erwiana berturut-turut selama delapan bulan mengalami penyiksaan oleh majikannya. Kasus ini akan ditangani secara serius dengan proses hukum yang baik oleh Pemerintah Hongkong dan pihak kepolisian setempat.
Demikian diungkapkan Jumhur usai bertemu Menteri Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Pemerintah Hongkong, Matthew Cheung Kin-Chung pada Jumat (24/1/2014) pagi di Hongkong yang rilisnya diterima Tribunnews.com.
Jumhur didampingi Acting Konsul Jenderal RI di Hongkong, Rafael Walangitan menemui Cheung guna membahas kasus TKI asal Desa Pucangan, Ngrambe, Ngawi, Jawa Timur itu, dan sekaligus menyampaikan sikap pemerintah maupun rakyat Indonesia yang merasa terkejut serta prihatin atas peristiwa kekerasan tersebut.
"Saya tekankan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memberi perhatian serius terhadap kasus ini, selain meminta agar penegakan hukum dilakukan seadil-adilnya oleh otoritas resmi di Hongkong," jelas Jumhur.
Cheung menjelaskan, kehadiran aparat kepolisian Hongkong dalam menyelidiki kasus Erwiana dengan mendatangi di tempat perawatannya, merupakan bentuk kesungguhan Pemerintah Hongkong untuk menuntasnya kasusnya.
Mengenai persidangan dalam kasus ini, seperti diungkap Cheung, direncanakan pada 25 Maret mendatang. Pada bagian lain, Cheung menitip salam secara khusus kepada Erwiana berikut keluarganya.
Sebelumnya, pada 13 Januari lalu, Kepala BNP2TKI menyurati Konsulat Jenderal RI di Hongkong terkait pemberitahuan tuntutan terhadap majikan Erwiana, Law Wan Tung (44) yang beralamat di Apartemen J38/F Blok 5 Beverly Garden 1, Tong Ming Street, Tseung Kwan O, Kowloon, Hongkong.
Sementara itu, KJRI Hongkong telah melaporkan kasus Erwiana ke kepolisian Hongkong, dan mendapatkan respon positif baik dengan pemeriksaan pelaku berikut penahanannya. Kini, majikan Erwiana memang ditetapkan sebagai tahanan luar setelah memberi jaminan uang tunai 1 juta dolar Hongkong (HKD).
Selanjutnya, Law Wan Tung diwajibkan tidak boleh meninggalkan Hongkong ataupun melakukan pendekatan terhadap saksi dan Erwiana sendiri. Setiap hari, Law Wan Tung pun harus melapor kepada Kepolisian Tseung Kwan O.
Erwiana berangkat ke Hongkong melalui perusahaan pengerah jasa TKI, PT Graha Ayu Karsa, Tangerang, Banten pada Mei 2013 untuk menjadi Penata Laksana Rumah Tangga di keluarga Law Wan Tung.
Sejak mulai bekerja, Erwiana kerap mendapat perlakukan kasar dari majikannya yang berakibat luka memar di bagian tubuh yakni kepala, wajah, telinga, bokong, serta tangan dan kaki. Penyiksaan dilakukan menggunakan berbagai benda keras antara lain gantungan baju.
Selain menuntut proses hukum yang adil, BNP2TKI meminta hak-hak Erwiana yaitu gaji dan biaya perawatan dibayarkan oleh pengguna. Adapun hak asuransinya akan dimintakan kepada Konsorsium Asuransi Proteksi TKI.

TKI asal Plampangrejo Banyuwangi Koma di Taiwan


surya/wahyu Nurdianto
Suhandik bersama mertuanya Sutiah, di rumahnya di Dusun Rumping RT 01 RW 04 Desa Plampangrejo, Kecamatan Cluring, Banyuwangi, Jumat (24/1/2014)


TRIBUNNEWS.COM, BANYUWANGI- Lagi -lagi TKW Indonesia mengalami penyiksaan. Kali ini TKW asal Banyuwangi harus mengalami penderitaan.
Keluarga Sihatul Alfiah (27), tenaga kerja migrant asal Kabupaten Banyuwangi yang koma akibat disiksa majikannya di Taiwan berharap pemerintah Indonesia bisa memulangkan Sihatul.
Ditemui di rumahnya di Dusun Rumping RT 01 RW 04 Desa Plampangrejo, Kecamatan Cluring, Banyuwangi, Jumat (24/1/2014), Sutiah (50) ibu kandung Sihatul mengatakan, dia dan seluruh keluarga akan senang dan lega jika Sihatul bisa dirawat di Banyuwangi.
"Harapan saya, Uul (panggilan akrab Sihatul) bisa segera kembali ke Indonesia, biar bisa dirawat oleh keluarga sendiri," ucap Sutiah.
Sebagai informasi, Sihatul yang sudah 13 bulan bekerja di Taiwan mengalami koma dan harus menjalani perawatan di rumah sakit sejak 22 September 2013 lalu.
Sihatul bekerja di sebuah peternakan sapi perah di Liouying distrik Tainan City. Sihatul diyakini memiliki beban kerja yang berat karena bekerja seorang diri di peternakan yang memiliki 300 ekor sapi perah.
Sutiah dan keluarganya sendiri belum tahu pasti mengenai penyebab Sihatul sakit dan koma. Yang dia tahu, anak bungsunya tersebut kerap bercerita punya majikan yang kasar.
"Waktu telepon ke rumah, Uul sering cerita majikannya itu suka marah. Kalau nesu (marah) suka ngaplok (menampar) dan nendang. Tapi Saya diberitahu anak saya koma karena jantungnya lemah," kata Sutiah sambil menitikkan air mata.
Harapan yang sama juga disampaikan oleh Suhandik (29), suami Sihatul. Apalagi istrinya kini tak lagi mendapatkan perawatan memadai karena ditempatkan di sebuah panti jompo setelah sempat dirawat di tiga rumah sakit.
Suhandik juga berharap ada pihak, baik itu pemerintah maupun perusahaan pengerah jasa tenaga kerja Indonesia PT Sinergi Wina Karya yang memberangkatkan istrinya ke Taiwan ikut menanggung biaya perawatan.
Saat ini, biaya perawatan Sihatul di Taiwan masih ditanggung oleh Huang Deng, sang majikan dan juga pemerintah Taiwan.
Hanya saja, Sihatul, ibu dari Ahmad Nurizah Fiki Firmansyah (6) ini tidak lagi hanya dirawat di sebuah panti jompo bukan di rumah sakit.
"Saya sendiri tidak tahu kenapa ditempatkan di panti jompo bukan di rumah sakit. Yang saya tahu istri saya tidak punya riwayat sakit jantung dan kerap dikasari majikannya," ucap Suhandik yang terpaksa berhenti bekerja sebagai buruh perkebunan di Pahang, Malaysia untuk mengurusi istrinya.
Senin, 27 Januari mendatang, Suhandik akan ke Jakarta untuk bertemu rekan-rekan Migrant Care dan bertemu dengan anggota DPR RI Rieke Dyah Pitaloka terkait kasus yang menimpa istrinya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah saat dihubungi mengatakan ada upaya pembelokan atau menutupi kasus ini oleh perusahaan pengerah jasa tenaga kerja yang memberangkatkan Sihatul.
Perusahaan yang berkantor di Jagir Wonokromo Surabaya ini mencoba menyelesaikan kasus ini dengan cara damai, yakni hanya menganti biaya perawatan. "Padahal ini adalah kasus kriminalitas (penganiayaan) yang harus diusut tuntas," ucapnya.
Sumber
http://m.tribunnews.com/regional/2014/01/24/tki-asal-banyuwangi-koma-di-taiwan

Mengenal Sang Pendiri "Mesin Pencari" Google


Mereka adalah Larry Page (kanan) dan Sergey Brin (foto: Google)) enlarge this image

Google, semua orang mengenal nama itu sebagai mesin pencari (search engine). Sebab melalui Google, dunia kini terbuka luas melalui berbagai informasi yang ada. Mangkanya, tidak berlebihan bila Google mengklaim sebagai situs yang terbanyak di gunakan di dunia saat ini.
Alexa merilis bahwa situs utama Google.com sebagai website yang paling banyak dikunjungi di Internet, dan website Google Internasional lainnya. Awalnya perusahaan ini dibentuk sebagai perusahaan saham pribadi pada 4 September 1998. Penawaran umum perdananya dimulai pada 19 Agustus 2004.
Perlahan demi perlahan, perusahaan ini tumbuh besar. Berbagai macam produk dan merger ditawarkan. Hingga akhirnya keduanya menawarkan perangkat lunak produktivitas online lainnya, seperti email, paket aplikasi perkantoran, komputasi awan hingga jejaring sosial. Bahkan website-website yang dimiliki Google seperti YouTube, Blogger and Orkut, juga ikut merajalela pesatnya.
Sungguh sebuah pencapaian yang luar biasa. Seperti misi awalnya yakni bagaimana dengan satu alat, bisa mengatur seluruh informasi di dunia dan membuatnya bisa diakses dan berguna bagi semua orang. Google yang sejak 2006 berkantor di Mountain View, California ini terus mengalami perkembangan pesat, termasuk memperluas produknya ke computer personal (PC), dan tidak hanya perusahaan.
Tentunya, itu dengan harapan dapat menjelajah web, mengatur & menyunting foto, dan pesan instan. Bahkan di era tumbuhnya pasar smartphone di dunia, Google mendulang sukses dari perkembangan Android (sistem operasi mobile) dengan Google Chrome OS sistem operasi berbasis web-nya, yang ditemukan pada netbook khusus yang dinamakan Chromebook.
Di balik itu, sukses Google tentu tak lepas dari tangan-tangan kreatif dan pintar dua orang yang dikenal sebagai mahasiswa di Universitas Stanford. Mereka adalah Larry Page dan Sergey Brin.
Awalnya, mereka adalah dua orang yang selalu berseberangan dalam setiap topik pembicaraan dan diskusi. Namun ternyata, dari setiap berbedaan itulah muncul benih-benih ketertarikan yang sama yaitu mengenai mesin pencari (search engine).
Akhirnya, pada tahun 1998, keduanya menjalankan mesin pencari Google, yang pada waktu itu, semua pengoperasian didasarkan pada teknologi PageRank yang telah dipatenkan, yang mendasarkan pada struktur link - link antar situs web untuk menentukan peringkat suatu situs tertentu.
Sebut saja Larry Page (Chief Executive Officer/CEO di Google Inc), pemuda kelahiran Lansing, Mishigan 26 Maret 1973 ini adalah keturunan yang memang dari keluarga ahli di bidang teknologi.
Ayahnya Carl Page dan ibunya, Gloria, adalah seorang profesor Ph.D. di bidang Komputer Sains di Michigan State University. Page adalah seorang lulusan dari East Lansing High School. Page memperoleh gelar Bachelor of Science dalam teknik komputer dari Universitas Michigan dengan pujian dan seorang lulusan Master dari Universitas Standford.
Selain Larry Page, ada sergey Brin yang juga pendiri Google. Pemuda kelahiran Moscow, Soviet Union, 21 Agustus 1973 ini adalah seorang pengusaha Amerika. Brin mempelajari ilmu komputer dan matematika sebelum mendirikan Google dengan Larry Page.
Brin adalah presiden teknologi pada Google dan mempunyai net worth perkiraan USD18,7 miliar, yang membuatnya menjadi orang nomor 26 terkaya di dunia. Sergey Mikhailovich Brin lahir di Moskwa, Uni Soviet, dari sebuah keluarga Yahudi. Ayahnya yang bernama Mikhail Brin dan ibunya Evgenia Brin (née Krasnokutskaya) adalah ahli matematika lulusan Moscow State University.
Tahun 1979, usia Brin masih 6 tahun, keluarganya pindah ke Amerika Serikat. Ia belajar di sekolah dasar Paint Branch Montossori, Adelphi, Maryland. Ayahnya, yang juga seorang profesor di departemen matematika University of Maryland berperan besar mengembangkan ketertarikan Brin pada matematika. Lalu, September 1990, setelah lulus dari Eleanor Roosevelt High School, Brin diterima di University of Maryland, College Park.
Jurusan yang diambil waktu itu adalah ilmu komputer dan matematika. Ia pun berhasil mendapatkan gelar Bachelor of Science pada tahun 1993. Brin kemudian melanjutkan pendidikan ilmu komputernya di Stanford University melalui beasiswa dari National Science Foundation, dan menerima gelar masternya pada bulan Agustus 1995. Brin juga memiliki gelar MBA dari IE Business School. (Dikutip dari berbagai sumber)
By http://m.okezone.com/read/2014/01/24/363/931198/mengenal-sang-pendiri-mesin-pencari-google

Istri Konjen AS Jajal Siksaan Gunung Ijen Banyuwangi


BANYUWANGI – Istri Konsulat Jenderal (Konjen) Amerika Serikat untuk Jawa Timur, Michaela Newnham, melakukan ekspedisi bersepeda dari Bali-Surabaya lintas pulau dalam beberapa hari terakhir. Kemarin, dia berlabuh di Banyuwangi untuk menaklukkan lintasan menuju wisata Gunung Ijen. Sebenarnya, dia pernah melakukan hal serupa tahun lalu. Kala itu dia gowes bersama suaminya, Joaquin Monserrate, dalam rangkaian menghadiri kegiatan Banyuwangi Ethno Carnival (BEC).
Namun, kali ini dia bersepeda bersama empat rekannya. Empat sahabatnya itu adalah Andreas, Werner, Mark, dan Christian. Michaela bersama rombongan mengawali bersepeda dari Ubung, Bali. Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan, mereka akhirnya sampai di Bumi Blambangan Selasa lalu (21/1). Sejak berlabuh di Pelabuhan Tanjung Wangi, Ketapang, Michaela dkk terus mengayuh sepeda menuju Hotel Ijen Resort di Desa Randu Agung, Kecamatan Licin.
Setelah menempuh perjalanan tiga jam, mereka tiba di lokasi untuk bermalam. Kemudian, untuk melanjutkan ekspedisi menuju wisata Kawah Ijen, rombongan tersebut menjadi dua bagian.Michaela dan Andreas memilih mengawali start pukul 10.00. Tiga rekan dia, berangkat dua jam sebelumnya. Dalam ekspedisi itu, Michaela melewati jalur tikus nan terjal. Bahkan, dia juga melintasi jalan setapak yang tidak bisa di lewati kendaraan roda empat.
Dari start, dia melewati jalan rusak tanpa aspal sekitar 4 kilo meter menuju Jambu, Desa Tamansari, Kecamatan Licin, dengan catatan waktu sekitar 50 menit. Dia mengaku senang bersepeda di Banyuwangi. Menurut dia, rute yang dilalui sangat berat dan curam. ‘’Ouhh, rutenya naik. Sangat melelahkan sekali,’’ katanya. Meski begitu, dia merasa sangat menikmati suasana perkampungan. Selain itu, nuansa sejuk dan alami menjadi daya tarik tersendiri bagi dia.
‘’Sangat senang sekali bisa kembali ke Banyuwangi. Di sini aman selama perjalanan,” terangnya. Setelah dari Terminal Jambu, dia tidak merasa tidak kuat mengayuh sepeda menuju Paltuding. Karena itu, dia memilih naik angkutan pikap. Tiga rekan dia yang berangkat lebih dulu berhasil finis dengan sempurna.Setelah berada di Paltuding, rom bongan tersebut kembali me lanjutkan perjalanan. Kali ini, mereka menuju Puncak Gunung Ijen dengan jalan kali. Setelah turun dari Puncak Gunung Ijen, Michaela kembali bersepeda menuju Bondowoso. (radar)
Sumber:
http://www.kabarbanyuwangi.info/istri-konjen-jajal-siksaan-ijen.html

Thursday, January 23, 2014

Lagi, TKI disiksa majikannya di Taiwan BMI Banyuwangi


Anggota Komisi IX Rieke Diah Pitaloka. (Okezone)
Sindonews.com- Kekerasan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) kembali terjadi. Sihatul Alfiah (27), TKI asal Desa Plampangrejo, Banyuwangi, ini mengalami penyiksaan oleh majikan di Taiwan.
"Sihatul berangkat ke Taiwan pada tahun 2012. Ia TKI yang menempuh jalur legal melalui PT Sinergi Binakarya. Kontrak kerja yang disepakati dan ditandatangani adalah merawat orangtua," kata Anggota Komisi IX Rieke Diah Pitaloka melalui siaran persnya, Kamis (23/1/2014).
Rieke menceritakan, setelah sampai di Taiwan Sihatul justru dipekerjakan sebagai pemerah dan pembersih kandang sapi di Liouying, distrik Tainan City.
"Ia harus memerah dan membersihkan kandang 300 sapi setiap hari. Jam kerjanya pun tak manusiawi, mulai jam 03.30-10.00 pagi. Mulai bekerja lagi dari pukul 15.00 hingga 22.00 malam. Ia tidur di dekat kandang sapi," terangnya.
Lanjut Rieke, Sihatul kerap menerima siksaan dari majikannya yang bernama Huang Deng Jin. Lantaran tak tahan disiksa Ia pun sempat mengadu kepada PT dan meminta pindah kerja. "Pihak agen akhirnya mendatangi rumah majikan, namun Sihatul tak bisa pindah kerja malah semakin disiksa oleh majikan," lanjutnya.
Masih berdasarkan keterangan Rieke, tanggal 21 September 2013 korban dipukul dengan benda tumpul oleh majikannya hingga tak sadarkan diri. Sihatul pun lantas dilarikan ke UGD RS Chi Mei Medical Centre di Liouying.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan diagnosa korban mengalami luka di bagian belakang kepala akibat pukulan benda tumpul. Ia pun koma selama satu bulan di rumah sakit.
"Sekarang Sihatul sudah sadarkan diri, namun hidupnya ditopang peralatan medis, tak bisa bicara dan bergerak. Menurut kawan-kawan TKI Taiwan yang ikut memantau kondisi Sihatul, saat ini ia berada di No.1 Min An Rd Baihe District, Tainan City, yang kabarnya bukan rumah sakit, tapi merupakan panti jompo," terangnya.
Nahasnya lagi, setelah bekerja selama 13 bulan Sihatul baru menerima gaji tiga kali yang dikirim oleh pihak agen ke keluarga, sejumlah Rp6,9 juta.
Dengan demikian, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk segera mengambil langkah-langkah terhadap penyiksaan tersebut. "Tak cukup hanya lembaga terkait lakukan mediasi dengan majikan yang berujung sekedar penggantian biaya rumah sakit. Pak SBY, Sihatul tak mungkin Bapak telepon, ia tak bisa bicara, hidupnya ditopang alat."
"Hasil diagnosa rumah sakit membuktikan Rakyat kita dipukul dengan benda tumpul hingga koma satu bulan. Teleponlah Pemerintah Taiwan, majikannya harus segera ditangkap dan diperiksa. Jatuhi hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku di Taiwan."
"Tolong Bapak tanyakan ke Pemerintah Taiwan, betulkah Sihatul dirawat di rumah jompo. Jika benar, Bapak berhak menuntut agar Sihatul dirawat di RS degan perawatan yang semestinya. Penuhi hak-hak normatif Sihaful sebagai pekerja. Pak SBY, bantu cek juga kabarnya pihak PT menyarankan damai dengan bayaran 600 juta," tuntasnya.
Sumber
http://m.sindonews.com/read/2014/01/23/15/829498/lagi-tki-disiksa-majikannya-di-taiwan

TKI Hongkong Alami Pendarahan Otak


KBRN, Solo: Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Erwiana Sulistiyaningsih (20) korban penyiksaan di Hongkong mengalami pendarahan otak.
Hal ini diketahui setelah tim medis Rumah Sakit Islam (RSI) Amal Sehat Sragen yang merawat TKI asal Desa Pucangan, Kecamatan Ngrambe, Ngawi, Jawa Timur (Jatim) melakukan Scanning magnetic resonance imaging (MRI), Kamis (23/1/2014).
Ketua tim dokter yang menangani Erwiana, dr Iman Fadhli mengatakan pendarahan pada otak Erwiana diperkirakan sudah terjadi lama karena sudah membeku.
Radang bekas pendarahan otaktersebut sudah membeku sejak beberapa waktu lalu.
"Pendarahan itu diketahui dari hasil scan MRI dan hasilnya ditemukan bekas pendarahan otak. Mungkin itu sudah lama dan tidak segera mendapatkan penanganan medis," ujarnya.
Menurut dokter Iman, pendarahan otak yang diduga terjadi karena hantaman benda keras saat bekerja di Hongkong tersebut tidak sampai harus dilakukan operasi.
Tindakan medis yang akan dilakukan adalah sebatas terapi fisioterapi.
"Saya rasa belum memerlukan tindakan ekstrim sampai operasi.Cukup terapi saja sampai bekas pendarahan otak tersebut hilang," jelasnya.
Sementara, setelah tim Kepolisian Hongkong, giliran tim dokter forensik dari Hongkong juga mendatangi RSI Alam Sehat Sragen, tempat Erwiana dirawat.
Kedatangan tim dokter dari Hongkong tersebut terkait proses penyelidikan yang saat ini tengah dilakukan.
"Tim dokter Hongkong yang datang adalah dokter forensik untuk kepentingan penyidikan, bukan untuk membantu menangani Erwiana," turur dr Iman Fadhlil.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga sempat mendatangi untuk melihat dari dekat kondisi terkni. Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, kedatangannya ke RSI Amal Sehat ini untuk memastikan adanya perlindungan bagi Erwiana.
Pihaknya sudah berkoordinasi dengan kuasa hukum korban serta aparat kepolisian.
"Kami siap memberikan perlindungan, termasuk koordinasi dengan aparat kepolisian untuk memastikan keamanan korban," ujarnya. (Eddy Susanto/DS)
Sumber http://rri.co.id/index.php/berita/87400/TKI-Hongkong-Alami-Pendarahan-Otak#.UuEkOl18qo9

Hukum Berat Majikan Erwiana!


Suasana aksi solidaritas untuk keadilan bagi Erwiana yang diikuti ribuan massa baik dari kalangan buruh migran, organisasi terkait, hingga warga lokal Hong Kong yang peduli pada perlindungan pekerja migran (sumber: Facebook Sring Atin)
Pemerintah Hong Kong dan Indonesia harus segera mengubah peraturan yang memperbudak PRT Migran di Hong Kong “Persidangan terhadap Law Wan Tung, majikan Erwiana, adalah kemenangan perjuangan buruh migran di Hong Kong yang menuntut keadilan bagi Erwiana dan korban-korban lainya.”, demikian pernyataan Sring Atin setelah menghadiri persidangan pertama hari ini di Kwun Tong Magistracy Court yang berlangsung mulai pukul 02:30 siang di Ruang Sidang Nomor 3.
Hakim memutuskan persidangan kedua pada 25 Maret 2014 dan Law Wan Tung diijinkan menjadi tahanan luar dengan membayar jaminan sebesar 1 juta Hong Kong Dollar yang dibayar oleh suaminya yang juga hadir di persidangan. Hakim juga melarang Law Wan Tung untuk meninggalkan Hong Kong.
Sring Atin juga menambahkan bahwa Pemerintah dan Kepolisian Hong Kong harus meyakinkan keselamatan seluruh korban baik yang saat ini di Hong Kong maupun di luar Hong Kong dari ancaman maupun intimidasi yang mungkin dilakukan majikan dan pihak-pihak lainnya.
“Keadilan bagi Erwiana dan korban lainnya harus ditegakan. Namun pemerintah Hong Kong dan Indonesia harus segera mengubah semua peraturan yang melahirkan kondisi perbudakan terhadap Pekerja Rumah Tangga migran di Hong Kong sehingga tidak ada korban berikutnya,” tegas Sringatin.
Sringatin menegaskan bahwa Kepolisian Hong Kong harus lebih responsif menanggapi pengaduan PRT migran dan menyediakan penerjemah mengingat keterbatasan bahasa. Pemerintah juga harus mencabut aturan yang membatasi tinggal PRT migran hanya 14 hari jika terjadi pemutusan kontrak dan mengharuskan keluar Hong Kong setiap ganti majikan dan pemaksaan tinggal serumah dengan majikan (live-in) meskipun majikan menghendaki pekerjanya tinggal di luar (live-out).
Sedangkan di pihak pemerintah Indonesia harus segera mencabut aturan yang memaksa seluruh buruh migran sektor PRT untuk masuk ke PJTKI/Agensi dan melarang pindah Agensi serta melarang pengurusan kontrak secara mandiri yang dilegalisasikan melalui Sistem Online.
“Penyelesaian kasus per kasus itu kewajiban negara. Tapi tidak akan menghentikan korban-korban berikutnya jika kedua pemerintah tetap menolak mengubah peraturan yang selama ini semakin melanggengkan sistem perbudakan di Hong Kong” tutup Sring Atin

FPDI Perjuangan Sesalkan Pembebasan Majikan Erwiana

Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Dra. Eva Kusuma Sundari, M.A., M.D.E. (Ilustrasi: ANTARA Jateng/Kliwon) Semarang, Antara Jateng - Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Eva Kusuma Sundari menyesalkan putusan pengadilan Hong Kong, Rabu (22/1), yang mengabulkan permohonan pembebasan terdakwa Law Wan Tung dalam perkara penganiaya terhadap tenaga kerja asal Indonesia Erwiana Sulistyaningsih. "Saya menyesalkan pengadilan yang memberikan putusan bebas terhadap Law Wan Tung (44) karena membuka peluang yang bersangkutan mengulang perbuatannya kepada orang lain selain membuka peluang yang bersangkutan kabur," kata Dra. Eva Kusuma Sundari, M.A., M.D.E. ketika dihubungi dari Semarang, Kamis. Menurut Eva K. Sundari yang juga anggota Komisi III (Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia) DPR RI, tiadanya empati hakim terhadap korban amat bertolak belakang dengan proaktifnya polisi yang malakukan penyidikan bahkan hingga ke kampung Erwiana Sulistyaningsih (22). Calon anggota tetap DPR RI periode 2014--2019 dari Daerah Pemilihan Jawa Timur VI itu berharap komitmen polisi Hong Kong tersebut menular ke polisi RI sehingga paradigma 3P (pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat) bisa terwujud. Oleh karena itu, cara kerja polisi Hong Kong harus jadi model dan inspirasi Polri. "Saya harap polisi melakukan pemantauan terhadap tersangka sehingga kekhawatiran terdakwa mengulangi perbuatannya lagi atau melarikan diri tidak terjadi," kata Eva K. Sundari yang juga anggota Tim Pengawas TKI dari FPDI Perjuangan DPR RI itu. Di lain pihak, dia amat menghargai solidaritas para TKI yang justru gigih melakukan kampanye pembelaan. Hal ini seharusnya juga dilakukan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hong Kong. "Kasus Erwiana ini menegaskan betapa mekanisme yang ada saat ini miskin perlindungan. Catatan penting untuk Pansus Revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, baik dari Pemerintah maupun DPR RI," kata Eva. Sebelumnya, Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat kepada Antara mengatakan bahwa sejumlah personel Kepolisian Hong Kong, Senin (20/1) malam, menuju Rumah Sakit Ama Sehat, Sragen, Jawa Tengah, guna memeriksa Erwiana. Jumhur menjelaskan bahwa Erwiana adalah warga Desa Pucangan, Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Yang bersangkutan bekerja sebagai penata laksana rumah tangga (PLRT) di Apartemen J 38F Blok 5 Beverly Garden 1, Tong Ming Street, Tesung, O Kowloon, Hong Kong. Erwiana diberangkatkan PT Graha Ayu Karsa, Tangerang, Banten, pada tanggal 15 Mei 2013. Erwiana kembali ke Tanah Air pada hari Kamis (9/1) dan setelah tiba di rumahnya dibawa ke rumah sakit untuk mendapat perawatan intensif. Editor : D.Dj. Kliwantoro

Disiksa, Tiga TKW Sukabumi di Arab Saudi Menunggu Dipulangkan


Ilustrasi

Skalanews -Serikat Buruh Migran Indonesia wilayah Jawa Barat (SBMI Jabar) mengatakan, tiga Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, menjadi korban penyiksaan di Arab Saudi dengan luka di sekujur tubuh. Ketiganya, saat ini sudah ditampung di Konsulat Jenderal RI di Arab Saudi. Dan masih menunggu untuk dipulangkan. Menurut Ketua SBMI Jabar, Jejen Nurjanah, Kamis, TKW tersebut bernama Kokom, Tutus, dan Papat. SBMI menyebutkan, bahwa Kokom binti Bamay, warga Kecamatan Cimanggu, sudah 16 bulan bekerja di Arab Saudi. Dia disiksa, lalu dibuang majikannya di daerah pegunungan di Mekah. Tutus Djuariah, warga Kecamatan Cisaat, mengalami luka di sekujur tubuhnya. Bahkan kedua kaki lumpuh, serta mata rusak dan rambut digunduli majikan. "Korban sudah bekerja sekitar tujuh tahun di majikannya," kata Jejen. Papat Fatimah, warga Kecamatan Cisaat, sudah bekerja selama lima tahun. Dan selama bekerja korban mengalami penyiksaan, seperti dipukul benda keras sampai ditendang. "Ketiga TKW yang menjadi korban penyiksaan ini, sudah ditampung di Konsulat Jenderal RI di Arab Saudi. Namun belum bisa dipulangkan. Padahal kami dan keluarga para korban, sudah tiga bulan meminta kepada KJRI agar ketiganya dipulangkan," katanya. Menurut Jejen, para korban tidak mendapatkan gaji sepeser pun. Bahkan saat diselamatkan ke KJRI, hanya membawa pakaian yang melekat di badan. (Ant/DS
Sumber
www.skalanews.com/berita/detail/165348

33 WNI dan tiga anak dipulangkan dari Malaysia


ilustrasi TKI Overstay Ratusan Tenaga Kerja Indonesia yang overstay tiba di bandara Soekarno - Hatta, Tangerang, Banten, Sabtu (16/11). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Kuala Lumpur (ANTARA News) - Sebanyak 33 warga negara Indonesia yang merupakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan TKI bermasalah, serta tiga orang anak-anak telah difasilitasi kepulangannya ke Tanah Air oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur, Malaysia. "Para korban tersebut akan dipulangkan ke Indonesia hari Kamis (23/1)," demikian keterangan pers KBRI Kuala Lumpur yang diterima ANTARA, Rabu. Para korban itu terdiri dari 23 orang korban TPPO dan 10 orang TKI bermasalah beserta tiga orang anak-anak. Ke-23 WNI korban TPPO itu merupakan sebagian dari 40 orang WNI yang terjaring razia oleh Unit Anti Pemerdagangan Orang (ATIP) Poli Diraja Malaysia (PDRM) Bukit Aman pada tanggal 30 Oktober 2013 di tiga hotel berlokasi di Bandar Klang, Selangor. Dalam hal ini, Satgas Citizen Services KBRI KL telah mengunjungi para korban TPPO tersebut pada 1 November 2013 di Rumah Perlindungan Khas Wanita (RPKW) Kuala Lumpur. Dari keterangan petugas penyidik, ke-23 WNI tersebut telah selesai diambil keterangannya, baik oleh polisi maupun pengadilan sehingga sudah dapat dipulangkan ke Indonesia. Sedangkan 17 WNI lainnya masih diperlukan dalam persidangan sehingga belum dapat dipulangkan ke Indonesia. Selanjutnya, 10 TKI bermasalah ditampung di Penampungan sementara KBRI KL. Permasalahan mereka antara lain gaji tidak dibayar, tidak betah kerja, dan ditelantarkan suami. Setibanya di Tanah Air, melalui Kementerian Luar Negeri, 23 korban TPPO akan diserahkan ke Bareskrim untuk tindak lanjut penanganan terhadap para pelaku di Indonesia. Pemulangan mereka ke daerah masing-masing akan dilakukan oleh kementerian sosial, namun untuk 9 orang WNI bermasalah akan diserahkan kepada BNP2TKI untuk penangan kasus ketenagakerjaan dan juga pemulangan mereka ke kampung halamannya. Khusus untuk seorang WNI dan tiga orang anaknya yang ditelantarkan suami akan diserahkan ke Rumah Perlindungan Sosial Anak Kementerian Sosial untuk memperoleh penanganan rehabilitasi mereka dan pemulangannya. Dengan dipulangkannya para WNI/TKI tersebut, sejak 1 Januari 2014 KBRI Kuala Lumpur telah memfasilitasi dan memulangkan sebanyak 47 WNI/TKI dan tiga orang anak ke Indonesia.(*) Editor: Ruslan Burhani

Ratusan TKI Ilegal terjaring Razia di Malaysia

Target Malaysia mendeportasi hampir 300 ribu pekerja asing ilegal.

Pekerja TKI ilegal Indonesia ditangkap pihak berwenang polisi Malaysia.
VIVAnews - Kepolisian Diraja Malaysia pada Selasa dini hari, 21 Januari 2014, mulai menggelar operasi penertiban pendatang asing tanpa izin (PATI). Dari operasi tersebut, sebanyak 695 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal yang ikut terjaring. Hal itu diungkap Pejabat Konsuler dan Ketua Satuan Tugas Perlindungan WNI KBRI Kuala Lumpur, Dino Wahyudin, yang dihubungi VIVAnews melalui sambungan telepon, Rabu 22 Januari 2014. Menurut Dino, Polisi Diraja Malaysia memiliki target untuk mendeportasi 292.941 pekerja asing ilegal yang masih bermukim di Negeri Jiran. Dari jumlah itu, 127 ribu di antaranya merupakan TKI ilegal. Data itu diperolehnya dari Direktur Jenderal Imigrasi Malaysia tanggal 16 Januari 2014 kemarin. Dino mengatakan pekerja asing termasuk TKI disebut ilegal lantaran mereka telah menyalahi aturan imigrasi seperti tinggal melebihi batas waktu (overstayer) , tinggal di Malaysia tanpa dokumen dan overstayer, serta terlibat tindak kriminal. Selain itu, para TKI ini juga tidak memiliki izin kerja, lantaran tidak memiliki majikan tetap. "Mereka yang tidak memiliki majikan tetap ini biasanya bekerja di kilang, konstruksi dan perkebunan. Sesuai aturan yang berlaku di sini, setiap orang asing harus memiliki majikan tetap. Nah, selama operasi ini apabila para TKI terbukti masih memiliki majikan, maka mereka masih diizinkan untuk bekerja di Malaysia," ujar Dino. Dia menyebut setelah ratusan TKI itu terjaring, mereka tidak lantas dipulangkan ke Indonesia. "Mereka akan menjalani proses pemeriksaan terlebih dahulu. Mahkamah lah nanti yang memutuskan apakah TKI ini bisa langsung dideportasi atau menjalani hukuman lebih dulu. Jenis hukumannya pun bervariasi, tergantung jenis aturan yang dilanggar," katanya. Artinya, lanjut Dino, semakin kecil jenis kesalahan yang diperbuat, maka dia bisa langsung dipulangkan ke Indonesia. Setelah dideportasi, ujar Dino, ada juga Warga Negara Indonesia (WNI) yang dilarang masuk sementara ke Malaysia, lantaran masih tercatat melanggar aturan hukum di sana. "Bahkan, ada yang dimasukkan ke dalam daftar hitam. Otomatis mereka tidak diizinkan kembali ke sana maksimal selama lima tahun," kata dia. Dino mengatakan operasi ini merupakan bagian dari program 6P yaitu pendaftaran, pemutihan, pengampunan, pemantauan, penguatkuasaan/operasi dan pengusiran. Kini, Kementerian Dalam Negeri Malaysia melancarkan 2P terakhir yaitu operasi dan pengusiran. Operasi ini akan terus digelar hingga semua pekerja asing ilegal terjaring. Dino menyebut, setiap majikan telah diberikan kesempatan untuk mengurus dokumen izin kerja bagi pekerja asing sejak tanggal 19 Oktober 2013 hingga 20 Januari 2014. Dino turut menyampaikan, tujuan dari digelarnya operasi tersebut oleh Kemendagri, lantaran di Negeri Jiran angka kejahatan kian meningkat dan tingkat pengangguran di sana pun kian bertambah. "Angka kejahatan bertambah di Malaysia, karena disinyalir bersumber dari pekerja asing," kata dia. Namun, dia mengatakan, akan ada efek ekonomi yang dirasakan setelah pekerja asing itu menghilang dari Malaysia. Dua bidang yang diprediksi paling terasa, ujar Dino, yaitu konstruksi dan ladang. (umi) © VIVA.co.id
 

Tag

IP

My-Yahoo

Blogger Widget Get This Widget

Histast

Total Pengunjung