
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja (BNP2TKI) Jumhur Hidayat (tengah) berbincang dengan sejumlah calon Tenaga Kerja Indonesia ketika penggerebekan di sebuah rumah yang diduga dijadikan sebagai tempat penampungan TKI ilegal, dikawasan Jalan Asem Baris, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu malam (20/11)
―――――――
Jakarta -Tindakan trafficking atau penjualan manusia di Indonesia melalui kedok penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI). Oleh karena itu, masyarakat jangan cepat tergoda dengan rajuan orang-orang yang mengaku dari perusahaan tertentu dengan iming-iming bekerja di luar negeri dengan gaji yang besar.
Hal itu disampaikan Direktur Mediasi dan Advokasi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Teguh Hendro Cahyono, dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu (24/11).
Ia mengatakan itu, dalam acara sosialisasi penempatan perlindungan TKI yang dikemas dalam Gebyar TKI 2013 bertema "Bersama TKI Membangun Negeri" merambah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Jumat (22/11) malam.
Gebyar TKI dihadiri Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial, Kabupaten Bojonegoro, Adi Wicaksono, Pejabat Muspida, Hendra Adi (Project Assistant Counter Trafficking & Labor Migration Unit, IOM) dan Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Erni Murniaty.
Teguh mengatakan, trafficking terjadi bukan hanya pada penempatan TKI berdokumen lengkap tetapi juga bisa terjadi pada TKI yang memiliki dokumen lengkap.
"Jadi yang berdokumen lengkap saja bisa terjebak dalam trafficking, apalagi yang berangkat tidak dengan dokumen lengkap", ujar Teguh Hendro Cahyono menjawab pertanyaan spontan dari penonton yang mempertanyakan kenapa banyak TKI di berita televisi yang terdampar di bawah jembatan di Arab Saudi.
Menurut Teguh, munculnya banyak kasus karena ada masalah dalam proses penempatan TKI. "Banyak masalah TKI timbul karena sejak awal ada persoalan dalam diri TKI, seperti berangkat keluar negeri karena ada masalah keluarga atau karena dikejar hutang. Hal seperti ini biasanya menimbulkan masalah ke depan," kata dia.
Ia meminta TKI hendaknya berangkat dengan kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan. Berangkat karena terpaksa cenderung menempuh jalur tidak resmi dan akhirnya menimbulkan masalah yang ujungnya akan ditanggung TKI itu sendiri.
"Jadi niat menjadi TKI harus benar benar lurus untuk meningkatkan kesejahteraan", tegasnya.
Sementara itu Project Assistant Counter Trafficking & Labor Migration Unit International Organization for Migration (IOM) Hendra Adi mengatakan masyarakat, pemerintah dan LSM harus bersama sama memerangi tindak trafficking.
Ia mengatakan TKI harus melengkapi dokumen, memilih PPTKIS yang sah karena kalau salah memilih maka mereka bisa terlantar di luar negeri.
"Jangan percaya dengan calo karena calo tidak mengetahui prosedur menjadi TKI," katanya.
Ia menandaskan IOM yang didukung 150 negara di dunia terus membantu masyarakat dunia agar menempuh kesejahteraan melalui prosedur migrasi yang benar.
"TKI resmi akan lebih aman dan terhindar dari penipuan. Kalau Anda berangkat sesuai dengan UU pemerintah jika mengalami masalah maka pemerintah akan dapat menindaklanjuti dan mendapat hak haknya," katanya.
Ketua DPN SBMI Erni Murniati meminta masyarakat untuk berhati hati jika mendapat iming-iming menggiurkan untuk bekerja ke luar negeri. "Saya adalah contoh nyata korban trafficking, banyak teman teman senasib dengan saya yang bekerja ke luar negeri karena iming iming menggiurkan. Tanyalah kepada pihak berwajib sebelum bekerja ke luar negeri," katanya.
Penulis: E-8/FER
Sumber:PR












.jpg)

Hingar-bingar masalah politik dan ketenagakerjaan beberapa bulan ini seolah melupakan isu terpenting yang akan dihadapi bangsa ini. Isu itu tak lain penerapan Masyarakat Ekonomi Asean atau Asean Economic Community (AEC) 2015 mendatang. Dalam pasar bebas negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) pada akhir 2015 itu, bea masuk barang dan jasa akan dihapus.
Selain membanjirnya arus lalu lintas produk dari negara ASEAN, salah satu hal krusial adalah soal tenaga kerja. Kelak, tenaga kerja terampil dari negara ASEAN akan menyerbu pasar kerja di Tanah Air. Melihat kondisi SDM pekerja di dalam negeri kini, sudah siapkah kita?
Ternyata kesiapan itu masih jauh dari harapan. Peringatan ini diungkap Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Senin lalu (11/11). Organisasi ini mengungkap Indonesia minim tenaga kerja terdidik untuk bersaing di tingkat regional. Misalnya, Indonesia hanya punya 164 orang insinyur per satu juta penduduk. Sementara jumlah insinyur di Malaysia mencapai 50 persen alias separo dari total penduduk!
Kekhawatiran serupa diungkap Direktur Utama PT Telkom Indonesia, Arief Yahya. Saat pasar bebas ASEAN ini diterapkan, ia memperkirakan ribuan tenaga kerja asal Filipina akan menyerbu pasar kerja di dalam negeri. Ia mengakui, bahasa Inggris pekerja asal Filipina lebih bagus dari pekerja Indonesia, dan biaya upahnya pun relatif lebih murah.
Di tengah pesimisme itu, pemerintah pusat melalui Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa kerap menggaungkan kalau Indonesia berdaya saing. Memang, jika merujuk survei Forum Ekonomi Dunia (WEF) awal September lalu, daya saing negara kita tahun ini naik ke posisi 38 dari peringkat 50 tahun lalu. Namun, tetap saja posisi Indonesia masih di bawah beberapa negara ASEAN seperti Thailand di posisi 37, Brunei Darussalam posisi 26 dan Malaysia ke-24. Bahkan Singapura bertahan di posisi dua.
Namun, kondisinya kini di dalam negeri, pengusaha dan buruh terus berkonflik pada masalah klasik yaitu upah. Bahkan, di Ibu Kota Jakarta, para buruh mengancam akan menutup kawasan sentra ekonomi seperti Pelabuhan Tanjung Priok. Kita tahu hal itu, selain membuat anjlok produktivitas juga merusak iklim investasi.
Tak bisa dipungkiri, tingkat persaingan di dunia kerja akan semakin ketat di era Pasar Bebas ASEAN. Jika kita tidak serius mempersiapkan diri, siap-siap saja kita hanya jadi pecundang di negeri sendiri. Pemerintah pusat, pemerintah daerah dan seluruh pemangku kepentingan harus "memeras otak" untuk meningkatkan kualitas SDM dan jumlah tenaga terampil. Misalnya, dengan mengintensifkan kerja sama pendidikan dan ketenagakerjaan dengan negara-negara di ASEAN yang memiliki daya saing di atas negara kita.
Klaim pengusaha bahwa defisit tenaga terampil di negara kita sudah berlangsung 10 tahun ini harus segera diakhiri! Dari situlah baru optimisme kita untuk bisa bersaing dengan negara ASEAN dalam pasar bebas bisa muncul.
SAMBAS- Usaha Erwandi Kimsung (43) sebagai perekrut tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal, berakhir setelah polisi mampu menangkapnya di Jalan Raya Sajingan, Dusun Senipahan, Desa Sentaban, Sambas.Erwandi, yang khusus merekrut TKI ilegal untuk dikirim ke Malaysia itu, ditangkap pada Selasa (12/11/2013).
Penangkapan itu, tak lama setelah ia berhasil merekrut tiga warga Desa Semperiuk, Jawai Selatan, Nunung Anggriani (18), Ridwan Setiawan (22), dan M Fajar (19).
"Saat itu, tersangka dan ketiga korban berada dalam mobil. Selasa sore, tersangka beserta tiga orang TKI ilegal tersebut diamankan saat menumpang mobil taksi," ujar Kasatreskrim Polres Sambas Ajun Komisaris AKP Jajang, Rabu (13/11/2013).
Ia menegaskan, akan menindak tegas praktik TKI ilegal. Dia menyarankan, calon TKI menggunakan penyalur resmi jika ingin bekerja di luar negeri.
"Sebaiknya gunakan PJTKI yang resmi, dan tentunya akan terlindungi secara hukum. Kami tidak segan-segan melakukan tindakan tegas apabila masih melakukan pengiriman TKI secara illegal," ujar Jajang.
Jajang mengatakan, praktik TKI ilegal melanggar Pasal 4 dan Pasal 10 UU RI nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda Rp 600 juta. sumber 





.jpg)


